8. 'Mereka'

1346 Kata
“Angelia maafkan aku…” Brian harus bisa menelan perkataannya ketika Angelia terus saja menarik pergelangan tangannya menjauh dari ruangan yang dia masuki sebelumnya, dia saat ini hanya bisa pasrah dan mengikuti kemana wanita itu akan membawanya pergi. Mungkin kali ini dia memang mengakui salah karena telah lancang masuk ke dalam rumah wanita itu tanpa izin, tapi dia telah menghubungi Angelia berulang kali dan tidak mendapat respon sama sekali hingga ia memasuki ruangan yang mungkin membuat Angelia bungkam padanya hingga saat ini. Mereka berdua kini berada di sebuah ruangan yang dapat dia simpulkan sebagai ruang tamu, hujan di luar cukup deras disertai dengan angin, kilat dan petir yang datang secara bersamaan. Semakin membuat malam tampak mencekam, lalu Angelia melepaskan pegangan tangannya dan bersedekap menatap ke arah luar jendela dengan pandangan kosong. “Aku tidak marah padamu, hanya saja lain kali jangan melakukannya lagi.” Brian pada akhirnya dapat bernapas dengan lega begitu mengetahui bahwa Angelia tidak marah padanya, meskipun hingga saat wanita itu tidak mau menatap ke arahnya dengan senyum manis yang biasanya. Brian berjalan mendekat ke arah Angelia, ia kini hanya berjarak satu langkah lagi dengan wanitanya. Mengambil napas panjang sebelum meyakinkan dirinya sendiri ketika kedua tangannya terulur untuk memeluk Angelia dari belakang. Mengetahui bahwa saat ini kondisi Angelia baik-baik saja telah membuatnya merasa lega luar biasa, mengingat alasannya masuk ke dalam rumah Angelia tanpa izin karena dia terlalu mengkhawatirkan wanita itu. Tubuh Angelia tampak kaku untuk beberapa saat setelah dia merasakan pergerakan pada pinggangnya, mendapati sepasang tangan tengah melingkar pada perutnya dan memeluknya dengan erat. Tangannya terulur memegang tangan Brian yang terasa hangat, akan tetapi suara barang yang pecah dari arah belakang mereka membuat Angelia dengan segera melepaskan pelukan Brian untuk menoleh ke belakang. Melihat sebuah vas bunga tiba-tiba saja pecah berserakan di lantai dengan pandangan terkejut. Brian juga merasa terkejut melihat sebuah vas bunga berukuran cukup besar yang tiba-tiba saja jatuh hingga pecah menjadi kepingan kecil di lantai. Meski begitu tetap yang membuatnya jauh merasa heran adalah atas reaksi Angelia yang terlalu berlebihan menurutnya. Entah apa yang istimewa dari vas bunga tersebut hingga membuat Angelia tampak memucat dan terus saja menatap vas bunga tersebut tanpa berkedip selama beberapa saat. “Apa yang sebenarnya terjadi?” Brian memulai untuk memecah keheningan di antara mereka, rasa herannya atas respon Angelia hanya karena sebuah vas bunga yang pecah. “Apakah vas bunga itu sangat berarti untukmu?” Angelia perlahan menggelengkan kepalanya, wajahnya masih tampak terkejut dan pucat. Dia perlahan beralih menatap Brian dengan masih menggelengkan kepalanya. Seakan ingin mengatakan sesuatu hal namun tidak tahu harus berkata apa dan bagaimana mengucapkannya pada pria itu. “Ada apa, mengapa kau tampak pucat? Apa kau sakit?” Brian merasa khawatir pada Angelia, ia berniat untuk mendekat ke arah Angelia dan mengulurkan sebelah tangannya untuk memegang lengan wanita itu, namun Angelia terus saja menggelengkan kepalanya. Berjalan mundur menjauh dari Brian yang semakin merasa heran juga bertanya-tanya. “Apa yang terjadi, katakanlah mengapa kau tampak sangat terkejut dan terus menghindariku sedari tadi?” “Pergilah, jangan berada di sini lebih lama lagi!” “Apa maksudmu? Aku tidak akan pergi meninggalkanmu sendirian dalam kondisi seperti ini, lagi pula di luar sedang hujan deras.” Brian sama sekali tak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Angelia padanya. “Kumohon pergilah…” “Tidak!” Brian tentu saja jauh lebih keras kepala dari yang Angelia kira, dia tidak mungkin bisa meninggalkan wanita itu dalam kondisi seperti ini seorang diri. Entah hanya firasatnya atau bukan, Brian merasakan bahwa ada sesuatu hal yang tidak beres di tempat ini. Entah apa itu dia tidak mengetahuinya, yang jelas instingnya mengatakan bahwa dia tidak boleh meninggalkan Angelia sendirian di sini. Jika dia memang harus pergi sesuai dengan permintaan Angelia, maka dia akan membawa Angelia untuk ikut pergi bersamanya. Selama ia berada di sisi Angelia, maka Brian akan merasa jauh lebih tenang dari pada harus membiarkan Angelia seorang diri. “Berhenti bersikap keras kepala dan pergi dari sini!” Angelia bahkan kini tak lagi berusaha untuk menahan dirinya hingga tanpa sadar berteriak dengan keras pada Brian yang lantas membuat pria itu merasa kaget atas respon Angelia yang sangat berbeda dari biasanya. “Aku tidak akan pergi sebelum kau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi…” Angelia pada akhirnya hanya bisa menghela napas panjang, dia perlahan duduk di atas sofa empuk di belakangnya. Tangannya terulur untuk membawa uraian rambutnya ke belakang dengan pandangan yang cukup frustasi. Kedua matanya terpejam, tak memedulikan rambutnya yang terurai cukup berantakan dan tak tertata rapi. “Kita tidak bisa bersama, jadi pergilah. Tak ada yang perlu dijelaskan lagi.” Angelia mengatakan hal itu sambal memalingkan wajahnya dari Brian yang saat ini hanya menatap Angelia dengan bibir yang terbuka seakan tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh wanita di depannya. D*danya terasa sesak tanpa bisa dia cegah, ia sudah berusaha sekeras ini dan terus bertahan untuk mengejar Angelia. Baru kemarin wanita itu memberikannya kesempatan, namun kini semua yang dia lalui kemarin seakan hanya sebuah bualan mimpi buruk yang kembali menghempaskannya pada kenyataan yang pahit. Brian tidak akan semudah itu untuk menyerah, dia langsung saja berjalan mendekat ke arah Angelia, berdiri tegak di depannya dengan ekspresinya yang sulit untuk dijelaskan. Tujuannya datang ke tempat ini bukan untuk mendapati bahwa dia kembali ditolak oleh wanita yang dia sukai setelah sebelumnya dia diberi harapan untuk bisa menggapainya, dan dia tidak akan pergi semudah itu sebelum mendapatkan kejelasan atas semua ini. PRANKKK Suara barang yang jatuh dari arah belakangnya kembali terdengar diiringi dengan kilat dan bunyi petir yang cukup memekakkan telinga. Membuat Angelia dengan refleks langsung saja meringkuk menyembunyikan wajahnya di antara lutut di atas sofa yang tengah dia duduki karena takut akan petir yang menyambar-nyambar disertai hujan deras. “Kau bahkan setakut ini bagaimana bisa menyuruhku pergi, di luar hujan sangat lebat disertai angin. Apa kau sama sekali tidak mengkhawatirkanku menyetir dalam kondisi cuaca buruk seperti ini?” Angelia perlahan mengangkat wajahnya, menyadari apa yang baru saja dikatakan oleh Brian benar adanya, membuat wanita itu pada akhirnya hanya bisa terdiam. “Mereka tidak menyukaimu…” “Mereka siapa yang kau maksud?” Brian mengerutkan keningnya heran saat Angelia mengucapkan kata ‘mereka’ yang sama sekali tidak dia mengerti siapa yang dimaksudkan oleh Angelia. “Aku takut kau akan berada dalam bahaya jika bersama denganku.” "Semuanya akan baik-baik saja jika kita bersama, jangan memikirkan apapun. Kita pasti bisa melaluinya bersama." Brian berusaha untuk meyakinkan Angelia, ia memegang kedua pundak Angelia dengan erat seakan berusaha untuk meyakinkan, meskipun jelas terpampang ekspresi keraguan dalam pandangan Angelia akan perkataannya. "Kau tidak mengerti, aku..." Sebuah kilat yang sangat terang datang disertai dengan suara petir dengan suara menggelegar seakan-akan petir tersebut sewaktu-waktu bisa menyambar mereka berdua. Membuat Angelia dengan refleks langsung berjengit kaget dan berdiri untuk memeluk Brian yang ada di depannya dengan penuh rasa takut. "Aaaaa!" Angelia refleks berteriak kaget saat lampu mati secara tiba-tiba hingga kondisi rumahnya benar-benar gelap gulita, ia semakin erat memeluk Brian yang kini juga balas mengulurkan tangannya untuk menenangkan Angelia yang tampak ketakutan. "Ada aku di sini, semuanya akan baik-baik saja. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian." Brian terus mengelus rambut panjang Angelia yang terurai, dapat dia rasakan deru napas milik Angelia yang berderu dengan cepat. Bahkan pelukan Angelia pada tubuhnya terasa begitu kencang, membuat Brian dalam diamnya tersenyum tipis menyadari posisi mereka yang saat ini sangat dekat dan menempel satu sama lain. "Apa kau takut gelap?" Angelia hanya menganggukkan kepalanya, "aku selalu merasakan sesak tiap kali dihadapkan pada kondisi gelap seperti ini." masih dengan deru napasnya yang tak beraturan Angelia mengatakan hal itu, bahkan ia seakan tidak bisa menahan diri saat air matanya akan tumpah karena rasa takutnya pada gelap. Mengingat ia memiliki trauma dalam kondisi gelap. Brian yang mendengar penjelasan Angelia dengan segera merogoh saku celananya untuk mencari keberadaan ponselnya tanpa dia harus melepaskan pelukan Angelia yang mengerat padanya tak ingin dilepaskan. Hingga pada akhirnya dia bisa menemukan keberadaan ponselnya dan menyalakan senter untuk menerangi pencahayaan di dalam rumah yang gelap gulita, hanya ada cahaya dari kilat yang menyambar-nyambar yang justru membuat kondisi pada malam hari ini semakin terasa mencekam. To be Continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN