Keesokan harinya Lila menyempatkan diri menjenguk kakek Bara yang ternyata di rawat di rumah sakit tempatnya bekerja.
"Hai, La. " Sapa Bara yang ternyata berada di ruangan kakeknya di rawat. Laki-laki itu sendirian. Tidak ada keluarganya yang lain.
"Hai." Balas Lila. "Gimana keadaan kakek kamu? "
"Masih belum sadar. "
Lila mendekat ke ranjang dimana Anan Murtopo berbaring. "Kalau boleh tau kejadiannya gimana? "
Bara pun menceritakan kronologi kakeknya jatuh di kamar mandi sampai akhirnya sampai di rumah sakit.
"La, ak-"
"Lila. Kamu disini? "
Suara ibu Bara memotong perkataan yang akan di ucapkan Bara pada Lila.
"Tante." Gumam Lila.
"Tante senang lihat kamu disini. " Wanita itu sepertinya baru datang.
"Bara, kamu sekarang bisa pulang. Biar mama yang jaga kakek. "
Berarti semalam Bara menunggui kakeknya di rumah sakit.
Laki-laki itu hanya mengangguk kaku.
Lila tidak lama menjenguk kakek Bara sebab ia harus kembali bekerja. Menjelang jam maka siang Lila mendapat pesan dari Bara yang mengajaknya untuk makan malam.
Lila bingung harus menerimanya atau tidak. Sebenarnya ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan tentang perjodohan mereka. Tapi apakah pantas membicarakannya disaat kakeknya sedang di rawat di rumah sakit?
Ajakan makan malam di batalkan dua jam setelah laki-laki itu mengirimkan pesannya pada Lila.
Lila tidak masalah dengan pembatalan itu. Dia juga awalnya ragu menerima ajakan makan malam dari Bara.
***
Sesampainya di apartemen Lila terkejut saat melihat mamanya di sana. Tumben sekali ibunya itu tidak mengabari jika ingin datang ke apartemen.
"Mama kok nggak kasih kabar kalau mau kesini? " Tanya Lila.
"Memangnya mama kalau mau kesini harus laporan dulu sama kamu."
"Nggak gitu, ma. Takutnya aku masih di rumah sakit. "
"Sana ganti baju. Mama siapin makan malam buat kamu. Tadi mama bawa makanan buat kamu. "
"Makanan yang kemarin mama bawa juga belum aku habisin. "
"Sudah sana mandi. "
"Iya-iya."
Didalam kamar mandi pun Lila masih bertanya-tanya sebenarnya ada apa sampai ibunya datang ke apartemen malam begini? Dan tidak memberi kabar sebelumnya.
Apakah ibunya sedang bertengkar dengan ayahnya? Tapi tidak mungkin. Mama dan papanya adalah orang tua yang jarang sekali bertengkar. Apalagi didepan anak-anaknya. Biasanya cuma perang dingin.
Apakah bertengkar dengan kakaknya? Setahunnya Lana mirip dengan ayahnya. Meilin mengalah daripada terlihat pertengkaran.
Atau dengan kakek? Tapi seingat Lila, mamanya sangat menyayangi kakek dan selalu patuh dengan perintah laki-laki tua itu.
"Makan yang banyak. Jangan sampai sakit, " Ucap mama yang memandang Lila menyantap makanan.
"Mama kok nggak makan? " Tanya Lila dengan mulut penuh nasi.
"Mama udah makan tadi di rumah. "
"Oh." Lila kembali menyantap makanannya sampai habis.
"Kenyang, ma. Masakan mama emang nggak ada duanya. " Puji Lila.
"Kalau kamu tinggal di rumah tiap hari kamu bisa makan masakan mama. "
"Mama kan tau jarak rumah ke rumah sakit lumayan jauh. "
"Iya, mama tau, sayang. "
Lila lalu menandaskan minumannya yang tinggal sedikit.
"Mama mau ngomong sama kamu. "
Ini adalah yang di tunggu-tunggu oleh Lila. Alasan kenapa mamanya datang kemari. Tidak mungkin mamanya kemari malam hari tanpa alasan.
"Ngomong aja, ma. " Lila bersikap seperti biasa, padahal penasaran.
"Bagaimana hubungan kamu sama Bara? "
"Biasa aja, ma. " Jadi alasan mamanya datang ke apartemennya adalah Bara.
"Kemarin kamu datang ke acara ulang tahun ayahnya Bara? "
"Iya. Bara yang ngajak. Darimana mama tau? "
"Apa kamu suka sama Bara? "
Bukannya di jawab malah di kasih pertanyaan lain.
Tentu saja Lila menyukainya. Bahkan sudah sejak dari dulu. Tapi ia tidak punya keberanian untuk mengakui hal itu didepan ibunya.
"Mungkin nanti kamu bisa mencintai Bara. Cinta bisa datang karena terbiasa. "
Lila sering mendengar kalimat seperti itu tapi apakah itu berlaku pada Bara? Bisakah laki-laki itu melihatnya tanpa melihat wanita lain.
"Sebenarnya mama mau ngomong apa? " Lila tidak suka ibunya berputar-putar. Pastinya ada hal lain yang ingin di sampaikan ibunya.
Terdengar Ira menghela nafas panjang.
"Tadi bu Tania, maksudnya mamanya Bara nemuin mama. Dia bilang, dia ingin kamu dan Bara segera menikah. "
"Apaaa??? " Pekik Lila terkejut.
"Mama tau kamu pastinya terkejut. Mama tadi juga sama terkejutnya saat mendengar ini. Mama sebenarnya tidak masalah kamu menolak atau meneruskan perjodohan ini. Tapi mama juga ingin melihat kamu menikah dan hidup bahagia. Meski sangat ingin, mama tetap ingin melihat kamu bahagia menjalani kehidupan kamu. Tapi dalam hal ini ada kakek. Kakek ingin menjodohkan kamu dengan Bara. Dan pak Anan ingin melihat kamu menikah dengan Bara. "
"Sebelum jatuh di kamar mandi dan masuk rumah sakit pak Anan pernah berkata pada bu Tania kalau dia ingin sekali melihat Bara menikah dengan kamu. Pak Anan selalu bilang kalau umurnya nggak akan panjang lagi. Selagi dia masih di kasih kesempatan hidup dia ingin melihat kamu menikah sama Bara. "
Penjelasan ibunya membuat Lila tidak bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar bingung sekarang.
Kalau saja Bara menerima perjodohan ini tanpa ada Hera di sisi-Nya, dia akan dengan senang hati menikah dengan laki-laki itu.
Bisa menikah dengan laki-laki yang ia sukai sejak remaja adalah sebuah keajaiban dalam hidup Lila. Masalahnya sekarang laki-laki itu mencintai wanita lain. Kalaupun memaksakan pernikahan pastinya akan ada hati yang terluka.
"Ibu Bara, ingin kamu menikah dengan Bara secepatnya. Dia merasa hidup ayahnya nggak akan lama lagi. Selagi ayahnya masih hidup bu Tania ingin mewujudkan keinginan laki-laki tua itu. "
Lila masih diam. Tak tahu harus merespon seperti apa.
***
Malam ini hujan turun dengan derasnya. Shift Lila akan berakhir sebentar lagi. Dia akan pulang setelah dokter penggantinya datang.
"Hujannya deras sekali, " Kata seorang perempuan berkacamata. Dia adalah dokter yang akan mengantikan Lila setelah jam kerjanya usai.
"Iya, hujannya deras. " Lila menoleh sekilas pada teman kerjanya kemudian kembali lagi menatap keluar jendela rumah sakit.
"Dokter Lila mau pulang sekarang? "
"Hujannya terlalu deras. Saya mau nunggu agak reda saja. "
"Itu lebih baik. Dokter mau kopi? Sekalian saya buatkan. "
"Teh saja. "
"Oke."
Hampir setengah jam Lila menunggu sampai hujannya agak reda. Lila akhirnya memutuskan untuk pulang. Perjalanan pulang biasanya tidak sampai setengah jam malam ini hampir memakan waktu hampir satu jam lebih karena macet.
Lila menghentikan langkahnya setelah keluar dari lift yang membawanya ke lantai gedung unitnya. Ia menatap laki-laki yang berdiri didepan unitnya. Dan laki-laki itu adalah Bara. Tapi kenapa laki-laki itu ada disini? Kalaupun ada perlu dengannya Bara bisa menghubunginya. Ah, sial... Lila lupa kalau baterainya habis daya.
"Bara." Panggil Lila yang sudah mendekat pada Bara yang berdiri didepan unit tempat tinggalnya.
"Lila." Laki-laki itu tersenyum. "Kamu datang. "
"Aku baru pulang kerja. Kamu ngapain disini? "
"Aku ada perlu sama kamu. Tadi aku coba hubungi nomer kamu tapi nggak aktif. "
"HP aku mati. Baterainya habis. Kamu sudah lama disini? "
Laki-laki itu menggeleng. Tapi entah kenapa Lila merasa kalau Bara sudah menunggunya cukup lama.
"Lebih baik kita masuk. " Lila berniat membuka pintu apartemennya. "Kamu pasti udah lama nunggu aku, kan? "
"Lila."
"Ya?" Lila sibuk menekan password pintu apartemennya.
"Ayo kita menikah. "
Tinggal satu angka terakhir yang harus Lila tekan untuk bisa membuka pintu apartemen. Namun kegiatan itu tidak bisa terlaksana sebab Lila langsung menoleh kearah laki-laki yang berdiri disebelahnya. Ucapan Bara sangat mengejutkan seperti petir di siang hari.
"Ayo kita menikah. " Ulang Bara.
Sekarang Lila pasti terlihat seperti orang bodoh karena hanya bisa diam tanpa bisa merespon apa-apa. Ucapan Bara benar-benar membuatnya terkejut. Atau jangan-jangan laki-laki itu hanya mengerjainya.
"Ayo kita menikah Kalila Dinanti."
Kalau sudah sampai tiga kali seperti ini rasanya tidak mungkin ini hanya sebuah lelucon. Tapi sekarang Lila benar-benar bingung harus merespon seperti apa???