PART 4 | Perlawanan Diandra

1518 Kata
Hampir tiga puluh menit Alvan menghabiskan waktu di perjalanan dan saat ini, dia dan Belinda mulai memasuki area basement. Gedung yang menjulang tinggi ini adalah gedung tempat apartemen milik Belinda. Dan tempat ini adalah tempat yang selalu mereka datangi ketika ingin bertemu. Karena tidak mungkin Belinda akan membawa Alvan kerumahnya, disana ada orang tuanya yang akan membuat mereka tidak bisa bebas. Begitupun dengan Alvan, selama ini dia juga tidak pernah bersenang-bersenang dengan Belinda di rumahnya. Alvan lebih senang menikmati waktu bersama kekasihnya ini di luar saja. Namun, Alvan tetap harus berhati-hati. Ia tidak ingin ada yang mengenalnya dan melihatnya bersama Belinda. Itu semua hanya akan merusak reputasinya saja dalam dunia bisnis. Sementara selama ini, Alvan dikenal sebagai pemuda yang sangat luar biasa. Bijaksana, cerdas dan sangat sukses dalam berkarir. Namun, siapa sangka jika dirinya adalah seorang pria yang sangat-sangat b******k. Menit berlalu, usai memarkirkan mobilnya, Alvan dan Belinda pun langsung melangkah bersama menuju lift yang akan membawa mereka naik ke lantai dimana unit apartemen milik Belinda berada. Tak berselang lama, mereka pun sampai dan lekas masuk. Alvan langsung menuju kamar tidur mereka tanpa berniat membuka suara sedikitpun. Sementara Belinda, sepertinya wanita itu mulai jengah akibat Alvan yang terus mengacuhkan dirinya. "Van. Sayang, kamu kenapa, sih!" Belinda melangkah lebar lalu dengan cepat menahan lengan Alvan. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar. "Dari tadi tuh, kamu diem terus. Kenapa?! Mood kamu jadi berantakan gini. Apa semua ini ada hubungannya dengan wanita itu?!" Belinda kesal, bahkan wajahnya terlihat memerah. "Cukup, Belinda! Aku tidak ingin membahasnya!" Balas Alvan. "Kita perlu membahasnya, Alvan. Kamu gak biasanya seperti ini. Kamu kayak gak terima dia dengan pria lain. Apa…," Belinda menghentikan kalimatnya saat Alvan menyela cepat. "Aku bilang, cukup! Apa kau tuli!" Bentak Alvan sepertinya mulai tersulut emosi. Belinda langsung mengatup rapat kedua bibirnya. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka jika Alvan akan sanggup membentaknya seperti ini. Padahal, selama ini Alvan selalu bersikap lembut dan tidak pernah mengasari dirinya. Namun lihatlah sekarang, bahkan baru saja sehari pria ini menikah dengan Diandra, namun Alvan sudah berani membentaknya. "Sekarang kau membentak ku hanya karena jalang itu?! Kamu keterlaluan, Van!" Belinda memutar tubuhnya lalu melangkah meninggalkan Alvan disana. Belinda masuk kedalam walk in closet sementara Alvan, pria itu meraup kasar wajahnya. Tanpa berniat mengejar dan meminta maaf pada kekasihnya itu, Alvan lebih memilih untuk melangkah keluar menuju balkon. Alvan berdiri di sana, ia merogoh saku celananya, mengeluarkan rokok dan pemantiknya. Alvan menyelipkan benda panjang dan kecil itu di sela kedua bibirnya lalu lekas membakar ujungnya sambil menghisap pelan. Dengan perlahan, Alvan menghembuskan asap itu dari dalam mulutnya dan kembali menghisap hingga habis terbakar. Seperti itu lah dia, jika sudah menyentuh barang tersebut, rokok, itu artinya jika dia benar-benar sedang frustasi. 'Aku hanya tidak suka ada yang dekat dengannya dan dia akan merasa bahagia. Tujuanku menikahinya agar dia menderita, bukan bahagia!' Batinnya sambil mematikan puntung rokoknya yang masih tinggal setengah. Menit berlalu, hampir dua puluh menit Alvan berdiri disana. Namun tiba-tiba, kedua lengan Belinda melingkar di perutnya sehingga tak ayal membuat Alvan sedikit tersentak. "Masuk, yuk? Aku tau kamu pasti capek, 'kan?" Belinda memeluk tubuh atletis itu, lalu menempelkan wajahnya di punggung Alvan. Dengan perlahan, pria itu meraih kedua lengan Belinda lalu mulai memutar pelan tubuhnya dan ia berdiri berhadapan dengan wanitanya ini. Alvan menelan salivanya susah paya saat melihat Belinda yang hanya mengenakan lingerie. Tubuh seksi itu lantas terekspos nyata di penglihatannya. "Kita nikmati malam ini, kamu gak usah pikirkan apapun, sayang." Bisik Belinda, khas dengan nada menggodanya. Kemudian setelah itu, Belinda berjinjit lalu menjangkau bibir yang selalu mengulumnya dengan nikmat. Sehingga keduanya lantas saling berpagutan dan dengan perlahan, Alvan mendorong tubuh Belinda agar masuk kedalam kamar. Setelah disana, tubuh seksi itu terhempas begitu saja di atas kasur empuk itu dan Alvan tetap mengungkungnya. "V-Van … eeughh…" Menit terus berlalu, kamar itu mulai penuh oleh suara erangan dan desahan keduanya. Bahkan, pendingin ruangan pun seakan tak berfungsi lagi. Karena nyatanya, kedua tubuh polos itu mengkilap akibat peluh yang terus menetes. . . Kediaman Abrisam | 00.12 AM,. Kamar Diandra,. Beberapa jam yang lalu, Diandra lelah dengan isak tangisnya, akhirnya wanita itu pun tertidur tanpa memikirkan perut kosongnya. Dan beberapa saat lalu, ia pun terusik gara-gara deringan ponsel yang cukup memekak telinganya. Diandra lupa mensilent seperti biasa. Namun ketika dia melihat benda pipih itu, ternyata yang menghubunginya adalah sang Mommy, Khesya. Dan saat ini, Diandra duduk sambil bersandar pada sandaran ranjang. Sementara tangan kanannya sibuk memegang ponsel yang menempel di telinga kanan. "Mommy jadi merasa bersalah, Nak, karena udah gangguin kamu tidur." Ujar sang Mommy, Khesya di seberang telepon. "Gak apa-apa, Mom. Justru aku mau makasih biar sekalian aku bangun buat makan." Balas Diandra. "Malam-malam begini, sayang?" Diandra tersenyum mendengar nada terkejut sang Mommy. "Iya, Mom. Tadi aku tidak berselera, jadinya gak makan deh" "Terus Alvan gimana?" Tanya sang Mommy. Sejenak, Diandra diam saat kembali mengingat nama pria itu. Dan tak berselang lama, ia pun kembali membuka suaranya menjawab pertanyaan sang Mommy. "Ya Alvan makan, Mom. Aku temenin 'kok." Ucapnya berbohong. Dia tidak akan mungkin menceritakan kepada sang Mommy tentang bagaimana hubungannya dengan Alvan saat ini. Diandra tidak ingin membuat sang Mommy khawatir apalagi bersedih. "Syukurlah, kalau begitu. Meski kamu gak ikut makan, kamu harus tetap temani suami kamu ya, Nak?" "Iya, Mom. Aku akan selalu mengingat pesan-pesanmu." Balas Diandra. "Ya sudah, kalau begitu, Mom tutup ya? Habis makan, tidur lagi ya, Nak?" "Iya Mommy." Balas Diandra. Setelah itu, panggilan pun berakhir. Diandra menjauhkan ponsel dari telinganya, lalu menatap sejenak pada layar itu. Disana, ada foto dirinya dengan Alvan saat mereka kencan beberapa bulan yang lalu yang dijadikan sebagai wallpaper. Diandra mengusap pelan wajah suaminya. Alvan tampak tersenyum sambil mencium pipinya. Tak berselang lama, ia tidak ingin dadanya sesak lagi, akhirnya Diandra mematikan layar ponselnya lalu menyibak selimut dan turun dari atas ranjang. Diandra melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. Setelah itu, dia pun keluar dari dalam kamarnya hendak turun ke lantai bawah. Perutnya lapar dan Diandra ingin segera mengisinya. Namun, saat dia membuka pintu kamarnya, netranya pun lantas bertemu dengan manik tajam suaminya. Sepertinya Alvan habis dari dapur, pikir Diandra saat melihat pria itu membawa gelas air putih hendak masuk kedalam kamar pribadi yang berdampingan dengan kamarnya. "Hei?!" Alvan menahan tangannya saat dia kembali melangkah. Sepertinya Diandra tidak mood untuk mengajak pria itu berbicara, makanya dia memilih pergi begitu saja. "Ada apa?" Tanya Diandra sambil mendongak. Alvan diam, pria itu menatap lekat wajah sembab istrinya. "Kita perlu bicara," ujar Alvan. "Bicara saja, tidak perlu minta izin." Sahut Diandra. "Jangan sekali-kali kau menemui Daniel, apalagi pergi dengannya atau mengundangnya kemari." Deg! Diandra tertegun, sungguh, dia semakin tidak mengerti dengan suaminya ini. "Beri aku satu alasan kenapa aku harus mengikuti laranganmu." Ujar Diandra. "Karena aku adalah suamimu!" "Oh iya? Jadi statusmu sebagai seorang suami hanya berlaku ketika aku bersama pria lain? Sementara saat kamu dengan…," "Diam!" Bentak Alvan. "Aku tidak suka dengan kamu yang pembangkang seperti ini, Diandra! Cukup menurut dan ikuti apa yang aku tidak suka! Kau paham?!" Diandra terus mendongak, wanita itu sekuat tenaga menahan air matanya. Diandra tidak ingin menunjukan kelemahannya tersebut di depan Alvan. "Sebenarnya, apa yang menjadi masalahmu, Alvan? Beberapa bulan yang lalu, kamu bilang kalau kamu mencintaiku. Lalu setelah itu, kamu mengajakku menikah dengan alasan kamu mencintaiku. Lalu setelah kamu mendapatkanku, kamu malah memperlakukanku seperti ini. Apa mungkin, aku ada melakukan kesalahan? Atau mungkin ada yang kurang dariku?" Tanya Diandra terdengar lirih. "Kasih tau aku, supaya aku bisa merubah apa yang tidak cocok denganmu. Aku bisa merubahnya asalkan kita baik-baik saja, Van. Aku…," "Aku tidak pernah mencintaimu, Diandra!" Deg! Kalimat itu bagaikan sebuah belati yang menyayat hatinya. "Aku hanya menikahimu dan aku tidak pernah mencintaimu. Dan tidak akan pernah mencintaimu!" "Boleh aku tahu alasannya?" Tanya Diandra sambil terus berusaha menahan dadanya yang sesak. "Karena aku membencimu!" Balas Alvan. "Tentu kamu punya alasan, kenapa kamu membenciku. Apa alasannya, Van?" Alvan diam. Pria itu terus menatap tajam wajah cantiknya. "Dan kalau memang kamu tidak mencintaiku dan hanya membenciku, kenapa kamu tidak lepaskan saja aku. Kita…," Lagi-lagi Alvan kembali menyela ucapannya. "Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah melepaskanmu! Kau hanya boleh disini! Dibawah kuasaku! Kau mengerti, Diandra?!" Ujar Alvan sambil mengangkat dagu runcing Diandra. "Aku mengerti, Alvan. Aku mengerti dan aku bersumpah, kau akan menyesal karena telah memperlakukanku seperti ini." Balas Diandra sehingga membuat Alvan tersenyum remeh. "Aku tidak akan pernah menyesali apapun yang telah aku lakukan padamu." Ujar Alvan. "Biasanya, seseorang akan menyesal ketika dia telah kehilangan atau melihat yang sesuatu yang pernah menjadi miliknya telah menjadi milik orang lain." Balas Diandra sambil menepis tangan Alvan dari dagunya. Diandra memutar tubuh hendak masuk kembali kedalam kamarnya. Namun urung, karena Alvan menahannya lalu meraih tengkuknya dan mencium bibirnya sedikit kasar. Diandra terkejut, wanita itu berusaha mendorong hingga berhasil lepas dari kuluman suaminya. Bahkan gelas yang dipegang Alvan pun sudah jatuh dan hancur tanpa sisa. Plaaakkk Wajah tampan Alvan terbuang ke samping akibat tamparan kuat dari istrinya. Diandra mengusap kasar bibir lembabnya lalu menatap wajah suaminya dengan emosi. "Aku memang istrimu, Alvan. Tapi jangan sekali-sekali kau memperlakukanku seperti w************n! Jangan memancingku karena aku tidak ingin menjadi seorang istri yang akan membunuh suaminya!" Deg! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN