Episode 8 : Lahirnya Sunny, Si Gadis Ceria

1661 Kata
“Lin ... Lin buka matamu, Lin!” Langit tak bisa berkata-kata bersama air matanya yang berlinang jatuh menimpa wajah Lintang. Kinerja nadi dan jantung Lintang benar-benar lemah. Napas Lintang pun nyaris tak bisa ia deteksi. Anehnya, ketika ia menaruh sebelah telinganya pada dadda Lintang, pemuda di sebelah Lintang yang terus memanggil Lintang dengan sebutan Rosallinda, justru mendadak menjambaknya, menyingkirkannya untuk menjauh dari Lintang. Sultan tak segan mendorong Langit, mengambil alih Lintang, membopongnya dan membawanya pergi. “Kamu mau bawa dia ke mana? Lintang alergi laki-laki dan satu-satunya yang tidak membuatnya alergi hanya aku karena pada papahnya pun, Lintang alergi!” Langit yang sudah berhasil berdiri setelah sempat terjerembap, langsung meledak-ledak. Detik itu juga dunia Sultan seolah berhenti berputar. Lintang—gadis yang telah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama dan kini ada di bopongannya, alergi laki-laki bahkan pada papahnya sendiri? Setelah sempat merenung sedangkan Langit juga sudah menghampiri, Sultan bergegas melanjutkan langkah. Langkah tergesa dan perlahan berubah menjadi lari. Sebelum pergi menyusul Sultan yang belum ia ketahui asal-usulnya selain Sultan yang baginya sangat asing, tatapan Langit berhenti pada kebersamaan Zio dan juga Pia. Kedua sejoli itu juga tampak tak kalah panik. Zio duduk tegap di sebelah Pia. “Aku kecewa sama kamu, Zi! Dari awal kamu sudah tahu bagaimana keadaan Lintang, tapi kamu masih saja memaksanya untuk menjaga kamu! Ini peringatan pertama sekaligus terakhir dariku. Karena bila kamu kembali melukai Lintang, aku tak segan menghancur kamu tanpa peduli siapa kamu!” tegas Langit di tengah matanya yang basah. Ia menatap Zio penuh kebencian termasuk Pia di sebelahnya yang langsung menepis tatapannya. Seperginya Langit yang menyusul kepergian Sultan, Zio apalagi Pia tidak bisa berkata-kata. Malu, syok, sekaligus tidak percaya, itulah yang mereka rasakan. Karena setelah Lintang mendadak menerobos masuk dengan berlari dikejar oleh seseorang sementara awalnya Zio yang sedang berbaring di pangkuan Pia juga nyaris menautkan bibirnya ke bibir gadis itu, semuanya sungguh tidak seperti yang mereka dengar. Secantik itu? Batin Zio masih tidak percaya. Ini mengenai wajah Lintang yang benar-benar cantik apalagi tadi Langit sampai membuka dua masker yang Lintang pakai. Gilaa, si Lintang secantik itu?! Dan Langit ... cintanya pada Lintang benar-benar besar! Kesempatanku buat mendapatkan cinta Langit benar-benar makin tidak ada! Pantas lah Langit tidak mau berpaling karena Lintang saja secantik itu! Batin Pia yang refleks gigit jari tanpa bisa mengakhiri kegelisahannya. Di luar, Sultan baru saja keluar dari ruang IGD. Lintang langsung ditangani tanpa harus menunggu dan kenyataan tersebut membuat Sultan bisa bernapas agak lega. Iya, rasa cintanya pada Lintang membuatnya tak lagi bar-bar. Alergi laki-laki? Kok seaneh ini? Kalau dia alergi laki-laki, bagaimana caranya aku bisa dekat apalagi bahagiain dia? Pikirnya sambil mondar-mandir di depan pintu IGD. Terdengar langkah lari yang mendekat kemudian berhenti di belakangnya. Sultan memastikannya dan mendapati Langit sebagai pelakunya. Pemuda yang memiliki garis wajah mirip Lintang tersebut menatapnya dengan amarah menyala. “Hobimu marah-marah? Kalau kamu hanya mau marah-marah, lebih baik kamu pergi karena kemarahanmu tidak akan membuat Rosalindaku lebih baik apalagi sembuh!” tegas Sultan. Langit menatap tak mengerti pemuda di hadapannya. “Kenapa kamu terus memanggilnya Rosallinda?” Namun dari cara Sultan menyikapi Lintang, Langit merasa pemuda itu tulus. Sultan yang baru saja membelakangi Langit dan menggunakan kedua tangannya untuk mengusap wajah dengan kasar, berangsur menoleh. “Namanya siapa, sih? Terus kamu siapanya dia? Sama tadi yang ada di ruang rawat itu, mereka siapanya Rosallinda?” *** Namanya Lintang Putri Edward. Dia punya kembaran sekaligus adik bernama Langit Putra Edward. Pemuda yang tadi sempat berusa menolongnya. Sejak lahir, Lintang alergi pada laki-laki bahkan pada papahnya sendiri. Hanya pada Langit saja Lintang baik-baik saja. Bahkan, Langit ibarat kekuatan Lintang. Aneh, ajaib, tapi unik. Sultan tengah berpikir keras bagaimana caranya agar dirinya bisa dekat dengan Lintang tanpa membuat gadis itu alergi. Di kamarnya, di depan cermin rias, Sultan tengah mondar-mandir tanpa bisa menyudahi kegelisahannya. Nyanyi dulu biar otak encer. Ayo ceria ... ayo ceria. Lintang sayang, di hati Sultan yang paling dalam. Amat baik, bila tidak alergi. Aku ingin, bersamamu setiap saat. Membahagiakanmu hingga akhir hanyat. Terakhir, Sultan menjatuhkan punggungnya di kasur. “Lintang ... Lintang. Kasihan banget sih kamu, masa iya kamu alergi laki-laki bahkan pada papahmu sendiri? Ya Tuhan, pasti kamu tersiksa banget. Ini aku harus bagaimana? Aku harus minta bantuan ke siapa? Mbah gugel!” Sultan segera duduk dan mengeluarkan ponsel dari saku sisi kanan levis panjang warna hitam yang dikenakan. Cara mematahkan alergi pada laki-laki ... Sultan sudah mengetikan itu, tapi tanggapan di internet tidak ada. Tunggu, Langit bilang, sampai detik ini belum ada obat untuk Alergi Lintang karena orang tua mereka pun sudah membawa Lintang ke luar negeri bahkan ke pelosok nusantara untuk mengikuti pengobatan secara herbal. Sultan berpikir keras. Meletakan ponselnya asal ke kasur kemudian menggunakan kedua tangannya untuk memijat-mijat kepala. “Jangan-jangan, ini sebenarnya begini, maksudnya, sebenarnya Lintang butuh pematah alerginya mirip di cerita dongeng begitu! Harus dicium dulu kayaknya, ya? Eh enggak boleh cium sembarang anak orang ... Mamah Mita bilang enggak boleh. Tapi enggak apa-apa sih, boleh saja kalau aku mau.” Sultan mengakhiri ucapannya dengan senyum manis. “Ah Mamah ... aku tanya Mamah saja. Mamah kan genius, beda sama papah. Eh, dosa enggak sih kalau aku minta bantuan si Leony? Ih, Leony dukun apa bagaimana, sih, ya?” Sultan bergegas keluar dari kamarnya. Ia melangkah menuju kamar yang keberadaannya ada di seberang kamarnya. Itu merupakan kamar orang tuanya dan ia sangat berharap Sasmita ada di sana. Tak ada orang dan benar-benar sepi. “Mamah ke mana? Eh Mamah tadi kan bilang mau ke rumah Ante Giani!” gumam Sultan. Di tengah suasana kamar luas yang benar-benar remang dihiasi banyak bingkai foto kebersamaan Sasmita dan Leon, serta beberapa foto Sultan yang membersamai kebersamaan keduanya, Sultan yang sudah balik badan dan bersiap pergi, menjadi urung. Di sebelahnya, di dekat cermin rias ada rak parfum. Ada dua rak parfum di sana. Satu milik Sasmita, satunya lagi merupakan rak berisi koleksi parfum Leon. Bila Lintang alergi laki-laki bahkan pada papahnya sendiri, dengan kata lain, trik ini bisa dicoba. Membuang aroma laki-laki di tubuhku dan menggantinya dengan parfum manis wanita? Pikir Sultan yang kemudian juga berpikir, “Bila penampilan juga dipermasalahkan, berarti aku harus menyamar menjadi wanita.” Sultan yakin dengan keputusannya. Segera ia mengambil beberapa koleksi parfum Sasmita. Ada lima botol parfum dan semuanya berwarna merah muda yang ia ambil dari rak, tapi Sultan kembali bimbang. Ia menyisihkan semua itu di meja rias. “Berarti aku juga harus dandan, kan? Terus?” Sultan bertanya pada pantulan bayangannya di cermin rias. Tak lama setelah itu, setelah berpikir sangat keras, Sultan membungkuk dan membuka setiap laci di lemari rias yang juga berperan sebagai meja. Di lemari kecil yang baru saja Sultan buka, ada sebuah kotak warna hitam berukuran besar. Ketika Sultan membukanya, ternyata itu koleksi rambut palsu Leony yang belum Sultan ketahui. Ya Tuhan, semuanya sudah terancang. Ah iya, ini yang aku butuhkan! Makasih banyak, Tuhan! Batin Sultan yang segera beraksi. Sultan membuka lemari pakaian berisi pakaian sang Mamah. Ia mengambil dress panjang lengan pendek warna merah salem dari sana yang ketika ia kenakan panjangnya hanya di bawah lutut. “Bentar, meski kakiku mulus bin seksi, tapi postur tubuh enggak bisa mengelabuhi. Wajib pakai stoking!” ucap Sultan buru-buru mencari yang ia butuhkan masih di deretan lemari pakaian berukuran besar yang ada di sana. Mah, pinjem minta bedaknya dikit, nanti kalau aku udah beli, pasti aku enggak minta lagi! Sultan merias wajahnya sebisanya tapi hasilnya apalagi bibirnya benar-benar menor. Setelah riasan beres, rambut palsu menjadi ajian pamungkas lanjutan yang Sultan kenakan. Kemudian, lima botol parfum tadi Sultan semprotkan ke tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala bahkan mulut. Hah! “Astaga, kok enggak enak gini mulutku! Enggak ... enggak! Aroma mulut cukup pakai permen. Ketek ketek!” Sempurna, Sultan bahkan pangling pada penampilannya sendiri yang sampai memakai soft lens hingga matanya tak kalah lebar dari mata Lintang. “Secantik ini aku, ya? Terus namaku siapa?” Kembali Sultan berpikir keras. “Aku, akan menjadi gadis ceria yang selalu membuat Lintang bahagia! Sul ...Tan ... Sully? Tan-Tan? Sul-Sul? SUNNY! Hahaha ... iya, Sunny, si gadis seceria matahari!” ucap Sultan bahagia dan bersemangat sendiri sambil menatap pantulan bayangan dirinya di cermin rias. Kedua tangan Sultan mengelus-ngelus manja pipinya yang tambah mulus akibat polesan beda. Tak lupa, ia juga berlatih tersenyum manis. “Sunny si gadis seceria matahari, akan membahagiakan Lintang! Yuk mari beraksi!” ucap Sultan yang berbicara dengan logat kemayu. Ia melangkah melenggak-lenggok cantik keluar dari kamar Sasmita. Namun mendadak kembali dan kebingungan mengamati koleksi sepatu milik Sasmita. “Enggak ada, kaki Mamah kan kecil. Nanti beli di toko saja sekalian berangkat jenguk Lintang. Eh, aku harus tulis pesan ke Mamah takut Mamah syok lihat parfum sama make up-nya kekuras satu ton! Untuk Mamah Mita yang sangat Sultan sayangi berlope lope. Mamah, maafkan Sultan, ya. Sultan sudah ngabisin lima botol parfum Mamah sama satu ton make up Mamah. Nanti Mamah minta ganti ke Papah saja. Kan Papah suka kalau aku bar-bar. Mah ... Pah, semuanya ... tolong doakan aku, ya? Cewek yang aku cintai alergi laki-laki bahkan pada papahnya sendiri. Jadi, hanya dengan cara ini aku bisa dekat dan membahagiakannya Aku menjadi Sunny, si gadis ceria yang akan selalu membuatnya bahagia ^O^ Membaca itu, Sasmita dan Leon langsung tidak bisa berkata-kata. Sasmita yang memegang secarik kertas berisi pesan dari Sultan langsung menoleh dan menatap Leon yang ada di sebelahnya. “Leony season ke dua?” ujar Leon. Mendengar itu, Sasmita refleks mengembuskan napas panjang melalui mulut seiring ia yang merunduk dan berakhir terduduk di kursi rias. “Gadis itu alergi laki-laki? Bagaimana ceritanya? Terdengar aneh, tapi Sultan enggak mungkin bohong,” ucap Sasmita. “Kita lihat saja apa yang terjadi,” balas Leon yang menjadi menahan senyum dan perlahan tertawa lepas. “Ya ampun ada Leony season 2 dan yang jadi pun anakku sendiri! Hahahaha!” “Astaga ....” Melihat kehebohan sang suami, Sasmita mendengkus pasrah sambil mengusap wajahnya menggunakan tangan kirinya yang bebas dan tidak memegang secarik kertas berisi pesan dari Sultan. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN