Book 2 PART. 13 IJAB KABUL

1179 Kata
"Dengan gadis pilihanku sendiri" "Siapa?" Adrian dan Devita bertanya berbarengan "Aisah" "Aisah!" Spontan Adrian dan Devita berseru dengan rasa kaget yang sangat jelas terdengar. Keduanya saling pandang. "Aisah putrinya Pak Ipin?" Tanya Adrian. "Iya Bang" "Kok bisa?" Gumam Devita yang terdengar samar bagi telinga Arya. "Bukankah jodoh itu rahasia Allah, Kakak ipar. Seperti Bang Adrian dan Kakak ipar, tidak ada yang menduga bukan kalau akhirnya kalian akan menikah" sahut Arya. "Betul juga, tapi bagaimana ceritanya?" Devita semakin penasaran saja. "Lain waktu pasti aku ceritakan, aku minta doa restu dari kalian, semoga pernikahan kami malam ini lancar, dan kedepannya ikatan rumah tangga kami bisa bahagia, aamiin" ucap Arya, seakan pernikahan ini sangat penting baginya. "Aamiin, kami pasti memberi restu dan mendoakan kalian, Arya. Tapi kalau boleh tahu, apa ayah dan bunda Radea tahu?" "Mereka tidak tahu, hanya Paman Ridwan dari keluarga Lazuardi yang tahu" jawab Arya. Adrian menarik napas panjang. "Aku yakin apa yang kamu putuskan sudah melalui pemikiran yang panjang, Arya. Semoga kamu bahagia, ingatlah ada kami di sini yang akan selalu mendukung apapun untuk kebaikanmu" "Terimakasih Bang, terimakasih juga kakak ipar, doa dan dukungan kalian adalah hal yang paling penting bagiku" "Kami titip salam buat Aisah sekeluarga" "Insya Allah akan aku sampaikan, Assalamuallaikum" "Walaikum salam" Adrian menatap Devita yang tampak termenung. "Andai Arya berjodoh dengan Devira, maka kita akan jadi dua pasangan yang unik, iyakan Cintaku?" Adrian mengusap punggung istrinya lembut. "Tapi Allah tampaknya tidak merestui perjodohan yang diatur oleh bunda Radea dan mami. Pilihan Aryalah yang direstui oleh Allah, yaitu Aisah. Sejujurnya, aku merasa sangat penasaran, bagaimana prosesnya sampai Arya bisa memilih Aisah" Devita masih termenung, ia yakin pasti mami dan kakaknya akan sangat kecewa kalau tahu harapan mereka berdua kandas lagi. "Mami dan kak Vira pasti akan sangat kecewa, Bang" gumam Devita nyaris tidak terdengar. "Kecewa, itu pasti. Tapi itu baik buat mereka, agar mereka sadar, kalau tidak semua yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan. Kamu pahamkan maksud Abang, Cintaku?" Adrian meraih dagu istrinya, mata mereka saling tatap, Devita menyandarkan kepalanya di d**a Adrian, saat Adrian melepaskan dagunya. "Aku paham Bang. Sudah waktunya mereka diberi peringatan, diberi pelajaran, agar hati mereka terbuka, bahwa yang mereka lakukan selama ini salah. Aku sangat berharap mereka bisa berubah, agar aku bisa merasakan kasih sayang seorang ibu dan seorang kakak, seperti yang lainnya" ucap Devita dengan air mata membasahi pipinya. "Bersabarlah, Cintaku. Suatu saat Allah pasti akan mengabulkan doamu, aamiin" Adrian mengusap lembut kepala istrinya, lalu dikecup puncak kepala istrinya dengan penuh cinta. Bu Adwina yang berniat turun ke lantai bawah, dan sudah berada di tengah anak tangga, mengurungkan niatnya untuk turun, karena tidak ingin mengganggu kemesran putra dan menantunya. Perlahan, Bu Adwina kembali menaiki anak tangga menuju lantai atas. **** Arya sudah duduk di hadapan Pak Ipin, Pak Ridwan ada di belakangnya, Pak Rt, Pak Rw, dan Pak Kurdi ada di belakang Pak Ipin. Pak Kifli, dan Pak Muin, ada di kiri dan kanan mereka. Jamaah musholla rumah sakit mengelilingi mereka yang berada tepat di tengah musholla. Sedang Heru siap merekam momen istimewa itu dengan kamera di tangannya. Mahar berupa alat sholat sudah berada di atas meja, begitupun cincin yang akan disematkan di jari mereka berdua. Telapak tangan Arya berada di dalam genggaman tangan Pak Ipin. Pak Ipin memejamkan matanya, lalu menarik napasnya. Sebelum menikahkan putri kandungnya, dengan pria di hadapannya. "Saudara Rama Aryaputra Lazuardi bin Malik Lazuardi, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Siti Aisah Humairah binti Muhammad Arifin dengan maharnya seperangkat alat sholat, dibayar tunai!" "Saya terima nikah dan kawinnya Siti Aisah Humairah binti Muhammad Arifin dengan mas kawinnya tersebut dibayar tunai!" (Jika ada kesalahan dalam ijab kabul di atas, mohon diralat ya) "Sah!" "Sah!" Ucapan syukur terdengar dari semua yang hadir. Arya mengusapkan kedua telapak ke wajahnya. Ketegangan yang tadi sempat menghinggapi perasaannya kini hilang sudah. Berganti dengan kelegaan luar biasa, meski ia tahu, jalan terjal penuh onak dan duri sudah pasti akan menghadang langkahnya. Aisah dibawa masuk oleh Acil Asnah dan Wiwin, busana muslim putih membungkus tubuh sampai kepalanya. Arya tercenung sesaat menatap gadis yang baru saja sah sebagai istrinya. Aisah sungguh terlihat berbeda malam ini. Wajahnya yang biasa terlihat polos tanpa sentuhan make up, kini dipoles make up tipis hasil sentuhan tangan Wiwin. Aisah duduk di sebelah Arya, Arya menyerahkan mahar penikahan mereka, lalu mereka saling menyematkan cincin di jari pasangannya. Aisah mencium punggung tangan Arya dengan setulus hatinya, ia berjanji akan berbakti pada suaminya, meskipun Arya hanya menganggap pernikahan mereka sekedar sebuah perjanjian saja. Dengan hati bergetar, Arya mengecup kening Aisah, wajah Aisah merah merona. Semua yang hadir tampak turut berbahagia, Pak Ipin,dan Acil Asnah tidak mampu menahan air mata haru mereka. Air mata Aisahpun akhirnya luruh juga, karena tidak ada ibu sebagai saksi pernikahannya. Semua yang hadir dipersilahkan menikmati makanan kotak yang dipesan Wiwin atas permintaan Arya. Pak Ridwan dan Pak Kurdi memberikan pesan-pesan mereka kepada Arya dan Aisah. Mereka juga membicarakan tentang berkas-berkas untuk surat nikah mereka. Pak Rt dan Pak Rw serta Pak Kurdi bersedia membantu Pak Ridwan dalam prosesnya, karena Arya sendiri masih harus menemani Aisah di rumah sakit. **** Pak Ridwan, Pak Kifli, dan Acil Asnah meminta Arya dan Aisah agar pulang ke hotel saja, malam ini biar mereka yang menjaga ibu Aisah. Arya dan Aisah pulang ke hotel bersama Pak Ipin, Pak Rt, Pak Rw, dan Pak Kurdi, juga Aidil, dan Kahfi. Pak Rt, Pak Rw, dan Pak Kurdi masuk ke dalam kamar mereka. Pak Ipin, Kahfi, dan Aidil masuk juga ke kamar mereka, Aisah dan Arya ikut masuk bersama mereka. "Kalian sudah menikah, kamu bisa membawa Aisah ke kamarmu, Nak Arya" ucapan Pak Ipin membuat wajah Aisah bersemu, dan membuat Arya jadi salah tingkah. Mereka saling pandang, Arya yang akhirnya menjawab ucapan ayah mertuanya. "Iya, Abah. Aisah, mana tas pakaianmu, biar aku pindahkan ke kamarku" ucap Arya sambil menatap wajah Aisah. Aisah mengambil tas pakaiannya yang dibelikan Arya beserta isinya. Arya mengambil tas itu dari tangan Aisah. "Ulun pamit Bah. Aisah ulun bawa ke kamar ulun di sebelah" Arya mencium punggung tangan Pak Ipin. "Kakak ke kamar sebelah dululah, Aidil, Kahfi" pamit Arya pada adik dan sepupu Aisah. "Inggih, Ka" sahut keduanya. "Bah, ulun ke kamar sebelah dulu" pamit Aisah pada Ayahnya, seraya mencium punggung tangan Ayahnya. Pak Ipin tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Jaga Abahlah Ding" pesan Arya pada Aidil dan Kahfi. "Inggih, Kak" Aidil dan Kahfi menganggukan kepala mereka. "Assalamuallaikum" pamit Arya dan Aisah berbarengan. "Walaikum salam" sahut Pak Ipin, Aidil, dan Kahfi bersamaan. Aisah mengikuti langkah Arya yang berjalan di depannya, dengan membawa tas pakaiannya. Sejenak Aisah tertegun di pintu kamar Arya, saat pintu kamar itu terbuka. "Masuklah" ujar Arya bernada lembut. "Bagaimana kalau ada razia, Aa. Kita tidak punya surat nikah" ujar Aisah. "Tadi kita sudah menandatangani surat bermaterai kalau kita sudah menikah, ada tanda tangan abahmu, pak Rt, pak Rw, Paman Kifli, dan Pak Muin juga, apa kamu lupa?" "Ooh, jadi kalau ada pemeriksaan kita tidak akan digiring Satpol PP ya, Aa?" "Di kamar sebelah ada abahmu, dia pasti bisa menjelaskan semuanya. Sekarang masuklah!" Tanpa sadar Arya menarik lengan Aisah, agar Aisah segera masuk ke dalam kamar. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN