Di sebuah club malam, khusus kalangan atas.
"Ayo minum lagi!!" seru Damian, sambil mengangkat gelas berisi wine ke hadapan Leon.
"Sudahlah hentikan! Aku tidak ingin mabuk. Aku tidak terbiasa minum sebanyak ini!" cetus Leon sambil menepis gelas dari hadapannya. Kedua bola matanya sudah memerah, rasanya tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan.
"Hei, tidak perlu khawatir! Kamu tinggal menyuruh supir untuk menjemputmu bukan?? Jadi, tunggu apalagi? Ayo bersulang untuk calon pengantin kita ini!" cetus Damian lagi.
"Iya betul itu! Ayo minum lagi!" seru Eric menambahkan.
"Ok ok baiklah. Tapi, kalau sampai terjadi sesuatu saat aku pulang nanti. Bertanggung jawablah! Jangan sampai membuat Michele menjadi janda sebelum waktunya!" cetus Leon yang ikut mengangkat gelas di genggaman tangannya dan langsung meneguk habis, isi gelas tersebut.
Leon mengembuskan napas dari mulutnya. Sudah tidak kuat. Kepalanya terasa semakin berat.
"Sudahlah! Aku akan pulang sekarang!" cetus Leon sambil meletakkan gelas di atas meja.
"Benar-benar tidak seru!" cetus Eric.
"Hei, aku tidak ingin membahayakan diriku sendiri! Aku harus tetap bernyawa sampai lusa nanti! Kalau tidak, kamu pikir, siapa yang akan berdiri di altar bersama Michelle??" ujar Leon seraya bangkit dari sofa.
"Tenang saja! Ada aku yang menggantikan mu!" seru Eric.
"Look at this bastard. I will kill you!" seru Leon.
"Uhh i'm scared!" seloroh Eric disertai tawa yang renyah.
"Hah... Sudahlah!" Leon melangkahkan kakinya dan berjalan sempoyongan.
Damian bergegas bangkit dan langsung merangkul bahu Leon.
"Ayo aku antar!" ucap Damian.
Damian menuntun jalan Leon dan membawanya ke dalam mobil miliknya. Lalu melaju dengan mobil tersebut dan membawa Leon ke kediamannya.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan. Mobil silver metalik memasuki gerbang hitam yang menjulang tinggi. Empat orang berseragam serba hitam, bergegas menutup pintu gerbang kembali dan pergi mengikuti mobil tersebut.
"Silahkan, Tuan Leon," ucap salah seorang penjaga yang membuka pintu mobil.
"Tolong bantu saya. Dia mabuk!" ujar Damian, yang merangkul tangan Leon di pundaknya. Penjaga pun ikut merangkul bahu Leon dan membawanya ke atas, ke dalam kamar.
"Sudah ya? Aku pulang!" cetus Damian, yang keluar dari dalam kamar dan langsung berpapasan dengan seorang gadis bertubuh mungil, dengan kulit putih serta bibir yang merah muda alami, rambutnya nampak panjang dan sedikit bergelombang. Kedua bola matanya sedikit besar dan dengan bulu mata yang lentik. Terlihat imut serta cantik.
Wanita tersebut nampak menundukkan kepalanya di hadapan Damian. Lalu berjalan masuk ke dalam kamar, yang terakhir kali Damian masuki dengan tumpukkan pakaian di tangannya.
"Apa dia pelayan baru? Manis dan imut sekali," gumam Damian, seraya meneruskan langkah kakinya dan berjalan pergi menuruni tangga.
Sementara itu, sosok wanita tadi yang bernama Kyra, nampak memasukkan pakaian ke dalam lemari pakaian Tuannya. Ia menata semua pakaian tersebut, serapi mungkin.
Tadinya, sang ibu lah yang seharusnya mengantarkan pakaian tersebut. Tetapi, karena sudah malam. Kyra pun menawarkan diri, untuk membantu.
Padahal biasanya, hal itu dilakukan di siang hari. Tapi, karena sibuknya hampir semua orang di seisi rumah pada siang harinya, untuk menyiapkan pesta pernikahan putra pertama dari keluarga ini, jadilah Ibu Kyra yang baru sempat mengerjakannya di malam hari.
Pakaian disusun dengan hati-hati oleh Kyra. Sebuah lengkung senyuman nampak di bibirnya. Karena cukup puas bisa berguna bagi sang ibu dan bisa sedikit membantu.
Pintu lemari ditutup. Kyra berbalik dan langsung melonjak kaget, saat seseorang dengan kemeja putih berdiri di hadapannya.
Tubuh yang tinggi semampai. Berkulit putih serta memiliki ujung mata yang lancip dan tajam. Penuh karisma dan yang jelas, dia tampan serta beraroma alkohol yang pekat. Membuat Kyra menutup hidung, saat laki-laki tersebut membungkukkan tubuhnya yang tinggi.
"Siapa kamu?? Pencuri??" tuduhnya.
Kyra menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"B-bukan. Saya...,"
Kyra membuka kelopak matanya lebar-lebar. Saat bibirnya yang merah muda alami, dikecup tanpa permisi.
Kyra mendorong tubuh tinggi tersebut dan membekap bibirnya sendiri. Ia segera melangkah pergi. Namun, tiba-tiba saja, gerakan kakinya terhenti.
Kyra menoleh dan mendapati tangan mungilnya yang tengah dicekal. Ia hendak melepaskan diri dan bukannya terlepas, laki-laki tersebut malah menarik tangan mungilnya dan merengkuh tubuhnya yang mungil.
Kyra berontak. Saat lehernya dikecup dengan ganas. Tak bisa terlepas. Tenaga laki-laki di hadapannya ini begitu kuat. Perlahan, laki-laki itu melangkah maju, sementara Kyra hanya dapat mundur teratur. Hingga sesuatu menahan langkah Kyra.
Sebuah tepi tempat tidur berukuran king size lah yang menahan kakinya. Kyra masih berusaha untuk melepaskan diri. Namun, tubuhnya malah dijatuhkan ke belakang, tepat di atas ranjang besar itu.
"Tolong jangan begini, Tuan. Lepaskan saya!" seru Kyra sebisanya.
Tak bisa lepas. Orang tersebut malah semakin menjadi-jadi. Ia bahkan memberikan beberapa kiss mark di leher Kyra. Kyra berusaha untuk berteriak. Namun, mulutnya malah dibungkam oleh bibir lelaki, yang telah terbuai oleh hasrat yang menggebu. Hingga rasa yang begitu menyakitkan di bawah sana Kyra rasakan.
Hancur dan hilang sudah. Apa yang terjaga selama sembilan belas tahun hidupnya. Padahal, ia sengaja menyusul sang ibu untuk membantu serta meneruskan jenjang pendidikannya. Tapi, ia malah berakhir di atas ranjang Tuannya sendiri, yang sedang di bawah pengaruh alkohol.
Setelah beberapa puluh menit berlalu.
Kyra menggigit ibu jari tangan kanannya. Tubuhnya yang tadi masih berpakaian lengkap. Hanya menyisakan sebuah selimut putih yang membalut tubuh mungilnya itu. Ia melirik ke arah samping tubuhnya. Laki-laki yang kini malah tertidur pulas tanpa dosa dan tanpa sehelai pakaian pun, yang membalut bagian atas tubuhnya tersebut.
Kyra mengusap kasar wajahnya sendiri. Ia nampak kebingungan setengah mati. Atas apa yang sudah terjadi.
Tangan mungilnya meraih pakaian miliknya di bawah tempat tidur. Kedua kakinya pun turun dari atas sana. Setelah itu, Kyra mengenakan pakaiannya tersebut dan pergi dari kamar Leon.
"Kamu darimana?? Kenapa lama sekali??" tanya Mirna, kepada putrinya, saat ia baru kembali ke dalam kamar.
Kyra menggelengkan kepalanya kuat-kuat sambil menekan-nekan kuku jemarinya sendiri.
"Kyra??" panggil Mirna lagi.
"Apa terjadi sesuatu? Apa kamu membuat kesalahan??" Pertanyaan yang Mirna layangkan dengan kelopak mata yang terbuka lebar.
Kyra menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya berhamburan ke dalam dekapan sang ibu.
"Ibu...," ucap Kyra diiringi isak tangis.
"Lho kenapa??" tanya Mirna yang keheranan melihat tingkah laku putrinya ini.
Mirna membawa Kyra ke atas tempat tidur mereka dan memberikan segelas air putih kepadanya. Kyra meneguk air tersebut hingga habis tak bersisa, lalu mencengkram gelas kosong di atas pangkuannya.
Mirna mengernyit keheranan. Ia semakin bingung dengan gelagat tak biasa, yang ditujukan oleh putrinya ini.
"Sebenarnya ada apa?? Ayo cerita!" desak Mirna.
Awalnya, Kyra seolah enggan untuk berbicara serta mengungkap hal apa yang baru terjadi tadi. Hingga desakan terus menerus, membuat sebuah pengakuan terucap dan Mirna tak sanggup membendung amarahnya.
"Astaga Kyra! Kenapa bisa jadi begini!? Dia itu calon suami orang dan sebentar lagi, dia akan menikah!" seru Mirna.