Seminggu kemarin Lila mendapat undangan makan siang dari Bara. Dan yang mengejutkan hari ini Lila mendapatkan pesan lagi dari lelaki itu untuk menghadiri ulang tahun kakak iparnya.
Seminggu ini Lila sering mendapatkan kiriman pesan dari Bara namun jarang ia balas. Lelaki itu pun sesekali menelponnya. Jujur Lila agak baper dengan perhatian-perhatian lelaki itu. Tapi sebisa mungkin dia mengingatkan diri jika semua itu Bara lakukan untuk menyenangkan keluarganya.
"Aku bingung harus gimana?" Ucap Lila pada Dian.
"Kalau kamu nggak mau datang. Bilang aja kalau sibuk. " Dian memberi solusi.
Pagi ini Dian memaksa Lila membelikannya rujak buah yang ada di dekat apartemennya. Lila pun mengiyakan.
"Sayangnya hari itu aku libur. "
"Berarti tandanya kamu harus datang. "
"Aku nggak tau." Lila menggelengkan kepala pelan.
"Nih, makan rujaknya. " Dian menggeser piring berisi irisan buah yang sudah di siram bumbu rujak ke depan Lila . "Biar mata kamu melek, pikiran kau juga, jadinya kamu bisa mikir. "
"Aku nggak mau. Aku butuh solusi, Yan. "
Dian menarik piring berisi rujak itu ke hadapannya lagi.
"Itu terserah kamu, La. Lagian kenapa, sih, kamu nggak mau ikut? Emangnya kamu nggak setuju sama perjodohan kalian? Bukannya kamu suka sama Bara sejak dulu."
Ya, Lila memang menyukai Bara tapi masalahnya lelaki itu mempunyai kekasih.
"Seharusnya dari awal aku harus jujur sama kamu. "
Di tempatnya Dian mendengarkan dengan sesekali menyuapkan buah kedalam mulutnya.
"Kamu udah nggak suka sama Bara. " Tebak Dian dengan mulut yang penuh buah.
Lila menggeleng lagi.
"Dia. Maksud Bara sudah punya pacar. "
"Whaaattt? Dia udah punya pacar? "
"Iya. Dan pacarnya itu orang yang sama. "
"Orang yang sama, maksudnya? "
"Pacar Bara itu Hera. "
"Hera teman SMA kita dulu?"
"Iya. "
"Astaga... Kamu tau dari mana? "
"Aku pernah lihat mereka di rumah sakit beberapa kali. Sepertinya Bara nemenin Hera soalnya ibu Hera sedang sakit. "
"Kamu yakin mereka pacaran? Maksud aku siapa tau mereka udah putus. Ditambah lagi Bara nerima perjodohan diantara kalian. "
"Mana ada mantan pacar yang merangkul lengan mantan pacarnya dengan mesra." Lila miris mengingat hal itu. "Bisa aja dia nerima perjodohan ini karena keluarganya. "
"Iya, juga, sih.
"Terus hubungan kalian gimana?"
"Nggak gimana-gimana. Ya, gitu aja."
"Dia nggak pernah ngajak kamu jalan, kirim pesan atau telepon? "
"Seminggu yang lalu dia ngajak aku makan siang. Dia sering kirim pesan juga tapi jarang aku balas. Sesekali juga telepon tapi jarang juga aku angkat. "
"Kenapa? Bukannya dia ada effort untuk deketin kamu. "
"Aku nggak yakin aja dia deketin aku karena dia tertarik sama aku. Dia masih punya pacar, pastinya dia deketin aku karena cuma pengen nyenengin orang tuanya. Terlebih kakeknya."
"Kalau keadaannya di balik? Maksud aku, dia beneran tertarik sama kamu. "
"Itu nggak mungkin, Yan. Dia menyukai Hera. Mana Ada laki-laki yang mau di jodohkan dengan wanita lain kalau masih punya pacar. Alasan terbesar pastinya karena di paksa keluarganya. "
"Hubungan karena paksaan nggak akan berjalan lancar, La. "
"Iya, aku tau. "
"Kamu bisa nolak perjodohan ini. "
"Dan buat kecewa kakek dan keluarga aku? "
"Terus gimana sama kamu sendiri? Kalau kamu nerusin perjodohan ini nanti kamu yang akan terluka. "
Yang dikatakan Dian memang benar.
"Aku sendiri nggak tau, Yan, harus gimana? Aku nggak bisa buat keluargaku kecewa. Apalagi kakek yang sudah tua dan mengharapkan perjodohan ini bisa berhasil. Kalaupun yang harus membatalkan pertunangan ini adalah Bara. Dia yang mempunyai alasan kuat. "
"Kalau dia nggak mau? "
"Aku ngga tau. "
"Kamu sudah bicara sama Bara? "
"Bicara soal apa?"
"Ya, soal kalian. "
"Ngomong sama dia kalau aku nggak setuju dengan perjodohan kami? "
"Bukan kamu aja yang ngomong, La. Tapi kalian. Kamu dan Bara harus bicara soal ini. Apakah kalian setuju dengan rencana perjodohan yang di lakukan keluarga kalian. Kalau kalian sama-sama setuju, ya, lanjut. Kalau nggak, ya, diakhiri saja. Tapi menurut aku mending di batalkan saja soalnya Bara udah punya pacar. "
Seharusnya pendapat Dian benar. Tapi... Lila takut jika dia bicara dengan Barat, jawaban laki-laki itu hanya akan menyakiti perasaannya. Laki-laki itu pasti terpaksa menerima perjodohan ini.
Dan jika kenyataannya memang seperti itu, meski sakit Lila harus menerima. Tapi yang lebih sakit adalah melihat keluarganya kecewa.
"Kalau harus di akhiri para orang tua akan kecewa, Yan. "
"Itu sudah resiko, La. Dari pada kamu nggak bahagia. Mungkin awalnya mereka akan kecewa tapi seiring berjalannya waktu mereka akan mengerti. "
Semoga. Dan Lila butuh waktu untuk berpikir, melakukannya atau tidak.
***
Lila menolak tawaran Bara yang akan menjemputnya untuk datang ke acara ulang tahun kakak iparnya yang diadakan diadakan di rumah orang tuanya.
Selain tidak ingin merepotkan Bara, Lila juga menghindari kecanggungan diantara mereka saat berada dalam satu mobil.
Meski sudah di tolak berulang kali ternyata Bara tidak menyerah untuk membujuk. Sampai akhirnya Lila menyerah dan menerima tawaran calon jodohnya itu.
Jam lima lebih Bara datang ke apartemennya. Kalau di pikir lelaki itu datangnya terlalu awal untuk jadwal makan malam. Sebelumya Bara sudah memberitahunya jika dia ingin mampir ke apartemen Lila dulu sebelum mereka berangkat untuk makan malam.
Tahu akan kedatangan tamu membuat Lila membersihkan apartemennya. Meski tempat tinggalnya tidak seperti kandang ayam tetapi tetap harus di bersihkan.
"Hai, " Sapa Bara kemudian menyodorkan sebuah buket bunga.
Manis sekali. Seumur hidup ini adalah kali pertama Lila mendapat hadiah bunga dari seseorang.
"Hai." Lila kemudian mengambil buket bunga itu lalu menghidunya. "Terima kasih untuk bunganya. Oia, Silakan masuk. " Lila melebarkan pintu agar Bara bisa masuk ke tempat tinggalnya.
Setelah di persilahkan Bara memasuki tempat tinggal Lila yang ukurannya tidak terlalu besar. Berbeda sekali dengan apartemennya yang sangat besar. Ia lalu duduk di sofa yang ada di ruang tamu itu.
"Mau minum apa? " Tanya Lila
"Nggak usah, Lila." Tolak Bara. " Nggak usah repot-repot. "
"Nggak ngerepotin, kok. Tapi maaf, adanya cuma teh. Aku bukan pecinta kopi. "
"Enggak masalah, kok. "
Lila meninggalkan Bara untuk membuat minuman. Di ruang tamu laki-laki itu memperhatikan tempat tinggal Lila. Meski tidak luas seperti tempat tinggalnya namun cukup nyaman.
"Silahkan di minum. " Lila meletakkan secangkir teh di hadapan Bara. Lalu duduk di sofa tunggal yang ada di sana.
"Terima kasih. "
Hening.
"Hari ini kamu nggak kerja? " Tanya Bara.
"Libur." Balas Lila. "Seharusnya kamu nggak usah repot jemput kesini. "
"Nggak apa-apa. Lagian aku juga pengen tahu tempat tinggal kamu. "
"Di minum, ya. Aku mau siap-siap dulu. "
"Oke."
Didalam kamar Lila tidak tenang. Dengan posisi bersandar di daun pintu ia meraba jantungnya. Detaknya tidak normal seperti biasa. Lila benci hal ini. Meski tahun-tahun sudah berlalu, nyatanya Bara masih berbahaya untuk kinerja jantungnya.
Lila bersiap-siap secepat mungkin. Tidak mau membuat Bara terlalu lama menunggu, apalagi sampai bosan.
"Kita bisa berangkat sekarang, " Ajak Lila yang sudah berdiri di ruang tamu. Sayangnya Bara tidak menyadari kehadirannya. Laki-laki itu lebih fokus pada ponselnya.
"Oh, kamu sudah siap? "
Lila mengangguk kaku.
Sesaat Bara, memperhatikan penampilan Lila. Dalam keadaan tak ber make up pun Lila sudah cantik. Apalagi berpenampilan seperti sekarang. Memakai dress warna kuning gading yang panjangnya selutut. Rambutnya yang di gerai serta make up yang tidak berlebihan dan pas. Teman SMA-nya itu sangat cantik. Bara tidak memungkiri akan hal itu.