38. We Could Be A Best Friend

1350 Kata
“Than, biar aku yang bayar, ya,” ucap Selena sambil merogoh sesuatu dari dalam hoodie zippernya. Ia mengeluarkan tiga lembar pecahan seratus dolar dan meletakkannya tepat di atas bill. Untuk sekelebat lelaki itu terdiam memandang lembaran uang di atas meja, kemudian secara perlahan ia mulai membawa tatapannya naik dan lelaki itu tertawa rikuh. “Apaan sih, Len, cuma ini doang. Udah! Biar aku aja yang bayar. Lagian aku yang ajakin kamu makan bareng, kok.” “Udah ... kali ini aku yang traktir, anggap aja karena aku dapat pekerjaan baru.” Selena menutup ucapannya dengan senyum kotak yang telah menjadi ciri khasnya. Melihat senyum tiba-tiba membuat hatinya berkedut lalu dengan cepat menjalarkan sebuah perasaan aneh yang langsung membuat pipinya terasa panas. Jonathan pun menunduk dan mencoba meredam perasaan tersebut yang kini mulai menaikkan tekanan jantungnya. Lelaki itu berdehem kuat dan mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya. Ia pun mendongak. Kedua sudut bibirnya berkedut dan memaksa Jonathan menyunggingkan senyum di wajah. Ketika matanya tak sengaja melirik lembaran uang di atas meja, seketika otaknya mengirim sinyal pada apa yang semestinya ia lakukan. “Eh, iya, ambil lagi uangmu. Aku yang traktir,” kata Jonathan. “Apaan sih! Udah! Malam ini biar aku yang bayar. Nanti kapan-kapan kamu yang traktir,” ujar Selena dan menutupnya dengan senyuman, yang sekali lagi membuat jantung Jonathan berkedut. Ia pun kembali memalingkan wajahnya. “Oh ya, Than, kalau nanti kamu ketemu Kirana dicuekin aja, ya.” Ucapan Selena mau tak mau memaksa Jonathan untuk kembali memandangnya, tetapi lelaki itu hanya menggerakkan wajahnya dan sekilas memandang Selena lalu menunduk dengan cepat. “Ah ... soal Kirana, aku gak keberatan kok,” ucap Jonathan. Dengan berhasil mengendalikan perasaannya, lelaki itu akhirnya kembali mendongakkan wajahnya, memandang Selena kini. “Kamu tahu gak, ini sudah dua kali aku bertemu Kirana dan sejauh ini aku berpikir bahwa sebenarnya Kirana itu kakak kamu apa gimana sih?” Selena terdiam selama beberapa detik. Bola matanya bergerak ke samping saat kedua sisi alisnya melengkung ke bawah bersama bibirnya yang memerengut. Wanita muda itu menggeleng sejenak sebelum terkekeh rendah dan kembali memandang Jonathan. “Gak,” jawab Selena dengan lembut. “cuman, kita temenan udah cukup lama. Kita bareng dari SMP dan Kirana aslinya emang orang baik. Cuma yah ... kalau orang gak kenal sama dia pasti bakalan mikirnya Kirana tuh sombong, tapi sebenarnya dia baik banget,” ujar Selena. Jonathan pun mengangguk setuju. “Ya, aku bisa melihatnya. She’s kind a sweetheart,” ucap Jonathan dan menutupnya dengan senyuman. “Ya, tapi ... emang kadang-kadang mulutnya suka ceplas-ceplos. Kayak ... mulutnya gak ada saringannya,” ucap Selena dan kali ini Jonathan terkekeh. Lelaki itu kembali menundukkan wajahnya. “Ya, aku bisa melihatnya.” Lelaki itu mendongak sambil mempertahankan senyum di wajah. “tapi aku juga tahu kalau dia sangat baik. Terbukti dari caranya ingin melindungi kamu dan kadang aku berpikir, andai aku punya teman seperti itu.” Mendengar ucapan Jonathan tiba-tiba saja membuat kedua sisi alis Selena berkedut lalu mengerut ke tengah. “Maksud kamu apa, Than?” tanya Selena. Jonathan yang tadinya menundukkan kepala lalu perlahan mendongak. Ia pun kembali terkekeh. “Ah! ya. I mean,” Lelaki itu membawa telunjuk dan menggaruk dahinya yang sebenarnya tidak gatal. “kau tahu dari miliaran orang yang tinggal di bumi, kau hanya akan menemukan satu teman seperti itu.” Jonathan pun mendongak lalu tersenyum. “and I think, that, you’re lucky to got her.” Selena masih mengerutkan dahi dan tampak kebingungan. Bukan pada ucapan Jonathan terhadap Kirana, tetapi pada sesuatu yang aneh karena setahu Selena, Jonathan dikelilingi tiga lelaki dan bukannya mereka bersahabat? “Y- ya ...,” Selena sedikit ragu sewaktu hendak memandang Jonathan. “Kirana memang baik, tapi bukannya kamu juga punya sahabat, Than? Kamu punya teman-temanmu yang-“ Ucapan Selena terhenti saat Jonathan tiba-tiba terkekeh. Lelaki itu kembali menundukkan wajahnya lalu menggeleng penuh arti. “Kalian bersahabat, kan?” Lanjut Selena bertanya. Tampak Jonathan menarik napas sambil menarik punggungnya hingga tubuhnya kembali terduduk dengan d**a yang membusung. Jonathan pun membuang napasnya dengan entakkan kuat dari mulut. “Well, teman bukan berarti bisa menjadi sahabat, bukan?” jawab Jonathan dengan pertanyaan. Kedua sisi alis Selena masih melengkung ke tengah. Ingin sekali ia bertanya, bukankah Darren McKenzie itu sahabat baik Jonathan? Tetapi mendadak Selena mengingat perkataan Kim Soe Joon ketika bertemu pria itu di restoran. ‘Singkatnya mereka sahabat baik, tapi persahabatan mereka bisa dibilang terbangun atas dasar hutang budi. Kau tahu, beberapa hubungan terjalin karena hutang budi. Keluarga Jonathan merasa berhutang budi kepada keluarga Darren. Hal itu membuat keluarga Jonathan seperti dipaksa untuk berpikir jika mereka harus membalas kebaikan keluarga Darren bagaimana pun caranya. Maka dari itu, sejak dulu Jonathan selalu melindungi Darren. Selama ada Jonathan, maka tak ada yang bisa menyentuh Darren. Setahuku mereka sudah bersahabat sejak kecil. Entahlah, aku tidak tahu pastinya. Namun, mereka punya chemistry yang kuat.’ Selena bergeming untuk mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Ia pun berpaling dan merasa bahwa ia harus melepaskan napas yang tanpa sengaja ditahannya sejak tadi. Gadis itu mengerjap dan entah mengapa ada sesuatu yang mencelos perih dari dalam hatinya. Berpikir bahwa dia benar-benar beruntung mendapatkan sahabat sebaik Kirana, tetapi di sisi lain dia pun iba pada apa yang terjadi pada Jonathan. Melihat senyum di wajah Jonathan yang tiba-tiba berubah sendu, membuat Selena semakin merasa iba. “Than,” panggil gadis itu dengan nada lembut. Jonathan pun kembali memandangnya. “if you need sameone to talk, I’m here. You’re kindly and I’m very happy to get to know you. And I though that we could be a best friend. I mean, aku memang tak seberani Kirana, tapi aku juga bisa diandalkan. Aku bisa menyimpan rahasia. Sungguh!” Selena mengangkat telunjuk dan jari tengahnya bersamaan. Sontak membuat Jonathan terkekeh. “Thank you kindly, Len,” Jonathan tersenyum. “you’ve been really good to me, too, and yeah. We’re could be best friend.” Lanjutnya. Menutup ucapannya dengan tawa rendah. “Ya, kau bisa mengandalkan aku.” Selena pun tersenyum angkuh sambil menganggukkan kepala yang membuat Jonathan tak bisa berhenti terkekeh. “Ya ... aku percaya kau bisa diandalkan,” kata Jonathan. ‘Hanya saja aku tidak bisa diandalkan, Len, buktinya aku gak bisa sepenuhnya jujur sama kamu. Sorry, I was such a coward!’ batin Jonathan. “Ya udah, yuk cabut yuk.” Ucapan Selena membuat Jonathan bergeming. “Eh iya, ayo.” Lelaki itu langsung bangkit dari tempat duduknya dan Selena menyusul gerakannya. “Ce, makasih, ya. Makanannya selalu enak,” ucap Selena. “Ya, sering kemari, ya. Minggu depan ada menu baru. Kita lagi nunggu bahan bakunya dari Indo,” ucap wanita muda pemilik kedai kecil tersebut. Selena dan Jonathan tersenyum. Mereka saling memandang sebelum menganggukkan kepala. “Itu pasti,” ucap Selena. “Okay, have a good time, guys,” ucap si pemilik restoran. Jonathan dan Selena pun meninggalkan restoran dan Jonathan bersikap seperti pria dewasa yang mendahului Selena ke mobil hanya untuk membuka pintu dan menunggu Selena melesak ke dalam mobilnya. Gadis itu tersenyum. “Thanks,” ucapnya sebelum melesak ke dalam mobil dan Jonathan segera mendorong pintu tersebut. “Anytime,” ucap Jonathan. Selena tak bisa menghentikan bibirnya untuk tidak mengulas senyuman karena Jonathan benar-benar lelaki paling baik yang pernah ia temui. “Jadi, mau langsung pulang?” Gadis cantik itu bergeming saat mendengarkan ucapan Jonathan. “Eum ... terserah. Ini belum larut banget. Apa kamu mau makan ubi jalar di Queens?” Jonathan tampak memerengut bibir serta mengerutkan dahinya. Sejurus kemudian lelaki itu menganggukkan kepalanya. “Sure,” jawab Jonathan. Selena pun terkekeh. “Kalau begitu ayo,” ucapnya. Jonathan mengangguk dan langsung menyalakan mesin mobil. Pergi dari tempat tersebut. Sementara ada seseorang yang mendengkus dari dalam mobilnya. ‘Hem ... jadi seperti ini dirimu sekarang, Jo,’ gumamnya dalam hati. ‘well, tampaknya kau sudah keluar dari garis aman. Sayang sekali bahwa aku harus mengecewakanmu kali ini.’ Lanjutnya. Melihat kepergian mobil Jaguar milik Jonathan membuatnya bergeming. Lelaki bermata biru itu langsung menyalakan mesin mobil dan ikut meninggalkan tempat itu setelah satu jam berdiam diri di dalam mobil hanya untuk membuntuti teman baiknya bersama wanita yang menjadi objek taruhan para miliarder.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN