Book 2 PART. 14 HATI YANG BERGETAR

943 Kata
PART. 14 HATI YANG BERGETAR Aisah masuk ke dalam kamar, tatapannya jatuh ke pergelangan tangannya yang berada dalam pegangan Arya. Mereka berdiri berhadapan. Tatapan mata Aryapun tertuju kearah yang sama. Keheningan tercipta di antara mereka, tangan Arya belum juga melepaskan pergelangan tangan Aisah, sampai dering suara ponsel Arya mengagetkan mereka berdua. Arya melepaskan pegangannya, lalu dengan salah tingkah ia mencoba tersenyum pada Aisah. "Aku.. " "Se.. " Mereka berbarengan angkat suara, sedang ponsel Arya terus menjerit minta diperhatikan. "Aku ke luar dulu" "Ulun ke kamar mandi" Arya bergerak ke kanan, Aisah bergerak ke kiri. Sehingga langkah mereka tidak ada yang bisa maju, karena terhalang tubuh orang di depannya. Akhirnya Aisah mendongakan wajahnya, lalu memiringkan tubuhnya. "Silahkan A" ucapnya, ia memberi jalan agar Arya bisa lewat di sampingnya. "Terimakasih, aku ke luar sebentar" "Iya A" Aisah menganggukan kepalanya. Setelah Arya ke luar dari dalam kamar, Aisah memejamkan matanya, lalu menarik dalam napasnya. Ada senyum kecil di bibirnya, adegan yang baru saja terjadi bak di sinetron saja baginya. Aisah segera masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil baju ganti untuk menggantikan busana muslim yang dipakainya. Sementara Arya ke luar dari kamar, dan menutup pintu. Ia berdiri di sisi pintu lalu mengambil ponsel dari saku baju kokonya. Arya membaca nama yang tertera di layar ponselnya. Hati Arya berdesir halus, digenggamnya kuat ponselnya, diyakinkan dirinya untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi hidupnya. Ia bertekad untuk menghapus masa lalu kelam yang pernah dijalaninya. Nomer si penelpon ia blok, Arya ingin memutus apapun yang berhubungan dengan dosa yang pernah ia perbuat. Arya ingin sungguh-sungguh bertobat, dan berusaha sekuat tenaga untuk kembali menjadi Arya yang sesungguhnya. Arya memejamkan matanya sejenak, ia menarik napasnya lalu menghembuskannya dengan perlahan. Setelah itu ia kembali membuka pintu kamar, Arya masuk dan mengunci pintu. Saat ia berbalik, tepat disaat Aisah baru ke luar dari kamar mandi. Keduanya sama-sama tertegun di tempat mereka berdiri. Arya menatap Aisah, seakan baru pertama kalinya ia bertemu Aisah. Aisah mengenakan pakaian pemberiannya, yang merupakan pilihan Wiwin. Piyama merah cerah, bergambar banana, dengan atasan lengan pendek, dan bawahan celana panjang, serta kepala Aisah yang tanpa jilbab, membuat Arya tak mampu mengalihkan pandangannya. Kulit lengan Aisah yang putihnya terlihat pucat, sangat kontras dengan warna piyama yang dikenakan Aisah. "Aa mau ganti baju juga? Biar aku siapkan" Aisah yang merasa jengah dengan tatapan Arya langsung memutar tubuhnya. Ia membuka pintu lemari dengan hati berdebar tidak karuan. Arya sendiri merasa malu, saat menyadari ia seperti pria yang baru pertama kali melihat wanita saja. Tapi, harus diakuinya, setelah sekian tahun, ini pertama kalinya ia kembali bisa terpukau melihat wanita. "Ehmm, Aa ingin pakai baju yang mana?" Tanya Aisah. "Kaos oblong dan celana pendek saja" jawab Arya. "Ooh, iya" "Aku ke kamar mandi dulu" ucap Arya, ia melangkah dengan cepat masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Arya menatap wajahnya di cermin. "Apakah perasaanku mulai kembali seperti dulu lagi. Getaran itu tak bisa aku pungkiri, tidak ada rasa muak ataupun jijik saat aku berada di dekat Aisah. Semoga ini jadi awal yang baik bagiku. Semoga Aisah bisa jadi obat bagi sakitku, aamiin' Setelah membersihkan diri, Arya ke luar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di pinggangnya. Ia seperti lupa kalau ada Aisah di dalam kamarnya. Bukan cuma Aisah yang terjengkit berdiri dari duduknya di tepi ranjang, tapi Arya juga seperti linglung jadinya. Aisah memutar tubuhnya untuk membelakangi Arya, ada rona merah menjalari wajah sampai ke telinga dan lehernya. "Maaf" gumam Arya, lalu Arya bergerak mendekat ke ranjang, untuk mengambil pakaiannya yang diletakan Aisah di sana. Cepat ia mengenakannya. "Aku sudah berpakaian" ujarnya, Aisahpun kembali memutar tubuhnya. "Maaf, tadi aku lupa kalau ada kamu di sini" ucap Arya. "Ulun yang harusnya minta maaf, harusnya ulun mulai membiasakan diri melihat hal seperti tadi." sahut Aisah dengan rona merah yang masih belum hilang dari wajahnya. "Mau pergi ke luar?" Tawar Arya, memecah keheningan yang sempat terjadi di antara mereka berdua. "Keluar?" Aisah mengerutkan keningnya. "Mencari makan atau cemilan mungkin" "Aa lapar?" Aisah balik bertanya. "Iya, tadi aku tidak ikut makan" jawab Arya. "Aku ganti baju dulu" "Begitu saja, sudah cantik" ujar Arya tanpa sadar sudah memuji Aisah. Bukan cuma Aisah yang terkejut mendengar pujian Arya, Arya sendiripun terkejut dengan apa yang tercetus dari mulutnya. "Ehmm, tapi bajunya lengan pendek" Aisah menatap lengannya yang hampir tidak pernah terbuka di depan orang lain sejak ia berumur 9 tahun. Arya menuju lemari, diambil sweater warna merah maroon miliknya dari sana. "Pakai ini saja" Arya menyerahkan sweater ke hadapan Aisah. Aisah menerimanya tanpa protes, tapi sebelum ia memakai sweater itu, ia mengambil jilbab dan ikat rambut dari dalam tasnya. Arya memperhatikan pantulan Aisah di cermin. Aisah menjalin satu rambutnya yang hitam dan sepunggung panjangnya. Setelah selesai kepangan satu rambutnya, Aisah memasang jilbabnya, baru ia berbalik dan mengenakan sweater Arya yang pastinya kebesaran di badannya. Aisah dan Arya berdiri berhadapan, Arya tertawa melihat tubuh mungil Aisah tenggelam dibalik sweaternya. Aisah mendongakan wajahnya, wajahnya terlihat cemberut karena ditertawakan Arya. Arya meraih topi sweater yang menggantung di belakang Aisah, dipakaian di atas kepala Aisah. "Cantik sekali" gumam Arya tanpa disadarinya. Aisah tersipu mendengar pujian Arya untuk kedua kalinya. Mata mereka saling pandang, tatapan Arya lalu menyapu wajah Aisah, dan berhenti disepasang bibir Aisah yang mungil, dan merah meski tanpa pemerah. Arya melihat mata Aisah mengerjap-ngerjap, tautan kedua bibir Aisah mulai terbuka dengan perlahan. Seakan bibir itu mengundangnya untuk segera menciumnya. Jantung Arya terasa berpacu lebih cepat, dadanya bergemuruh seakan berteriak 'cium, cium, cium!' Arya merasa bagai sedang menghadapi ciuman pertamanya saja. Seakan ia belum pernah berciuman sebelumnya. Perlahan tapi pasti, wajah Arya mendekat ke wajah Aisah. Arya melihat mata Aisah tertutup dengan perlahan, dan bibir Aisah semakin terbuka, seakan siap menyambut ciumannya. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN