Memberi pelajaran

1004 Kata
Setelah pertemuannya dengan Chilia, Lucas benar-benar menepati ucapannya. Menghajar Arga dan menghukum kedua wanita yang selalu membuat Chilia tersiksa. Entah apa yang membuat Lucas sampai semurka itu, tapi yang pasti Lucas hanya menginginkan gadis malang itu mendapatkan kebahagiaannya mulai saat ini. Sedang teriakan menggema di ruang lain, Sekertaris Frad ditemani para bodyguard sedang menyiksa Alexa dan Riska. "Tidakkkk! Tolong lepaskan kami, kami ngga bersalah," ujar Alexa masih membela diri. "Kami ngga tahu apapun tentang masalah ini," lanjutnya. Namun tidak ada jawaban apapun, Frad yang tidak suka bicara hanya menatap mereka tajam. Kesal ucapan mamanya tidak di tanggapi, Riska yang bicara kali ini. "Heh aku adukan kau pada kakakku, kau tahu kakakku itu kekasih bosmu! Jadi lepaskan kami atau kalau ngga kita adukan perbuatanmu pada kakakku agar kau di pecat nanti," ancam Riska malah membuat Frad tersenyum tipis. Kakak? Ck! Dia pikir Frad tidak tahu apa yang selama ini terjadi? Frad si jenis itu bahkan tahu kalau kedua wanita inilah penyebab nona Chilia di cambuk. Frad juga tahu Chilia di kurung dikamar saat mereka mengunjungi rumah Arga tempo hari. Gadis malang, Frad sedikit simpatik tapi ketidak ada hubungannya dengan Chilia membuat Frad acuh saat itu. Dan siapa sangka sekarang dia bisa meluapkan kekesalannya sekarang, karena gadis itu ternyata ada di hati Lucas. Sahabat sekaligus bosnya. Mengabaikan ucapan Riska dan Alexa dan kembali menjambuk. "Aaaaaaa!" Sedang di tempat Arga, tidak ada teriakan atau tangisan apapun. Arga yang biasa ketakutanpun kini lebih senyap. Tidak ada ketakutan yang terlihat, pria itu bahkan malah tertawa. Tawa mengejek yang ia lemparkan khusus untuk Lucas. "Kau yakin ingin menghabasiku?" ujar Arga masih tertawa. Dia memang terkapar lemah, tapi setidaknya ia memiliki alat untuk melawan pria ini sekarang. Chilia! Ya, gadis itu bisa ia jadikan kambing hitam atas kesalahannya. Terbukti saat Arga melihat Lucas mencium putrinya tadi. Jadi Arga melihat mereka tadi? Ya, pria itu tersenyum, bukan karena Chilia akhirnya mendapatkan pelindungnya, melainkan akhirnya dia mendapatkan senjata untuk melawan Lucas saat ini. Seperti tahu apa yang ada di dalam otak Arga, Lucas menertawakan pria itu balik. Berjongkok, kemudian menarik rambut pria tua itu hingga ia memekik. "Kau pikir aku akan kalah hanya dengan seorang gadis?" Tertawa sinis kemudian melepaskan cengkraman dengan kasar. Arga semakin menatap tajam, kebencian dan rasa saingannya semakin tinggi pada Lucas. "Kenapa kau begitu percaya diri, Argatama? Padahal aku hanya bermain-main dengan putrimu." "Aku sengaja membuat dia tergila-gila padaku. Tidak bisa hidup tanpaku hingga akhirnya berlutut di kakiku. Tapi kemudian aku akan meninggalnya hingga dia menjadi gadis gila seperti kakaknya." kata Lucas dengan senyum mengejek. Darah Arga sudah mendidih. Meludah di depan Lucas. "Sialan! k*****t!" "b******n! Lawan aku jika kau berani." "Sutttttt!" Menggerakkan telunjuk ke bibir. "Kau bisa membuat Chiliaku ketakutan, Arga!" ledek Lucas semakin membuat darah Arga mendidih. Cukup satu putri baginya, tidak dengan yang sekarang. "k*****t! Aku tidak peduli. Cepat lawan aku jika kau berani." Lucas tidak menanggapi, meraih jas mewah miliknya yang tersampir di kursi kemudian pergi. "Ikat dia!" "Tidak! Lucas, lepaskan putriku!!!" teriak Arga membuat Lucas berdecih mendengar kata 'Putriku' Arga ingin menyerang, tapi segera di sergap oleh bodyguard Lucas. Sedang pria itu sudah melenggang pergi. Menancapkan gas mobil kesayangannya dan pergi dari sana. Sedang di kediaman Argatama. Chilia yang tidak mengetahui ketidak hadiran semua orang mengurung dirinya di kamar. Gadis itu menangis tersedu-sedu di hadapan ponselnya. Lulu yang saat itu sedang menjadi lawan bicaranya panik sekaligus risi. Dia tidak bisa melakukan apapun selain menenangkan. "Aisss Chilia berhenti dong!" "Gue ini lagi sedih, tau! Lo kok jahat sih suruh gue berenti. Bukannya suruh gue nangis aja sepuasnya!" Chilia malah balik marah. Lulu serba salah, menghembuskan nafas berat. "Ya, lagian lo aneh, deh. Ujug-ujug nelpon nangis. Tapi ngga ngejelasin kenapanya. Emang lo kira gue dukun bisa tau lo kenapa?" Mendengar ucapan Lulu Chiia malah tambah kencang menangis. Seperti bayi yang hanya di iming-imingi s**u. "Huaaaaaa!" "Ya ampun!" Setelah merasa tenang Chilia baru bicara. Menceritakan semua yang selama ia alami pada Lulu. Ya, Lulu emang sudah Chilia anggap keluarga sendiri. Chilia bahkan lebih rela memberikan nyawanya pada Lulu daripada Riska saking berjasanya sahabatnya itu. "So, gimana rencana lo selanjutnya?" Sebenarnya Lulu sedikit kasihan mendengarnya. Apalagi dengan tekanan Chilia yang dari sana sini. Jika Lulu jadi Chilia, mungkin dia tidak akan sekuat dan sebaik Chilia. Mau membantu papahnya mencarikan pria yang ujung-ujungnya senjata yang menyakiti diri sendiri. Padahal papahnya itu sudah jelas b******k dan tidak menyayanginya. Chilia menghembuskan nafas berat, "Gua ngga tau." Chilia dan Lulu sama-sama terdiam. "Eh tunggu-tunggu!" Lulu mengejutkan Chilia yang termenung. "Apaan?" tanya Chilia malas. "Bukannya lo bilang pria itu ngga jamahin lo waktu di hotel dan cuman ciumin lo doang?" "CUMAN LO BILANG?" tanya Chilia dengan nada yang sedikit meninggi, Lulu nyengir kuda. "Hehe. Maksud gue ... intinya pria itu ngga jamahin lo, kan?" "Ngga," jawab Chilia lemas. Otaknya sudah buntu memikirkan masalah papah, ditambah dengan urusan balas dendamnya yang tanggung. Haruskan Chilia melanjutkan hal gila ini hanya demi balas dendam pada mantan dan kedua penyihir itu? "Ya kalau gitu yaudah, ngapain lo takut!" "Maksud, lo?" "Haisss Chilia! Lo emang pinter, tapi kadang-kadang juga oon, ya! Dengerin gue, lo tau dia ngga jamahin lo berarti lo ngga usah takut. Lo tinggal duduk manis, nyaksiin pria itu hancurin musuh bokap lo." "Lalu?" "Lalu puas deh, lo. Bukannya itu tujuan lo minta bantuan tu cowok ganteng." "Iya, sih!" Chilia loading. "Nah, kan. Kapan lagi dapet bantuan percuma coba. Cuman di cium ini, kan? Ngga lebih." "Tapi..." "Ngga usah tapi-tapian. Inget Chil, ini kesempatan emas buat lo. Kapan lagi coba lo bisa buktiin ke bokap kalau lo lebih berguna daripada mereka. Sekaligus lo bisa pamer dan bikin mereka kebakaran jenggot? Ngga bisa, kan?" Chilia terdiam lagi, "Iya, sih!" "Kan! Di tambah lagi dengan Alex. Bukannya lo mau balas dendam ke dia? Sekalian aja tuh biar nyaho dia!" "Betul, Lu." "Yaudah! GAS CHIL!" Chilia menjatuhkan kepalanya di kasur. Penat. "Eh si dodol malah ngorok." "Gue bakal mikirin lagi, besok kia ketemu di tempat biasa, ya. Bay!" "Yah yah, si Chililalang. Kalau aja bukan sahabat gue udah gue getok lo heuh!" Melemparkan ponsel dan tidur di kasurnya. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN