Sudah beberapa hari ini Karen tidak masuk kerja ia masa bodo dengan pekerjaannya, ia juga tidak mengaktifkan ponselnya karena ia tahu jika dirinya mengaktifkan ponselnya sudah dipastikan jika Davina pasti akan meneror dirinya dan ia benar-benar tidak mau jika itu sampai terjadi. Sedang asyik-asyiknya tiduran sambil membaca majalah, pintu kamarnya seketika terbuka dengan keras.
Brengsek
"Sialan! Mau lo apa sih, Ren? Seminggu lo nggak masuk kerja, pernikahan gue dipercepat. Elo beneran tega jadi sahabat!" sembur Davina dengan raut kesal yang ditunjukkan.
Sahabat?
Mana ada sahabat yang bikin sengsara sahabatnya sendiri?
"Gue mau resign," perkataan Karen seketika membuat Davina menatapnya sengit.
"Lo nggak bisa seenaknya gitu dong! Lo masih punya banyak hutang sama gue, kalau elo resign lo mau bayar hutang ke gue pake apa? Udah deh, lo jangan aneh-aneh, hari ini lo masuk terus ketemu sama Ervin nanti jam 3 gue udah janjian sama dia." Jelas Davina panjang lebar yang tidak memperhatikan perasaan Karen sedikit pun, ingin rasanya Karen menjambak rambut yang berstatus sebagai sahabatnya itu namun sayang ia tidak bisa.
Setelah mengatakan kata-kata tersebut Davina kemudian pergi meninggalkan Karen, wanita berambut hitam legam itu hanya bisa mendengus dengan pasrah.
.
.
.
.
.
Karen melangkah dengan lebar sorot matanya begitu dingin, ia tak memedulikan beberapa karyawan yang menatapnya aneh. Resepsionis di depan pun memandangnya heran tidak seperti biasa, yang ada di otaknya hanya satu. Ervin. Dengan kekuatan penuh Karen mendobrak pintu ruangan Ervin, pria yang sibuk dengan kertas-kertas di mejanya itu seketika mengangkat kepalanya melirik sumber keributan yang terjadi di ruangannya. Masih dengan sorot tajam Karen melangkah menghampiri meja Ervin, sebelum nyalinya menghilang dirinya menggebrak meja Ervin dengan kuat membuat beberapa kertas berjatuhan.
Ervin memundurkan wajahnya melihat aksi nekat apalagi yang akan dilakukan wanita di hadapannya itu.
"b******k! Kenapa sih elo bikin hidup gue susah. Davina itu nggak mau nikah sama elo, dia udah punya cowok lain yang jauh baik dari pada elo. Jadi tolonglah, batalin pernikahan kalian demi gue." ujar Karen berapi-api namun di akhir kalimat begitu lirih.
Ervin menaikkan alisnya, masih tidak mengerti dengan ucapan wanita di depannya itu. Lagi pula keuntungan apa yang didapatkan wanita itu jika dirinya tidak jadi menikah dengan Davina? Dia tahu jika selama ini Davina sudah mempunyai seorang kekasih. Tapi setiap dirinya bertemu dengan Davina, wanita itu tidak pernah membahas perihal ini.
"Lalu keuntungan apa yang saya terima jika saya membatalkan pernikahan ini?" tanya Ervin balik dengan sorot mata mengintimidasi yang seketika membuat nyali Karen menciut.
"Emm elo, elo bisa cari wanita lain yang lebih baik dari Davina." cicitnya enggan menatap onyx hitam Ervin.
"Bagaimana kamu bisa berpikir jika Davina bukan wanita baik-baik untuk saya?"
Skakmat
Pertanyaan dirinya dibalas dengan pertanyaan menjebak yang membuat dirinya kesulitan untuk membalas kembali.
Onyx hitam itu terus menerus menatap Karen dengan pandangan mengintimidasi membuat Karen semakin ketakutan di tatap seperti itu oleh Ervin. Dirinya berdo'a agar tidak berjodoh dengan laki-laki yang memiliki tatapan tajam seperti Ervin. Bisa mati ketakutan setiap hari dirinya jika memiliki suami seperti Ervin.
"Ka...karena Davina nggak mau nikah sama elo, berarti Davina bukan yang terbaik buat lo." ujarnya dengan ragu, Ervin seketika menyunggingkan senyum miringnya begitu mendengar jawaban Karen. Ia lalu beranjak dari kursi kebesarannya, dengan perlahan dirinya menghampiri Karen membuat wanita yang bertubuh mungil itu semakin memundurkan wajahnya. Ervin mencondongkan tubuhnya membuat wajah mereka begitu dekat sehingga mereka berdua bisa merasakan napas masing-masing. Kini tubuh Karen terkunci, tidak bisa ke mana-mana karena pria itu menutup jalur akses dirinya untuk kabur. Tiba-tiba sebuah seringai seksi menghiasi wajah tampannya begitu melihat raut ketakutan di wajah Karen. Berbeda dengan Karen yang begitu ketakutan bercampur dengan keterpanaan ketika melihat senyum miring Ervin.
"La-lagi pula Davina udah punya cowok," ujarnya lagi dengan nada gemetar, Ervin menaikkan alisnya namun tidak membuat laki-laki tampan itu memundurkan wajahnya. Dia masih ingin melihat ekspresi menggemaskan lawannya itu, melihat Karen ketakutan membuat kesenangan tersendiri baginya.
Tunggu, Davina sudah mempunyai kekasih? Well sebelum dia diberitahu oleh wanita bertubuh mungil di depannya itu dirinya sudah tahu terlebih dahulu. Bahkan dirinya pun juga tahu asal-usul kekasih calon istrinya tersebut. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mencari tahu, detektif sewaannya itu telah memberikan informasi yang begitu akurat. Bahkan sepertinya wanita di hadapannya itu tidak tahu jika kekasih hatinya berpacaran dengan sahabatnya sendiri alias calon istrinya. Bagaimana jadinya jika wanita itu tahu jika kekasih hatinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri? Dirinya tidak bisa membayangkan akan heboh seperti apa.
"Lalu?" balas Ervin santai yang membuat Karen mengernyitkan keningnya. Jawaban macam apa itu?
"Kok elo nggak marah sih, calon istri elo kan udah punya pacar. Aturannya elo marah dan elo batalin rencana pernikahan itu." dengus Karen dengan sebal.
Ervin semakin menyeringai mendengar perkataan sebal wanita di depannya.
"Ck itu kan yang kamu mau? Pernikahan saya dan Davina batal? Lalu ketika pernikahan kita batal? Apa yang kamu dapatkan?" tanyanya lagi.
"Tentu aja kebebasan! Gue udah jengah dengan rengekan Davina yang nyuruh gue buat batalin pernikahan kalian,"
"Baiklah." balas Ervin datar yang seketika membuat Karen mengerjap-ngerjapkan kedua matanya masih tidak percaya dengan jawaban biasa saja dari pria di depannya.
"Tapi dengan syarat, kamu yang menggantikan Davina untuk menjadi istri saya." ujarnya lagi yang sukses membuat kedua mata Karen melebar lalu sedetik kemudian Karen menyemburkan tawanya. Geli dengan jawaban konyol Ervin, apa laki-laki itu sedang melucu? Sungguh candaan yang lucu karena berhasil membuat dirinya tertawa. Dia pikir laki-laki di depannya itu tidak bisa untuk bercanda tapi ternyata dia bisa juga untuk melawak. Tapi tunggu kenapa ekspresi pria di depannya itu tetap saja datar, apa dia salah jika tertawa?
"Candaan lo sukses bikin gue ketawa." sahut Karen sambil mengusap ujung matanya yang berair karena tertawa.
"Apa wajah saya terlihat bercanda?" Ervin menghentikan perkataannya sementara untuk melihat reaksi wanita di depannya, dan benar dugaannya wanita bermata cokelat itu berubah menjadi pucat dan ia benar-benar ingin tertawa melihatnya. "Bersiaplah nanti malam saya jemput kamu di rumah pukul 7 tepat, kita akan ke rumah orangtua saya." lanjut Ervin lugas tanpa beban sama sekali, pria yang memiliki rahang tegas itu kembali membenarkan tubuh tegapnya. Masih dengan wajah datar tanpa senyum laki-laki itu perlahan memundurkan tubuhnya menjaga jarak dengan Karen, onyx hitam itu kemudian menelusuri tubuh wanita mungil di depannya itu dari bawah hingga ke atas, lalu dari atas hingga ke bawah dengan intens untuk beberapa saat membuat Karen begitu jengah dan malu disaat yang bersamaan. Setelah meneliti tubuh Karen entah untuk alasan apa, tanpa permisi Ervin berbalik kemudian melangkah meninggalkan Karen di dalam ruangannya.
-
-
-
-
Tobecontinue