6
Mata wanita paru baya itu berkaca-kaca melihat cucunya ah lebih tepat-nya cucu angkat-nya yang tengah duduk termenung diatas kursi rodanya dengan tatapan kosong yang memandang lurus kedepan.
Hati wanita paruh baya itu menangis melihat sang cucu yang sesekali menyeka air matanya dengan tubuh yang bergetar hebat.
Darmi Laksmi memandang Sopian dalam diam di balik pohon beringin besar yang merindangi hampir sebagian besar taman rumah sakit itu. Ia meminta ijin pada cucunya untuk ke toilet karena ia kebelet pipis. Tapi sekembalinya ia dari toilet, Darmi memergokinya cucunya yang lagi-lagi menangis selama hampir dua minggu kepergian ibu kandungnya, Lila.
Dengan langkah pelan Darmi menghampiri Sopian dan memeluk cucunya itu dari belakang dengan erat. Air mata wanita paruh baya itu telah mengenang di pelupuk matanya.
Dan mendapat pelukan neneknya, pecah sudah tangisan Pian,"Hiks...Hiks...Pian kangen mama, nenek. Kapan mama pulang? Huhuhu."Ucap Pian dengan sinar mata yang tersiksa menahan rindu yang dalam. Isak tangisnya pilu dengan air mata yang telah mengalir deras membasahi kedua pipinya yang tirus dan agak pucat saat ini.
Bagaimana Pian tidak menangis? Anak yang berusia lima tahun lebih itu telah memendam perasaan rindu dan ingin bertemu dengan ibunya, selama dua minggu kepergian ibunya. Dia belum mengerti apa-apa, ibunya tengah bekerja untuk membeli mobil remotnya yang di ing8nkannya, tapi Pian merasa ia lebih mengiginkan ibunya dari pada mobil remot yang ia idamkan dua bulan yang lalu. Jiwa kecilnya merasa hampa dan kosong tanpa ada ibu yang selalu menimang, menyuapinya, mengelus kepalanya setiap ingin terlelap, memandikannya, memakaikannya baju, semuanya ia merindukan moment itu.
"Pian nggak mau mobil remot! Pian mau mama pulang hiks hikss..."Ucap Pian keras dan Pian bahkan melempar kasar mobil remot yang ada dalam pangkuannya.
Pian merasa hambar dengan mobil remot yang mamanya kirim seperti kata neneknya. Padahal neneknyalah yang membelikan mobil remot itu dari uang kiriman ibunya.
Pian lebih suka ia bermain mobilan dari botol bekas tapi ada ibunya yang menemani dan mengejar ia dan mobilnya di belakang.
"Sssttt... sayang, tidak boleh melempar begitu mainan yang kamu punya. Kasian mama yang sudah bekerja keras untuk Pian, buat beli mainan Pian. Jadi Pian harus merawat pemberian dari mama atau pemberian dari siapapun." Nasehat Darmi.
Darmi membawa cucunya kedalam gendongan. Ia belumlah terlalu tua, dia baru berusia 45 tahun dan mampu bahkan sangat mampu untuk menggendong tubuh berisi Pian.
"Tapi Pian rindu, Mama."Balas Pian sesugukan.
Darmi mengangguk mengerti.
"Kita coba telepon mama lagi, ya. Kamu mau kan, sayang?"tanya Darmi lembut dan mendapat anggukan semangat dari Pian.
Lila memutus sepihak panggilan tadi tanpa berpamit pada anaknya membuat Pian menangis juga tadi. Dan sangat susah bagi Darmi untuk menenangkannya, untung saja ada dokter Hadi yang membantu menghentikan tangisan Pian.
"Kita telepon mama. Kamu jangan nangis lagi, ya, sayang!"
Pian mengangguk dan menghapus air matanya dengan punggung tangannya semangat.
Darmi tersenyum melihat Pian yang telah berhenti menangis dan binar sedih dan tersiksa dari sinar matanya telah berganti dengan binar bahagia dan semangat.
Darmi mendudukan kembali Pian ke kursi rodanya dan merogoh ponsel nokia jadulnya dalam saku roknya. Dengan lihay wanita paru baya itu mencari nomor Lila dan langsung menelponnya.
Darmi mendesah kecewa karena ponsel Lila tidak aktif. Darmi memandang kasian pada anak malang yang tengah mendongak antusias padanya. Menanti panggilannya di angkat oleh ibunya. Tapi sayang berulang kali Darmi mencoba, nomor ponsel Lila tetap berada di luar jangkuan.
"Maafkan nenek, sayang. Nomor mama kamu tidak aktif. Kita telpon coba nanti malam, ya."
Pian seketika menunduk sedih mendengar ucapan neneknya. Hatinya terasa sesak dan lagi air matanya mengalir dalam diam. Oh sungguh jiwa kecil itu begitu merindu akan sosok ibunya, bagaimana tidak! Karena sosok ibunya lah yang selalu menemaninya dan merawatnya dengan penuh kasih selama lima tahun berlalu tanpa ada sosok bapak yang selalu Pian harapkan tapi telah pergi begitu jauh dari ia dan mamanya.
Ayahnya telah berada di surga.
Itu kata mama dan neneknya...
****
Mike mengacak kasar rambutnya frustasi. Mamanya membuka luka masa lalunya. Menikah! Menikah! Menikah! Mike muak mendengar kata itu yang selalu mamanya lemparkan apabila wanita yang telah melahirkan ia mengundang ia ke rumahnya.
Dia tidak mau menikah! Titik ! Bukan tidak mau sama sekali tapi belum saatnya ia menikah sekarang. Hatinya masih sakit dan mungkin masihnya masih berharap dan terpaut pada wanita itu. Oh Tuhan! Terkutuk engaku menciptakan manusia dengan rasa kasih dan sayangnya yang harus untuk bagi dengan orang lain.
Apabila bisa memilih, Mike berharap ia tidak mempunyai hati dan perasaan. Dua hal itu membuat ia mati rasa di dunia yang fana ini.
"Arrggg! Sial! Aku melupakan Lila! Oh astaga..."Mike mendesah frustasi.
Dia lupa pada Lila. Apa yang sedang wanita itu lakukan sekarang. Semoga dia masih menunggu disana. Awas saja ia berani keluar tanpa ada yang mengawasi. Mike takut Lila kabur, otomatis ia akan rugi dan ia juga belum sempat mencicipi rasa Lila.
"Aku harus segera ke kantor."geram Mike marah pada dirinya sendiri.
Dengan cepat Mike memutar balik mobilnya menuju kearah kantor. Ia sebenarnya ingin langsung pulang ke appartement-nya, tapi ada Lila disana, ia harus segera menjemputnya. Dia takut wanita itu menipu dan kabur dengan uang yang telah wanita itu ambil sebanyak 30 puluh juta, cash!
Sedangkan di kantor Mike, Lila terlihat tengah berjalan cepat bahkan berlari secepat mungkin. Oh tuhan! Laki-laki di belakangnya mengejarnya. Kenapa dia mengejarnya? Lila tidak berbuat apa-apa ataupun mencuri. Terkutuklah ia yang panik dan menimbulkan rasa curiga dari orang itu.
Hupppp
"Ah, dapat kau"pekik suara itu girang.
Lila membeku ditempat. Jantungnya ingin meloncat keluar dari rongganya. Oh astaga! Bagaimana mungkin laki-laki tinggi kurus di belakangnya bisa menangkap ia dengan mudah?
"Hei...kenapa kamu berlari? Kamu terlihat sangat mencurigakan!"ucap laki-laki tinggi kurus itu dengan suara menyelidik. Laki-laki itu adalah Saka.
Lika masih terdiam membisu. Ia takut kalau laki-laki yang berada di belakangnya akan mengenalinya nanti. Ia harus bagaimana sekarang?
Lila menahan napasnya kuat.
Saka membalik tubuh Lila paksa. Saka penasaran, kostum dan pakaian Lila sangat berbeda dengan pekerja di kantor sahabatnya. Saka takut kalau perempuan mungil di depannya adalah mata-mata dan pengusup atau bisa saja teroris.
"Ah...jangan!"pekik Lila hsiteris dan dengan cepat Lila menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Saka memandang tajam mata Lila yang terlihat berkaca-kaca bahkan wajah wanita di depannya terlihat telah pucat. Siapa dia? Batin Saka bertanya.
"Singkirkan tanganmu! Aku ingin melihat wajahmu!"perintah Saka tajam dan tegas.
Lila menggeleng takut. Itu tidak mungkin! Ia tidak ingin laki-laki yang pernah menjadi gurunya tau bahwa ia adalah muridnya dulu. Lila juga sakit hati pada laki-laki di depannya dan memiliki dendam yang begitu besar pada lak-laki yang memandang tajam dan mengintimidasi dirinya saat ini.
"Jangan salahkan aku! Kalau aku berbuat kasar!"peringat Saka tajam.
Lila tetap menggeleng.
Saka dan Mike memiliki sifat yang sebelas dua belas. Mereka tumbuh bersama sedari kecil, sifat memaksa, arogant telah melekat di jiwa raga mereka.
"Auwhhh"rintih Lila sakit.
Saka menarik kasar kedua tangan Lila dan menguncinya kuat di depan perut Lila. Saka tertegun melihat Lila.
Saka membeku sekaligus mencoba mengingat-ngingat. Ia merasa familir dengan wajah perempuan di depannya.
Saka mencoba mengingat-ngingat dengan kuat sampai kepalanya terasa sedikit sakit. Mata Saka melebar setelah ia mengetahui siapa wanita di depannya.
Oh astaga! Wanita kecil dan menggemaskan dulu, telah berubah menjadi wanita yang terlihat dewasa dengan wajah sayu dan ke ibuannya. Saka tertegun melihatnya. Matanya memandang dalam pada manik mata Lila yang sebentar lagi akan mengeluarkan cairannya.
"Lila Nurjanah."bisik Saka pelan dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya sekarang.
Reflek Lila menjatuhkan dirinya dan berlutut di depan Saka, laki-laki yang ia kutuk dan laki-laki yang sangat amat dibencinya setelah laki-laki itu pastinya, Mike.
Karena Saka yang sadar, ada di tempat kejadian saat itu, bukannya menolongnya malah pergi membawa kabur Mike, meninggalkan Lila seorang diri di kaki gunung dalam keadaan sekarat 6 tahun yang lalu...
Tbc