Kamu Unik Ya?

1704 Kata
Leon bangkit dan duduk pada tempat tidur. Sunggingan bibir dan tawa kecil yang renyah tiba-tiba saja ia lakukan. "Kenapa?? Apa kamu menyukaiku hm? Jangan bermimpi terlalu tinggi. Meskipun kita tinggal satu atap, Aku tidak akan pernah menyukai wanita sepertimu!" cetus Leon sambil meraih pakaian yang disiapkan oleh Kyra tadi. Kyra geram. Ia muak dengan keangkuhan dari laki-laki, yang bisanya mempermainkan hidupnya ini. Tadinya, ia ingin berteriak saja rasanya dan memaki laki-laki sombong, yang terlalu percaya diri ini. Namun, ia kembali teringat, akan hal yang akan Leon berikan kepadanya. Sebuah kesempatan untuk mendapatkan gelar sarjana, dengan begitu, Kyra bisa mencari pekerjaan dan mensejahterakan kehidupan ia serta ibunya, lalu keluar dari tempat yang sudah seperti neraka ini. "Aku juga tidak suka. Aku cuma mau kuliah. Mau memiliki pekerjaan dan hidup bersama ibuku nanti." Leon yang sedang membuka handuk yang membungkus tubuhnya dan mengenakan pakaian, nampak menyunggingkan senyumnya dan berkata, "Baguslah. Aku harap, bisa secepatnya kamu lakukan. Karena saat aku menemukan pengantinku, aku ingin kita tidak lagi memiliki hubungan apapun dan bahkan, melihat kamu di sini." Kyra menelan getir salivanya. "Iya. Tenang saja. Aku juga berharap begitu," ucap Kyra yang kini merebahkan tubuhnya dan membelakangi Leon. Beberapa minggu setelahnya. "Leon, berangkatlah bersama Layla dan istrimu. Antarkan mereka ke kampusnya ya?" ujaran kata yang Hans ucapkan sambil memberikan kunci mobil. "Baiklah. Setidaknya, harus ada yang segan mendekati gadis kecil ini," ujar Leon sambil melirik terhadap Layla adiknya. Layla sudah merasakan hawa yang tidak enak. Sepertinya, kakaknya yang posesif ini, akan kembali memantaunya seperti saat SMA. Kadangkala, ia merasa benci memiliki kakak laki-laki. Karena merasa terkekang dan tidak bebas untuk melakukan segala hal yang ia ingin lakukan. Tapi mungkin, setelah ada kakak iparnya, kakaknya yang posesif ini akan sedikit saja melunak. Leon berjalan masuk lebih dulu ke dalam mobil. Disusul dengan Layla yang duduk di kursi belakang bersama dengan Kyra. "Kenapa duduk di belakang? Memangnya, kamu kira kakak ini seorang supir??" tegur Leon sambil melirik sinis melalui kaca di atas kepalanya dan lirikan itu ia tujukan kepada Layla. Layla terdengar berkasak-kusuk di kursi belakang. Hingga Leon mendengar suara pintu mobil yang dibuka dan Kyra lah yang masuk ke dalam mobil, tepat di sisinya. Sebuah lirikan sinis Kyra dapatkan. Rasanya, ia tidak melakukan kesalahan. Kenapa Leon menatapnya seperti ini? "Apa ada yang menyuruhmu untuk duduk di sini??" cecar Leon. "Oh itu... Layla yang...," "Kembali ke belakang!" perintah Leon tanpa menunggu Kyra selesai bicara. Kyra berdengus kesal. Ia kembali turun dari mobil dan pergi kembali ke kursi belakang. "Layla cepatlah! Kalau kamu tidak bergegas, kita akan terlambat!" cetus Leon. Layla awalnya terlihat bingung. Namun dari cara sang kakak yang menyuruh kakak iparnya ini untuk pindah, agaknya, ialah yang sebenarnya diberi titah, untuk duduk di kursi depan. Layla pun keluar dari kursi belakang dan duduk di samping kakaknya. Lalu setelah itu, mobil pun melaju tanpa harus berseteru dengan kakaknya lebih dulu. "Kak? Bukannya Kyra yang harusnya duduk di sini???" tanya Layla yang sudah sedari tadi menyimpan rasa penasarannya yang tinggi. "Atas dasar apa??" tanya balik Leon dengan mata yang hanya terfokus ke jalanan. Layla mengernyit keheranan. Sementara Kyra yang duduk di belakang, hanya menatap keluar kaca mobil. Sungguh aneh pasangan suami istri ini pikir Layla. Dibandingkan dengan pasangan. Mereka lebih terlihat seperti musuh saja. "Ingat, peraturannya masih sama!" cetus Leon yang mengalihkan pembicaraan dan lebih terfokus kepada adiknya yang sudah beranjak dewasa. Namun baginya masihlah seorang anak remaja. "Peraturan apa?" tanya Layla kebingungan. "Tidak boleh menjalin hubungan dengan laki-laki. Apalagi, pergi berduaan saja." "Kakkkk. Layla bukan anak kecil lagi. Sudah sembilan belas tahun lho, kak. Sudah kuliah. Masa masih tidak boleh juga?? Kakak nggak asik nih!" keluh Layla dengan raut wajah sebal. "Hey, kamu tidak tahu saja. Laki-laki di luar sana itu banyak sekali yang brengsekk!" seru Leon. Kyra menyunggingkan senyumnya. Lelaki yang tidak pernah bercermin. Kenapa harus memberi contoh laki-laki di luaran, bila ia sendiri pun sama saja. Ataukah karena ia sadar, seperti apa kelakuannya dan menyebabkan ia menjadi waspada serta posesif terhadap adiknya ini?? "Ya tapi kan nggak semua!" keluh Layla lagi. "Sekali tidak tetap tidak. Kamu harus mendengarkan kata-kata kakak." Layla berdengus kesal. Kakak laki-laki satu-satunya yang begitu menyebalkan dan untungnya juga hanya ada satu. Tidak terbayang, bila ia memiliki Kakak yang posesif seperti ini lebih dari satu orang. "Sudah sampai. Ayo turun. Oh iya, setelah selesai, langsung pulang," perintah Leon kepada Layla yang memasang raut wajah kesal. "Iya kak!" balas Layla ketus. Layla turun dari mobil dengan Kyra juga. Setelah keduanya berdiri berdampingan, barulah Leon kembali melaju dengan mobilnya. "Ingat, jangan pergi kemanapun. Langsung pulang!" peringat Leon lagi. "Ck! Iya kakak!!" seru Layla. Mobil berputar dan kembali melaju pergi. Layla menghela napas dan menoleh kepada Kyra. "Kakakku nyebelin kan??" ucap Layla. Kyra tersenyum tipis dan mengiyakan ucapan Layla. "Iya." "Ya udah yuk masuk!" ajak Layla. Di dalam ruangan kelas. Kyra memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Sebuah senyuman nampak di bibirnya. Akhirnya, ia bisa berada di situasi ini. Bisa berkuliah. Meskipun, dengan cara yang tidak pernah ia sangka-sangka, yaitu menikahi anak dari majikan ibunya. Tapi, apa pedulinya. Menikah atau tidak pun rasanya sama saja, yang penting, ia bisa berkuliah seperti sekarang ini. Saat jam istirahat di kantin. Kyra dan Layla tengah memakan camilan pada kursi di bawah pepohonan. Layla nampak memperhatikan Kyra, yang malah mengeluarkan sebuah kotak bekal. "Kamu bawa bekal??" tanya Layla. Kyra mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Dari sekolah dasar, aku pasti selalu bawa bekal." "Emangnya, kakak nggak kasih kamu uang jajan??" "Hm? Kasih kok. Tapi lebih baik ditabung kan. Lagian, pasti makanan di sini mahal-mahal. Sayang kan uangnya. Kalau ditabung, pasti dapatnya lumayan." "Astaga Kyra. Hidup ini cuma satu kali lho. Kenapa nggak dinikmati sih??" Kyra tersenyum sambil memasukkan suapan ke dalam mulutnya. "Kita ini beda. Hidup kamu sudah terjamin. Kalau aku harus kerja keras dulu, untuk dapat semua hal yang aku mau." "Tapi kan ada Kak Leon. Dia pasti jamin hidup kamu. Kenapa masih harus berhemat juga??" "Aku tidak mau bergantung kepada orang lain. Kita nggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti. Jadi, jaga-jaga itu perlu. Jangan terlalu terbuai dan tahu diri juga harus. Dan lagi, aku sama kakak kamu yang tidak sedekat itu kok." "Jangan-jangan marriage agreement ya?! Kamu sama kakak, nggak benar-benar jadi pasangan??" ucap Layla dengan suara berbisik. Kyra mengangguk dengan senyuman kaku di bibirnya. "Ya begitulah. Siapa sih yang mau sama seorang anak pelayan seperti aku ini. Apalagi, orang yang seperti kakak kamu." Layla mengembuskan napas panjang dan berkata, "Kakak itu memang suka seenaknya kok. Udah nggak usah pikirin kakak lagi. Kita puaskan masa remaja kita di sini. Cari cowok-cowok yang ganteng dan keren. Aku nggak akan bilang siapa-siapa kok, tentang kamu dan kakakku. Pokoknya, kita seneng-seneng aja." "Iya. Kamu benar. Kita senang-senang ya? Aku juga capek, harus selalu diinjak-injak. Aku juga mau melakukan hal yang aku suka. Seperti yang kamu bilang, kita harus menikmati hidup yang cuma satu kali ini." "Nah gitu dong. Bagus! Pokoknya kita incar kakak tingkat di sini ya!" seru Layla disertai tawa yang renyah dan rupanya, menarik perhatian orang sekitar, terlebih orang yang duduk tidak jauh dari meja mereka. "Hai, boleh kenalan??" tanya seorang lelaki dengan dua kawannya yang lain, yang merupakan kakak tingkat Layla dan Kyra. Layla tersenyum malu-malu dan menerima dengan tangan terbuka, perkenalan kakak tingkatnya ini. Kyra nampak sibuk menyuap makanan ke mulutnya, saat para lelaki sibuk mengelilingi Layla. Bagaimana tidak, Layla begitu cantik dengan rambut panjangnya yang lurus, belum lagi bentuk tubuhnya yang bagus. Kyra tak menyadari, bila ada satu diantara lelaki yang sibuk dengan Layla, sedang memperhatikannya. "Siapa nama kamu??" tanya lelaki itu sambil tersenyum ramah. Kyra melirik sekilas ke arah lelaki tersebut, sebelum akhirnya menoleh kepada Layla yang sedang sibuk mengobrol dan juga menoleh ke arah lainnya, untuk memastikan, bila lelaki yang duduk di dekatnya ini, memang sedang bicara kepadanya. "Kakak bicara dengan aku?" tanya Kyra untuk memastikan. Lelaki itu pun tersenyum sambil mengangguk pelan. "Iya. Memangnya, kamu kira, aku bicara dengan siapa??" "Aku... Aku Kyra. Namaku Kyra." "Aku Juan," ucap lelaki tadi, sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Kyra dan langsung disambut baik oleh Kyra sendiri. Wanita yang unik pikir Juan. Penampilannya terlihat berbeda dari para mahasiswi pada umumnya, yang berpenampilan modis. Ia malah terkesan unik dengan penampilan bergaya vintage. Belum lagi, dengan begitu cuek menyantap makanan dari sebuah kotak bekal. "Kamu unik ya?" ucap Juan kemudian. Kyra mengernyit heran dan hanya tersenyum saja, saat dirinya dikatakan unik. Siang menjelang sore. Di dalam mobil dengan Kyra dan Layla yang berada di kursi belakang, sementara di kursi kemudi ada supir yang menjemput mereka berdua dari kampusnya. "Cieee... Dipandangin terus sih. Siapa tadi yang kasih? Kak Juan ya?" ucap Layla kepada Kyra yang tengah tertegun sambil menatap setangkai bunga, yang berada di genggaman tangannya. "Iya," balas Kyra sambil tersenyum tipis. "Aku iri deh. Baru juga kenalan udah langsung dikasih bunga. Jangan-jangan Kak Juan itu naksir kamu lagi!" seru Layla. "Nggak mungkin. Lagian ini cuma bunga aja." "Kok cuma sih?? Kalau udah sampai dikasih bunga itu bukan cuma lagi namanya. Hari ini bunga. Besok nggak tahu deh apalagi." Kyra tak membalas perkataan Layla lagi. Ia lebih memilih untuk bungkam, sambil kembali memandangi bunga di tangannya. Baru kali ini diberi hal seperti ini. Tapi, ia tidak mau besar kepala juga, untuk hal yang terhitung sepele menurutnya. Di dalam kamar. Setelah Kyra sampai di rumah. Kyra meletakkan tas dan juga bunga di atas meja. Ia mengikat rambut panjangnya dan keluar dari dalam kamar, untuk membantu ibunya di dapur. Beberapa puluh menit setelahnya. Leon yang baru pulang bekerja langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Hembusan napas kasar ia lakukan. Leon kembali bangkit dan mengedarkan pandangan matanya ke penjuru ruangan. Guna mencari orang yang bisa ia perintahkan untuk memijat tubuhnya. "Dia pergi kemana," gumam Leon seraya bangkit dari atas ranjang dan melepaskan kancing kemejanya putih, yang melekat di tubuhnya satu persatu. Baru akan pergi ke kamar mandi. Sesuatu di atas meja, nampak menarik perhatiannya. Leon mendekat perlahan dan meraih sesuatu dari atas meja, yang berwarna merah, hanya ada satu tangkai dan terlihat masih segar. Pintu kamar tiba-tiba saja terbuka dan Kyra muncul dari balik pintunya. Sontak Leon menoleh dan menatap wanita, yang tertegun saat melihat benda miliknya digenggam oleh Leon. "Ini bunga darimana??? Kenapa berada di sini??" pertanyaan yang Leon ajukan sambil mengacung benda di tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN