6. Kasih Sayang Ibu

1082 Kata
Suara deru mesin mobil membangunkan Raina dari tidur lelapnya. Mengucek matanya yang masih lengket karena baru tengah malam ia tertidur tadi. Hanya karena ia menunggu Ardi yang belum pulang, terpaksa Raina harus begadang. Sembari menonton drama melayu yang menjadi favoritnya, ia menunggu Ardi pulang. Sayangnya hingga tepat jam dua belas malam suaminya tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Membuat Raina yang sudah tak bisa menahan kantuk pun merebahkan diri di sebelah sang putra ketiga . Di tengok jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua pagi. Pantas saja Raina merasa kantuk yang lumayan berat karena ia baru tertidur dua jam lamanya. Bergegas turun dari atas ranjang. Sebelum Ardi menggedor pintu rumah dan berakhir membuat seisi rumah terbangun, Raina harus buru - buru membuka pintu. Dan benar saja, baru saja tangan Raina hendak meraih handel pintu, Ardi sudah mengetuknya yang beruntungnya tidak terlalu keras bunyinya. Pintu terbuka, Ardi masuk begitu saja mewati tubuh Raina tanpa kata. Raina hanya menggelengkan kepala lalu menutup kembali pintunya. Aroma menyengat yang menguar dari tubuh Ardi bisa Raina pastikan jika lelaki itu sehabis minum alkohol lagi. Masuk ke dalam kamarnya dan sudah mendapati Ardi yang tidur tengkurap memenuhi ranjang nya. Bahkan anak ketiga nya yang kini memasuki usia tiga tahun hampir saja tergencet tubuh besar papanya. Hanya bisa menghela nafas lalu mengelus dadanya. Sampai kapan suaminya ini akan seperti ini, berharap lelaki yang merupakan imam keluarga mau segera berubah. Bahkan ini di rumah kedua orang tua Raina dan Ardi tak sedikit pun ada rasa malu ataupun sungkan dengan semua perilaku buruknya. Beruntung nya Raina mempunyai kedua orang tua yang begitu sabar dan penyayang. Meskipun Ardi sering bersikap sesuka hatinya, tak sekalipun Bapak Raina akan menegur menantunya. Bukan nya beliau tidak berani, hanya saja menurut Bapak Raina beliau tidak ingin membuat keributan dengan sang menantu. Dan memilih membiarkan Ardi bersikap sesuka hatinya. Berharap suatu ketika lelaki itu akan berubah dengan sendirinya. Raina berjongkok di bawah ranjang dan menyeret sebuah kasur lantai. Lalu merentangkan di bawah ranjang yang ditiduri oleh sang suami. Mengambil bantal yang ada di atas ranjang dan memindahkannya ke bawah tepat di atas kasur lantai. Dengan perlahan mengangkat tubuh mungil putranya dan memindahkannya tidur di bawah bersamanya. Raina hanya takut jika tanpa sadar tubuh besar Ardi akan menindih tubuh kecil sang putra. Karena acapkali Ardi terkena pengaruh minuman beralkohol, maka tidurnya pun tak akan bisa tenang. Kadang ia akan meracau tidak jelas atau berteriak- teriak di tengah tidurnya yang pulas. Sungguh mengganggu saja di tengah orang yang sedang beristirahat. Sebelum Raina membaringkan tubuhnya, ia kecup pipi sang putra yang seolah tak teganggu tidurnya karena masih saja terlihat pulas. *** Pagi ini, kepala Raina kembali diserang pusing karena tidurnya yang tidak nyenyak. Terutama bagian leher yang terasa sangat kaku. Diambil nya minyak kayu putih dalam kemasan botol kecil berbentuk rol. Lalu mengoleskannya ke area seputar leher sampai bahu. Berharap bisa meredakan dan mereganggkan otot- otot syarafnya yang terasa kaku. Setelahnya, dengan perlahan Raina keluar dari dalam kamar. Mendapati Ardia sudah telentang di depan televisi menonton siaran berita pagi. Waktu memang sudah menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit. Dan karena ini adalah hari minggu maka anak-anak nya libur sekolah. Ardia, putra pertamanya ini paling tidak bisa bangun siang. Berbeda dengan dirinya juga kedua anak nya yang lain dimana lebih sering menghabiskan waktu libur dengan bangun lebih siang dari biasanya. " Dia, kok sudah bangun?" sapa Raina saat melewati putranya. Ia yang sedang ingin pergi ke dapur berhenti sebentar memperhatikan sang putra. "Ma... Hari ini masak apa?" tanya nya kemudian. "Entahlah... Mama belum belanja. Nggak tahu lagi kalau nenek sudah belanja. Mama ke dapur dulu," Raina melenggang pergi meninggalkan putranya. Sebelum memulai aktifitas pagi nya, ia masuk dulu ke dalam kamar mandi. Melakukan ritual pagi nya. Baru setelahnya menghampiri sang ibu yang sedang berkutat dengan masakan nya. " Ibu sudah belanja? Mau masak apa?" tanya Raina dengan mata mengawasi beberapa sayuran yang sedang dipotong oleh ibunya. Ibu Raina ini memang selalu bangun pagi dikala terdengar suara adzan subuh berkumandang. Sekitar jam empat atau paling lambat setengah lima pagi. Tidak akan pernah bisa bangun dikala mentari sudah menampakkan diri. Sungguh berbeda dengan Raina yang selalu bangun kesiangan. Bahkan terkadang jam enam baru Raina terbangun. Itu semua karena Raina tidak pernah bisa tidur sore. Selalu menjelang tengah malam ia baru bisa tertidur. Mungkin karena Raina banyak pikiran sehingga mengalami gangguan tidur. Terlebih hobinya yang suka menonton drama dari sebuah aplikasi di dalam ponselnya, membuatnya selalu lupa waktu. "Masak soto saja ya? Ibu bingung mau masak apa. Sayur-sayuran anakmu juga kurang suka. Terkadang ibu bingung saat belanja. Apa yang mau dibeli?" Raina tersenyum mendengar keluhan ibunya. Memang ketiga anaknya itu akan rewel mengenai makanan. Bukan berarti tidak doyan makan. Mereka bertiga suka makan hanya saja yang membuat rewel adalah dimana mereka makan tiga kali sehari maka menu makan nya pun juga harus ganti sebanyak tiga kali. Mereka tidak akan pernah mau memakan makanan yang tidak hangat lagi. Seperti menu sarapan, dengan menu makanan siang, juga selalu inginnya yang berbeda. Entahlah, ini semua mungkin juga salah Raina yang sejak dulu membiasakan anak-anak nya seperti itu. Sebenarnya bukan ada niatan untuk membiasakan mereka, melainkan karena rutinitas yang menjadikan mereka memiliki kebiasaan terlalu rewel acapkali maau makan. Dulu saat tinggal di kota, setiap pagi Raina akan membuat sarapan dengan menu yang simpel dan anti ribet. Dan untuk makan siang, anak - anak Raina akan mendapatkan jatah makan siang dari sekolah. Sementara Raina akan makan di kantin kantor. Sedangkan malam hari nya akan lebih sering Raina membeli makan diluar atau sekedar membeli lauk yang sudah matang. Itulah cerita awal kenapa Raina dan anak - anak nya terbiasa bergonta ganti menu makanan dalam satu hari . Kembali pada ibu Raina, jujur Raina merasa tak enak hati pada ibunya yang harus mengurus dan merawatnya beserta ketiga anak nya. "Bu... Ibu kalau ingin masak tidak perlu memikirkan anak - anak. Mereka itu rewel sekali kalau urusan menu makanan. Jadi, biarkan saja mereka meminta ingin makan apa, baru nanti Raina akan memasak untuk mereka." "Ya, tapi ibu mana bisa begitu, Na. Tiap belanja ya hanya anak - anakmu yang ada di benak ibu. Kalau yang dewasa seperti kita, hanya ngikut saja sama selera makan anak-anak." Jawaban yang terlontar dari mulut ibunya, membuat Raina berkaca - kaca. Begitu tulus kasih sayang sang ibu kepada anak dan cucu cucunya. Tapi sayang sekali, Raina belum bisa membalas semua kebaikan ibunya. Membuat Raina merasa semakin bersalah karena telah menjadi beban bagi kedua orang tuanya. Meski Raina yakin jika Bapak dan Ibu nya tak pernah merasa terbebani dengan kehadiran nya dan juga anak anaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN