31. Thank You

3117 Kata
Setelah mengantar makanan di kamar, Selena kembali dan dia duduk di depan Jonathan. Namun, suasana kembali berubah canggung. Keheningan melingkupi ruangan tersebut. Keduanya bingung harus memulai kalimatnya dari mana. Jonathan menaruh kedua siku tangan di atas paha. Sementara matanya memandang cairan kekuningan dari dalam gelas porselan. Selama itu pula jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Memaksa otak untuk terus berpikir. Bagaimana caranya untuk kembali berbicara. Namun, sampai sekarang Jonathan belum menemukan kalimat yang tepat. Jadi dia memilih untuk diam dan menyesap vanilla latte di tangannya. “Ummm ….” Selena bergumam sambil mengusap kedua lututnya. “Sekali lagi makasih, ya.” Perlahan-lahan, Jonathan mulai menggerakan bola mata. Memandang Selena dari balik bulu matanya. “Untuk apa?” tanya Jonathan singkat. “Karena kamu sudah berkali-kali menolongku,” ujar Selena. Ada sesuatu yang mencelos perih dari dalam hati Jonathan saat melihat senyum sendu di wajah Selena. Semua itu membuat Jonathan makin merasa bersalah. “Len,” panggil Jonathan dan Selena menatapnya. Lelaki itu mengulum bibirnya sebentar. “Sebenarnya … ada yang ingin kusampaikan,” ujar Jonathan. Kening Selena mengerut. “Apa?” tanya Selena ramah. “Mmm ….” Jonathan masih menundukkan kepalanya. Kedua tangannya mengencang. Memegang gelas porselan di tangannya. “Aku … aku mau minta maaf,” ujar Jonathan. Lelaki itu masih terlalu ragu untuk menatap Selena. “Maaf, waktu itu aku pengecut banget. Seharusnya aku menghajar Darren, tapi ….” Jonathan kembali menunduk lalu menggelengkan kepalanya. “It’s okay, Than.” Selena menatap kepala yang tertunduk di depannya. “Aku tidak menyalahkan kamu. Justru aku sangat berterima kasih karena malam itu ada kamu. Aku juga tahu kalau kamu ada di kelab itu. Aku gak tahu apakah kamu sudah mengira itu akan terjadi t-“ “Tidak,” sangkal Jonathan. “Aku benar-benar gak tahu kalau Darren bakalan berbuat seperti itu. Aku memang ada di ruangan VVIP untuk mengawasi kamu, karena aku tahu kalau teman-temanku akan ke sana. Saat melihat Darren mengikuti kamu, aku langsung turun dari lantai dua. Tapi, aku benar-benar kewalahan. Aku harus berusaha menerobos lautan manusia di lantai dansa. Andai saja aku lebih cepat ….” Untuk beberapa saat Jonathan terdiam. Lelaki itu menghela napas lalu membuangnya dengan cepat. Kepalanya bergerak, menggeleng lalu perlahan-lahan mendongak. Hanya desahan napas panjang yang terdengar dari Jonathan. “Mungkin saja aku bisa mencegah hal buruk terjadi.” Lanjut Jonathan. Selena mendesah dan wajahnya berubah lesu. “Ya. Aku memang sangat marah malam itu. Aku dilecehkan, tapi aku gak bisa ngapa-ngapain. Cuma bisa nangis. Aku gak bohong kalau malam itu aku juga sempat marah ke kamu. Kok bisa-bisanya kamu belain dia. Tapi … setelah mendengar kisah pria itu dari Kim Seo Joon-“ Selena berhenti. Tatapannya berubah kosong lalu tedengar desahan napas panjang darinya. “Sepertinya Kim Seo Joon sudah bercerita banyak padamu,” ujar Jonathan. Selena mengulum bibir. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hem,” gumam gadis itu. “Aku bisa memakluminya, tapi bukan berarti aku membenarkan tindakan temanmu. Memiliki trauma bukan berarti dia bisa seenaknya pada para gadis. Temanmu harus dibuat mengerti jika dia tidak bisa menghukum gadis lain untuk kesalahan dari mantan kekasihnya,” ujar Selena. Jonathan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia sepenuhnya setuju. “Ya. Aku sudah berkali-kali menasehatinya, tapi ….” Ada jeda pada ucapan Jonathan ketika hatinya kembali merasakan kepedihan yang pernah dialaminya saat melihat Darren McKenzie hancur di hari pernikahan mantan kekasihnya, Juliah. Namun, lebih daripada itu. Ada sesuatu yang tak jauh lebih mengkhawatirkan dari keadaan Darren. Untuk semua itu membuat Jonathan dilemma. Memikirkan apakah dia harus mengatakan kalau teman-temannya sedang merencanakan sesuatu yang jahat untuk Selena. Namun, di sisi lain dia juga harus memikirkan dampaknya. Jika Jonathan mengatakan hal tersebut, maka sudah dipastikan jika Selena akan menolak untuk bekerja di perusahaan Kim Seo Joon. Sementara itu Jonathan tak punya cara lain untuk membuat Selena bisa mendapatkan pekerjaan lain. Dia juga tak yakin jika dirinya bisa menolong Selena. Seketika Jonathan merasa begitu pengecut. Untuk kesekian kalinya. Seakan-akan semua pilihan yang dibuatnya memaksa pria itu untuk bungkam. Tak ada pilihan yang bagus karena dia tidak memiliki kekuasaan lebih. Jonathan bukan Aaron Travis yang memiliki banyak perusahaan dan semuanya sukses. Dan dia bukan Kim Seo Joon yang merupakan CEO perusahaan real estate terkenal di Asia. Jonathan Kusuma juga bukan Darren yang adalah calon pewaris keluarga McKenzie. Siapa Jonathan hingga dia harus mengacaukan kehidupan Selena? Dia hanya seorang manager yang bekerja untuk perusahaan McKenzie. Tak memiliki kekuasaan lebih. “Than?” panggil Selena. Lelaki itu bergeming saat kembali mendengar suara lembut sang gadis. Sudut bibir Jonathan naik membentuk senyum simpul. “Are you okay?” tanya Selena. Jonathan mengentakan napasnya satu kali lalu menegakkan tubuhnya. Pria itu akhirnya memberanikan diri untuk menatap Selena. “Ya, I’m okay.” Jonathan mempertahankan senyum palsunya. “Oh ya, selamat ya. Aku senang mendengar kamu akan bekerja di The King Holdings,” ujar Jonathan. Mengalihkan pembicaraan sebelumnya. Selena mengulum bibir dan keningnya mulai mengerut. “Kamu udah tahu?” tanya gadis itu. Jonathan menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum simpul. “Umm … tadi aku ketemu Kim Seo Joon sebelum ke sini,” ujar Jonathan. Mulut Selena terbuka membentuk huruf O. Dia mengangguk singkat. “Habisin kopinya, Than.” “Oh, iya.” Jonathan meneruskan untuk menyesap kopinya. “Padahal aku tuh udah niat mau nyamperin kamu loh,” kata Selena. Mata Jonathan melebar. “Samperin aku?” tanya pria itu sambil menunjuk dadanya. Selena mengangguk antusias. “Hem,” gumam gadis itu. “Aku mau ngucapin terima kasih sambil bawain kamu rendang. Eh tau-taunya kamu udah ke sini aja. Lagian kenapa gak langsung ke atas, sih?” Jonathan menunduk dan tertawa rikuh. Tangannya kembali memanjat mengusap tengkuknya. “Ah … itu, emmm … ya. Aku sebenarnya malu banget mau nyamperin kamu. Ya … soal Darren. Aku benar-benar merasa pengecut. Kupikir aku gak berhak lagi nyamperin kamu. Makanya-“ Selena mendengkus sambil menggelengkan kepalanya. “Itu kan bukan salah kamu, Than. Kenapa kamu yang harus merasa bersalah?” Seketika bola mata Jonathan membesar saat dia kembali menatap Selena. “Kayaknya kita terjebak,” kata Jonathan. Selena bingung. Perlahan-lahan keningnya mulai mengerucut ke tengah. “Maksudmu?” tanya gadis itu. “Ya,” kata Jonathan. Lelaki itu mengulum bibirnya selama beberapa detik. Tampak kerutan di dahinya. Sepertinya pria itu sedang berpikir keras. Setelah berkutat cukup lama dengan pemikirannya, Jonathan akhirnya kembali menatap Selena. Ada senyum yang tergerus di wajah pria itu Selama dua detik. “Sama halnya dengan kamu yang terus minta maaf karena kesalahan temanmu. Sepertinya aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Aku tidak punya kekuatan untuk menghentikan Darren dan kamu juga gak bisa melawan teman kamu itu. Jadi kita sama-sama terjebak dengan rasa bersalah yang sebenarnya bukan salah kita,” ujar Jonathan. Selena tertawa sinis. “Siapa bilang?” tanya gadis itu. Jonathan sempat ingin menarik kalimat panjang lebarnya tadi. “Kamu aja yang mau gendong Kirana. Aku sih udah biasa digituin,” ujar gadis itu. Mulut Jonathan terbuka. Oh, sepertinya dia bicara soal Kirana? Pikir Jonathan, Selena hendak menentang kalimatnya dan mengatakan, ‘Kamu aja yang bucin ke temanmu.’ Namun, bahasa Selena lebih halus. Membuat Jonathan terkekeh. “Emang iya?” Selena mengangguk sambil merengut. Wanita itu mengedikkan setengah bahunya lalu berucap, “Siapa juga yang mau mapah tubuh dia dari bawah sampe ke atas. Lagi pula Kirana kalau mabuk masih bisa jalan kok. Kamu aja yang mau aja dikerjain sama dia.” Selena menutup ucapannya dengan kekehan yang terdengar renyah. Wanita itu menggeleng-geleng sambil menatap Jonathan. Suasana kembali hangat. Jonathan senang kalau Selena tidak marah lagi padanya. “Oh ya,” ucap Selena lagi. “Soal temen kamu itu.” Kening Jonathan mengerut. “Kim Seo Joon?” tanya Jonathan. Selena menggeleng. “Bukan,” katanya. “Yang satu lagi.” “Da- Darren?” tanya Jo, ragu. Selena menggangguk. “Emang bener mantan pacarnya nikah sama bapaknya?” Seketika Jonathan menghela napas sampai pangkal bahunya ikut terangkat. “Hem,” gumam Jonathan. Dia mengangguk. “Kok bisa sih?” tanya Selena. Pemikiran tentang kekejian Darren yang melecehkannya perlahan memudar. Selena jadi penasaran tentang apa yang sebenarnya dialami Darren sampai dia jadi seperti itu. Kim Seo Joon hanya memberikan informasi sepotong-sepotong yang membuat Selena bingung. Di satu sisi dia ingin iba, tapi di sisi lain dia juga penasaran. Hingga Selena tak bisa menahan diri untuk bertanya pada Jonthan. Karena menurut Kim Seo Joon, Jonathan adalah satu-satunya sahabat Darren dan dia akan menceritakan apa saja pada Jonathan. Sementara Jonathan mengambil waktu untuk menghela napas. Membawa punggung hingga menyentuh sandaran sofa. Mendadak, pandangan Jonathan berubah kosong. Dia terjebak lamunan sesaat. Memori menerbangkannya pada kejadian di hari itu. “Kedua orang tua Juliah terlilit hutang. Sebenarnya pernikahan itu bukan keinginan Juliah. Mr. McKenzie juga gak sepenuhnya bersalah. Istilahnya, mereka kaya udah terjebak gitu,” ujar Jonathan. Selena mengulum bibirnya. “Hem … sepertinya rumit, ya.” Jonathan mengangguk, menyetujui. “Sangat,” kata Jo. “Aku tidak ingin membela Juliah dan menyalakan Mr. McKenzie, mereka sama-sama korban. Hanya saja ….” Untuk beberapa detik Jonathan kembali terdiam. Dia menggelengkan kepalanya. Menolak ironi yang terjadi. “Kenapa, Than?” tanya Selena. Dia malah makin penasaran. Jonathan akhirnya bergeming dan menatap Selena. “Mereka tidak berpikir, atau mereka tidak menyangka jika perjodohan yang berakhir pernikahan itu, akhirnya membuat hidup seseorang menjadi hancur. Menyaksikan wanita yang kau cintai menikah dengan ayah kandungmu. Sungguh.” Ada jeda pada ucapan Jonathan saat dia mengerjap. Mengalihkan tatapan pada cangkir di dalam genggamannya. Jonathan memilih untuk menyesap carian kuning kental dari dalam gelas tersebut. Dia butuh itu untuk membasahi kerongkongan yang rasanya tersekat. Sambil otaknya terus berpikir soal kejadian yang dialami Darren beberapa waktu yang lalu. “Aku ada di sana. Berdiri di samping Darren. Hari itu dia menangis. Darren tidak peduli dengan kilatan kamera yang mengambil gambarnya. Darren benar-benar hancur. Sangat hancur. Aku tidak pernah melihat seorang lelaki menangis sampai sedemikian rupa hanya untuk seorang gadis. Dan Darren juga bukan tipe pria yang mudah tersentuh. Dia tegar, tapi hari itu dia benar-benar kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Sampai akhirnya, entah bagaimana. Dia mungkin ingin balas dendam. Darren yang sedang patah hati itu melampiaskannya dengan mencuri malam pengantin Juliah dan Mr. McKenzie,” ujar Jonathan panjang lebar. Seketika bola mata Selena melebar dan mulutnya ikut menganga. “Oh … my … God!” Selena membawa kedua tangan menutup mulutnya. Jonathan mendesah panjang. “Begitulah,” kata lelaki itu. “Aku gak minta kamu maafin Darren. Tindakannya udah keterlaluan. Tapi, biar kamu tahu aja kalau sebenarnya dia baik. Jauh sebelum dia diperlakukan seperti itu, Darren adalah seseorang yang ramah. Dia yang selalu menceramahi Aaron saat bertengkar dengan Seo Joon. Ah!” Jonathan menepuk sebelah pahanya. “Tapi, Mr. McKenzie itu juga udah nikah beberapa kali.” “What?” Selena memekik pelan. Wanita itu menjadi dua kali lebih penasaran dari sebelumnya. Terlihat dari tubuhnya yang tercondong dengan mata melotot. Jonathan kembali mengangguk. “Ya. Darren punya kakak tiri namanya Dylan. Ibu Dylan masih hidup. Dia yang ikut membesarkan Darren. Ibu Darren meninggal saat dia remaja. Darren tidak lahir dalam kemewahan. Identitasnya disembunyikan selama bertahun-tahun dan public harus mengenal Darren sebagai adik kandung Dylan. Anak Tuan dan Nyonya McKenzie yang menikah secara resmi. Darren menerima semua itu. Salah satu alasannya adalah agar ibunya bisa mendapatkan perawatan. Waktu itu juga dia masih kecil dan belum mengerti apa-apa sampai ibunya meninggal. Tapi Darren juga sangat menghormati Mrs. McKenzie,” ujar Jonathan. Ada senyum di wajah pria itu saat mengingat bagaimana hangatnya sikap Darren McKenzie sebelum dia dikhianati. “Kalau kamu liat Darren sama Dylan, mereka kayak kembar. Dulunya mereka kompak, tapi memang Darren memilih untuk menghabiskan waktu bersama aku karena kami seumuran. Dylan sangat menyayangi Darren dan dia juga menyebutku sabagai adiknya. Keluarga McKenzie begitu harmoni. Sayang sekali ….” Desahan napas panjang kembali menggema ketika Jonathan untuk sekali lagi menggelengkan kepalanya. “Pernikahan itu mengubah semuanya. Bahkan hubungan Dylan dan Darren memburuk oleh karena pernikahan Juliah dan ayahnya,” ujar Jonathan. Selena berdecak bibir. Wanita itu menaruh siku tangan ke sandaran kursi untuk menopang dagunya. Selena menarik kedua kaki hingga ke atas sofa. “That a sad story, Jonathan.” Selena kembali menggelengkan kepalanya. Kali ini dia benar-benar simpati pada Darren. Bahkan untuk beberapa alasan, Selena ingin menyesal sempat mengutuk Darren. Setelah mendengar perkataan Jonathan, sepertinya Darren memang hanya kehilangan arah. Seperti kata Kim Seo Joon. Darren McKenzie bukan seorang monster. Jonathan mengangguk. “Ya,” kata pria itu. “Tak ada yang bisa selamat dari patah hati. Kecuali ada seseoang yang bisa menggantikan posisi Juliah,” ujar Jonathan. “Sulit!” Selena dan Jonathan kompak memutar pandangan pada suara seseorang yang barusan menggema dari kamar. Dan sekarang dia dengan sangat santai berjalan sambil melilit kedua tangan di depan d**a. “Kamu nguping?” tanya Selena. Nadanya terdengar sinis. Kirana tak kalah memberikan tatapan sinis pada Selena. Wanita muda itu berdecak kesal berulang kali. Dia memandang satu per satu orang yang masih asik ngobrol di ruang tamu. “Dih! Bukannya belajar, juga.” Selena terus menggerutu. “Gimana mo belajar, kalian brisik banget,” ketus Kirana. Wanita itu membanting punggungnya ke sandaran kursi lalu mengalihkan atensinya pada Jonathan. “Lu bilang temun lu trauma? Dia depresi?” Jonathan mengangguk. “Hem,” jawab pria itu. “Lu berdua tahu gak apa artinya trauma?” Kirana sedikit menaikkan nadanya. Selena dan Jonathan saling melempar tatapan sambil mengatupkan mulut. Tak ada yang ingin menyahut ucapan Kirana. Hingga membuat gadis itu mendengkus kesal. “Trauma hanya bisa disembuhkan kalau pasiennya mau sembuh. Lah! Kalo temen lu udah masuk golongan stadium akhir,” kata Kirana. Nadanya sarkastik. “Kirana!” hardik Selena. Wanita itu tak segan menampar paha Kirana. Membuat Kirana meringis dan melempar tatapan nyalang pada Selena. “Lah! Emang bener kok,” timpal Kirana. Gadis itu tak mau kalah. “Yang bisa nyembuhin traumanya ya dia sendiri.” Nada suara Kirana naik setengah oktaf. Dia juga memberikan tatapan tidak senang pada Jonathan. “Temen lu itu harus bisa menerima kenyataan. Hidup emang gak selalu berjalan sesuai harapan. Kalau pun dia mau, kenapa gak struggle? Rebut kek ceweknya. Apa kek. Itu malah nangis kek bocah,” ujar Kirana dan dia kembali mendengkus. “Lagian ni yah, kalau pun dia kecewa, itu buat apa? Malah merugikan diri sendiri ‘kan? Ya … mending kalo cuman merugikan diri sendiri, tapi kalo udah merugikan orang lain gimana? Eh-“ Kirana mencondongkan tubuhnya ke depan. Meminta atensi lebih dari Jonathan. “Suruh temenlu ke psikiater gih!” “Kirana ….” Dengan cepat Kirana memutar tubuhnya pada Selena. “Diem, lu!” kecamnya. Wanita itu kembali menatap Jonathan. “Temen lu yang bajing*n itu harus move on. Dia harus bisa nerima keadaan. Atau, kalau dia mau fight, dia harus kejar cintanya. Bukannya malah balas dendam ke cewek lain. Gak gentle banget sih!” Kirana mendengkus lalu kembali melipat tangan di depan d*da. Tubuhnya bergerak. Melempar punggung ke belakang. “Kamu benar,” ucap Jonathan. Selena dan Kirana kompak menatapnya. “Tapi untuk seukuran kamu yang gak pernah berada di posisi itu, kamu gak perlu terlalu menghakimi Darren. Maaf, aku bukan mau membela Darren karena dia temanku. Ya. Darren itu bajing*n dan tindakan dia ke Selena gak bisa di maafkan. Tapi kamu gak tahu, beberapa orang suka bersembunyi di balik topeng palsu. Yang kamu lihat dia kuat, menakutkan, sampai dia kelihatan kayak monster, sebenarnya itu cara mereka buat survive. Kalo mereka gak tunjukin mereka kuat, maka jalan lain adalah bunuh diri.” “Ya, tapi temen lu tetap salah.” Kirana tak mau kalah. “Apa pun trauma yang dia alami, itu gak membenarkan dia melakukan kejahatan pada wanita lain. Kalau ketemu gue, udah gue potong dicky sialan dia.” Kirana mendengkus. Napasnya bergemuruh di d**a. Jonathan menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyum. Terlihat sendu. Lelaki itu mengangguk menyetujui ucapan Kirana. “Dia sangat salah,” kata Jonathan. “Tapi, aku gak bisa memaksa Darren untuk pergi ke psikiater. Aku memang temannya, tapi aku gak pernah berada di posisinya. Aku hanya melihat bagaimana dia menderita. Semua itu membuat aku gak berani buat bilang ke Darren kalau dia perlu berkonsultasi. Aku malah takut kalau dia akan makin depresi,” ujar Jonathan. “Terus lu mau biarin temen lu yang kelakuannya kek binat*ng?” “Kirana!” bentak Selena. Jonathan kembali menanggapi dengan senyum simpul. “Aku hanya berharap ada seseorang yang lebih peka dan mau mengerti penderitaan Darren. Mungkin saja dengan cara itu dia bisa sembuh,” ujar Jonathan. Lagi-lagi Kirana mendengkus. “Bullshit!” gumam gadis itu. Dia melesak dari tempat duduknya dan berdiri dengan kasar. Kirana langsung memutar lutut. Meninggalkan tempat itu dan kembali ke kamarnya. Hanya desahan panjang dan muka memelas yang bisa diperlihatkan Selena. “Dia emang kayak gitu,” kata Selena. “Biacaranya selalu sarkas, tapi niatnya baik kok.” “Gak apa-apa. Ucapan dia benar,” kata Jo. Lelaki itu melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya. “Ini udah hampir pagi. Sepertinya aku sudah mengacaukan jam istirahatmu.” Selena terkekeh pelan. “Apaan sih. Aku malah seneng bisa lihat kamu lagi. Kalau gak ada kamu, kita malah gak bisa bicara banyak kayak gini. Aku lega banget bisa ngobrol sama kamu. Rasanya aku akan benar-benar memaafkan Darren untuk hari itu,” ujar Selena. Akhirnya ada senyum tulus di wajah Jonathan. “Makasih ya,” kata Jo. Sambil tersenyum, Selena menganggukkan kepalanya. Jonathan menaruh cangkir yang sejak tadi berada dalam genggamannya. Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya. “Kalau gitu aku permisi dulu ya,” ujar Jonathan. Selena ikut berdiri. “Kita ketemu lagi, ya.” Jonathan mengangguk padanya. “Besok hari pertama kamu?” tanya Jo. Selena menggeleng. “Besok masih mau masukkin berkas ke Personalia,” ujar Selena. “Kalau gitu besok kita ketemuan gimana?” tanya Jonathan. Mendadak hatinya berdebar untuk perasaan berbeda. Tekanan yang sempat ia alami, kini pudar seiring dengan senyum Selena yang makin terbentuk di wajahnya yang manis. Untuk sekejap Selena mengulum bibir. Sambil bersedekap, keningnya ikut mengerut memandang Jonathan. Sejurus kemudian Selena mengangguk. Senyumnya kembali seperti semula. “Boleh,” kata gadis itu. Senyum Jonathan melebar dan merekah memenuhi wajahnya. “Kalau gitu sampai besok,” ujar Jonathan. Kali ini Selena mengangguk. “Sekali lagi makasih ya,” kata Selena. Dia bersiap mengantar Jonathan menjuju pintu keluar. “Anytime,” kata Jonathan. “Aku pamit ya.” “Hem. Hati-hati di jalan,” ujar Selena. Sekali lagi menatap Selena sebelum dia memutar tubuh dan mendekati anak tangga. Jonathan sempat melambaikan tangannya. Untuk terakhir kalinya melihat senyum di wajah Selena. Ada sebagian dalam dirinya yang merasa damai saat melihat senyum itu. “Dahh …,” balas Selena. Dia menutup pintu setelah Jonathan telah sepenuhnya menuruni anak tangga. “Hahhh ….” Desahan napas kembali mengalun dari mulut Selena. ‘Rasanya lega bisa bicara sama Jonathan lagi,’ gumamnya dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN