Apa Wanita yang Semalam Itu Kamu?

1126 Kata
Keesokkan harinya. Sepasang tangan kekar berotot, menyeruak keluar dari dalam selimut tebal berwarna putih. Lelaki dengan dengan sorot mata yang tajam pun ikut menyusul keluar dari dalam sana. Bagian atas tubuhnya yang polos, bergerak ke kanan dan kiri, untuk meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal dan kaku. Kedua telapak tangannya yang besar, mengusap wajahnya ke belakang, kemudian memalingkan wajahnya ke arah kanan dan melihat jam yang menempel pada dinding kamar, dengan ulasan cat berwarna abu-abu. Matanya yang tajam itu mengerjap. Guna memperjelas indra penglihatannya. "Jam tujuh," ucapnya kemudian sambil menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dahinya mengernyit heran. Saat melihat tubuhnya yang polos, bak seorang bayi yang baru dilahirkan. Ia bergeming. Memikirkan kembali, apa yang terjadi sebelumnya. Sontak kedua kelopak matanya terbuka lebar-lebar. Saat bayangan kejadian semalam berputar di dalam kepalanya. "Bukannya yang semalam cuma mimpi??" ucapnya yang bertanya-tanya sendiri. Karena mabuk, ia jadi tidak bisa membedakan mimpi dan juga kenyataan. Namun, saat melihat tubuhnya yang polos ini. Ia kembali berpikir, apa yang semalam benar-benar terjadi. Leonardo Harrison, lelaki yang kerap disapa Leon, mulai memalingkan wajahnya ke arah kiri dan mencari seseorang, yang sepertinya semalam telah membuatnya mencapai puncak kenikmatan. Namun, tidak ada. Seseorang itu tidaklah berada di sana. Hanya sebuah bercak berwarna merah lah yang tersisa. Jadi yang semalam benar-benar terjadi dan bahkan, kalau ia tidak salah menerka, wanita itu masih perawan. Hingga meninggalkan jejak tanda keperawanannya di ranjang miliknya ini. "Oh s**t!" Umpatan yang akhirnya keluar dari mulut lelaki berusia dua puluh sembilan tahun itu. Betapa bodohnya ia, karena telah menjamah tubuh seorang wanita sembarangan. Terlebih lagi, wanita tersebut masihlah murni dan belum tersentuh oleh pria manapun, selain dirinya. Leon bangkit dari tempat tidur dengan terburu-buru dan menarik seprai serta selimut, lalu membawanya ke dalam keranjang pakaian kotor, di dalam kamar mandi. Kini, iapun mulai membersihkan tubuhnya. Di bawah guyuran air shower. Lalu keluar dengan selembar handuk putih dan bergegas berpakaian. Leon yang telah berpakaian dan menata rambutnya dengan sedemikian rupa. Mulai keluar dari dalam kamar. Ia berjalan dengan langkah yang cepat menuruni tangga dan berakhir di ruang makan. "Ya ampun. Jam segini baru bangun. Padahal sebentar lagi mau menikah." sindiran yang diberikan oleh wanita berambut pendek dengan ulasan cat berwarna coklat pada rambutnya tersebut, demi menutupi warna rambut aslinya yang telah memutih. "I so sorry, Mom. Semalam Leon pulang larut, habis party dengan teman-teman," ucap Leon sambil menarik kursi dan ikut bergabung bersama dengan ayah, ibu dan juga adik perempuannya. "Pantas saja. Untungnya itu kamu, kalau sampai adik kamu yang begitu, awas saja!" ancam sang Mama sambil melirik ke arah wanita, yang tengah sibuk melahap sepotong sandwich di tangannya, masih cukup muda dan baru saja lulus SMA. "Nggak, Mom. Gimana juga mau bisa. dikawal terus sama bodyguard-nya Mommy," ucap Layla sambil melirik ke arah Leon kakaknya. Kini, Leon nampak menoleh sekilas pada pintu yang terhubung ke dapur dan mengernyitkan dahinya, saat melihat seorang gadis bertubuh mungil, yang sempat melihat ke arahnya, namun langsung menundukkan kepalanya dan pergi dari sana. Leon bergeming, sambil mengingat-ingat kembali, sosok wanita bertubuh mungil semalam, yang sudah ia kendalikan di bawah kungkungan tubuh kekarnya dan dengan cepat langsung menoleh ke arah sang Mama. "Mom? Apa kita punya pelayan baru di rumah ini???" tanya Leon penasaran. "Nothing." Jawaban singkat yang Leon terima dan masih belum juga menjawab rasa penasarannya. Sampai akhirnya, Leona ibu Leon kembali menatap putra sulungnya tersebut. "Oh iya, ada anaknya Mirna, yang ikut tinggal di sini. Dia dari desa. Inginnya sambil melanjutkan pendidikannya di sini. Dia baru saja lulus SMA." Sebuah pernyataan yang akhirnya dapat menjadi rasa keingintahuan Leon. "Siapa namanya??" tanya Leon. "Hm? Siapa ya? Mommy lupa." "Kyra, Kak," jawab Layla sambil mengunyah. "Kenapa? Suka ya... Udah mau nikah juga. Masih lirik-lirik perempuan lain!" cetus Layla. "Hei sembarangan! Mana ada!" elak Leon dengan cepat. Leon tak lagi mempedulikan sang adik dan sibuk menyantap sarapan paginya. Hingga sarapan usai. Leon yang hari ini memang sudah mengambil cuti, nampak berjalan menuju dapur dan mencari wanita yang mengalihkan perhatiannya tadi. Sepasang mata miliknya menyapu setiap sudut ruangan. Mencari-cari wanita yang sudah mengalihkan perhatiannya. Hingga seseorang yang baru saja keluar dari dalam toilet, langsung membeliakkan matanya, saat melihat lelaki bertubuh tinggi kekar di dekatnya saat ini. Kyra menundukkan kepalanya. Ia hendak melengos pergi. Namun, tangan Leon yang membentang, menghalangi jalannya. "Permisi, Tuan. S-saya mau pergi bantu ibu," ucap Kyra sambil menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap wajah laki-laki yang sudah melewatkan malam panas bersamanya semalam. Leon menelan salivanya sendiri. Ia meneliti. Memperhatikan Kyra dari atas hingga ke bawah. Hingga merasa seperti Dejavu dengan apa yang terjadi semalam. "Apa wanita yang semalam itu kamu??" tanya Leon kemudian. "Wanita apa, Tuan? Saya tidak mengerti," jawab Kyra sesopan mungkin. Sekalipun laki-laki dihadapannya ini, berlaku tidak sopan kepadanya semalam. "Wanita yang...," Leon menghentikan ucapannya. Ia mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling. Berusaha untuk tidak mengatakan hal, yang akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. "Kamu masuk ke dalam kamarku bukan? Dan semalam, kita melakukan hal 'itu'?" tutur Leon, yang membuat Kyra mengigit bibir bawahnya. Inginnya mengatakan iya. Tapi, ibunya sudah memperingatkannya untuk menjauhi laki-laki, yang akan segera menikah ini. "Sepertinya, Tuan salah orang. Maaf saya permisi dulu," ucap Kyra yang melirik sekilas kepada Leon dan menundukkan kepalanya, untuk meloloskan diri, dari tangan Leon yang membentang. Leon hendak kembali mengejar. Namun, seseorang yang baru saja datang ke dapur, langsung menghentikan langkahnya. "Hayo... Kakak mau kemana? Tuh kan bener. Suka ya sama Kyra? Inget Kak Michelle, Kak! Mau nikah lho, kakak," peringat sang adik, Layla. "Apa sih!" ucap Leon yang langsung pergi. Namun bukan mengejar Kyra dan malah kembali ke kamarnya. Di dalam kamar. Leon berusaha untuk menghubungi nomor calon istrinya, Michelle. Sejenak mengalihkan perhatiannya dari wanita asing dan beralih kepada calon istrinya sendiri. Dering nyaring terdengar dari ponsel di sebuah kamar apartemen. Seorang lelaki nampak meraih ponsel dari atas nakas dan melihat nama siapa yang tertera di sana. Sunggingan bibir ia lakukan dan ia pun langsung mengguncang tubuh wanita, yang hanya berbalut selimut putih, yang turut membalut tubuhnya juga yang sama-sama polos. "Wake up, Honey. Leon menelepon," ucap laki-laki tersebut. "Apa sih! Aku masih ngantuk! Udah matiin aja teleponnya nggak usah diangkat!" seru Michelle. "Ok baiklah." Panggilan berakhir dan ponsel pun dinonaktifkan. Laki-laki tersebut mulai melingkarkan tangannya pada tubuh Michelle dan mengecup tengkuk lehernya. "Awas ah! Kamu mau apa!" seru Michelle jengkel dan langsung menoleh ke arah belakang. "Mau kamu. Yuk sekali lagi!" serunya yang langsung menerkam mangsanya. Sementara itu di balkon kamar Leon. Leon nampak menghela napas sambil memperhatikan ponsel di genggaman tangannya. "Ponselnya mati. Apa baterainya habis?" ucap Leon bermonolog. Leon mengedarkan pandangannya ke bawah dan menemukan sosok, yang sudah berhasil mengalihkan perhatiannya. Leon berbalik. Ia berjalan cepat ke lantai bawah dan pergi menemui wanita, yang sedang sibuk menyirami tanaman di halaman. "Ayo kita bicara sebentar!" ajak Leon sambil menarik lengan Kyra yang mungil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN