Si cantik yang malang

1064 Kata
Pekat. Suara gemuruh cambuk bercampur dengan teriakan tenggelam dalam gelapnya malam. Suara itu terus bersahutan mengiringi geraknya jarum jam yang terus berdenting. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, jika ia tidak dihukum di sekolah, maka ayahnya sendirilah yang akan menghukumnya di rumah. Ditampar atau dicambuk dengan cambuk kesayangan miliknya. Tuan besar Argatama itu mencambuk Cilia? Ya, pria yang paling berpengaruh di negeri tersebut tidak segan-segan menghukum putri kandungnya sendiri jika ia berulah. Lagi. Cambukan itu mengenai punggung kecil dan mulus Cilia, tapi kini tidak ada lagi teriakan dan ringisan yang keluar dari mulutnya. Hanya diam menatap ayahnya penuh kebencian. "Bawa dia!" Merasa cukup memberi hukuman putri kandungnya itu, Tuan Arga memerintah bodyguardnya untuk membawa Cilia, mengurung gadis itu di kamarnya. Ya, satu hukuman penutup lagi yang harus Cilia lewati adalah kurungan selama 1 hari. Tanpa diberi makan dan minum. Berharap Cilia bisa sadar dan menyesali perbuatannya. Semua hukuman yang Cilia jalani tentu bukan atas dasar ayahnya, melainkan dari usulan Alexa. Ibu tirinya. Sedang nyonya Alexa sudah bergelayut manja di paha suaminya, menempelkan dadanya ke bibir Aksa untuk di hisapnya. Ck! Cilia membuang wajah, dengan langkah tertatih mengikuti langkah para bodyguard ke kamarnya. Di dalam keheningan Cilia menangis. Merasakan sakit sekaligus kecewa dalam hidupnya. Cilia benci, semua yang ada pada diri dan hidupnya. Andai ibunya masih ada, pasti akan ada yang membelanya. Memberinya kasih sayang dan juga perhatiannya. Namun sekarang siapa? Meski papa masih ada, tapi papa sudah seperti mati. Berharap dapat berlindung, pria itu malah menjadi hakim bagi Cilia. "Mama Cilia rindu hikssss!" Cilia membekap bibirnya. Ia benci mendengar suara tangisnya sendiri. Apalagi jika harus terdengar oleh Alexa dan Riska. Cilia tidak akan membiarkannya. Itulah sebabnya Cilia selalu sok kuat di depan kedua wanita iblis itu, hanya untuk membuktikan jika Cilia tidak selemah yang mereka pikirkan. Di tengah tangisnya, tangis Cilia tak sengaja menyentuh sesuatu. Benda yang baru saja ia dapatkan di Bar tadi. Setelah kepergian Lucas, Cilia memutuskan untuk segera kembali dan istirahat. Namun bukannya istirahat, Cilia malah mengantarkan tubuhnya untuk di siksa sang papa. Tanpa mendengar penjelasan apapun Tuan Arga menampar Cilia tatkala mendengar gadis itu menampar adiknya sendiri di kampus. Ditambah dengan berita Cilia yang di skors membuat Tuan Arga semakin murka dan mencambuknya. Tamparan keras sang papa cukup menyadarkan Cilia, menatap pria itu tidak menyangka. "Papa lebih percaya wanita itu dari pada anak kandung sendiri?" "Jaga ucapanmu! Dia adikmu Cilia!" Nyonya Alexa dan Riska sudah tersenyum penuh kemenangan. "Ngga! Sejak kapan Cilia mengakui dia adik?" "Dia dan wanita itu." Menunjuk Riska dan Nyonya Alexa. "Bukanlah keluargaku!" tegas Cilia dan langsung mendapat tamparan lagi dari Arga. Mendapat tamparan yang kedua kalinya Cilia malah tertawa. Tertawa miris untuk dirinya sendiri lebih tepatnya. Melihat itu Alex, Riska dan Arga berkerut heran dan menganggap jika gadis itu sudah gila. "Lihat, pah. Dia sudah gila." Alexa mencoba menjelaskan. Sedang Cilia yang merasa percuma saja bicara dengan mereka, Cilia memilih pergi. Istirahat di dalam kamar dan menenangkan dirinya. Namun belum sempat kaki mungil itu sampai di tangga, Nyonya Alexa sudah menarik rambut Cilia. Menariknya agar tetap menghadap ayahnya. "Aaaa!" Cilia merasakan sakit di kepalanya. "Papa, kau akan biarkan putrimu menjadi srigala? Cepat cambuk dia! Dia bisa bertingkah lebih memalukan lagi jika tidak diberi hukuman. Dia bisa lebih mempermalukan keluarga kita nanti!" ujar Nyonya Alexa membuat Cilia menganga tak percaya. Sungguh, Cilia tidak percaya ada wanita sejahat dan sekeji dia. "Iya, Pah. Apa papah tau? Dia bahkan malah berterima kasih saat pak dekan menskors nya tadi. Mengatakan jika dia malah akan dengan senang hati berlibur," kata Riska membuat Tuan Arga semakin tersulut. Mengambil alih rambut Cilia dan menariknya ke ruang eksekusi. Beberapa kali kepala Cilia menggeleng. Menghilangkan adegan demi adegan yang padahal sudah biasa baginya itu. Tapi tetap saja, Cilia selalu menangis dibuatnya. Bukan menangis karena sakit, tapi karena menyedihkan lebih tepatnya. Buru-buru tangan mungil yang sudah penuh dengan keringat itu bergerak, membuka dompet. Namun tidak ada apapun yang penting dan menarik di dalam sana. Hanya beberapa lembar dolar dan kartu black card. Cilia tidak tertarik? Ya, sudah dia katakan Cilia hanya butuh kasih sayang, bukan uang. Cilia lempar dompet itu, merasa percuma saja jika ia menjadi seperti tadi. Namun tak lama tangan Cilia bergerak lagi, mengambil dan memeluk dompet itu. Cilia berfikir untuk melanjutkannya, kabur dari neraka ini dan pergi bersama pria tadi. Bukankah dia begitu kaya seperti papanya? Jadi Cilia tidak perlu takut apapun lagi. Cilia bahkan bisa menjatuhkan ayahnya dan kedua wanita itu untuk balas dendam. Ya, Cilia berfikir seperti itu. Namun di detik kemudian gadis itu kembali menangis. Bukan seperti ini hidup yang Cilia harapkan sebenarnya, Cilia menyayangi ayahnya. Menghormati dan menginginkan ayahnya bahagia. Itulah sebabnya Cilia tetap bertahan disini. Tapi jika mereka saja tidak mengharapkan dia lagi untuk apa Cilia tetap tinggal? Entahlah. Si cantik yang malang itu melanjutkan tangisnya. Hingga pagi, bahkan hingga malam tiba kembali. Sedang di bar. Lucas kembali ke bar setelah menyelesaikan urusannya. Tidak mendapati gadis itu di kamarnya Lucas menemui sahabatnya Max. "Apa kau melihat dia?" Max menatap Lucas lekat. Menempelkan punggung tangannya di dahi sahabatnya itu. "Apa kau sakit?" "What?" "Lagian kau bertanya tanpa mengatakan namanya. Mana ku tahu kau bertanya tentang siapa." Lucas dan Max terdiam sebentar. "Ohhhh atau kau baru saja menikmati seorang gadis? Katakan! Siapa dia? Apa dia masih hidup setelah melayanimu?" Lucas menatap Max tajam, dia pikir dia apa? Pemakan gadis? Dia bahkan belum menyentuh gadis pecicilan itu. Merasa hanya menambah masalah saja jika mengobrol dengan Max, Lucas memutuskan untuk pergi. "Hey, Bro! Kau tidak berniat membaginya denganku?" tawar Max diiringi senyum. Tapi tidak di hiraukan oleh Lucas. Pria itu pergi, meninggalkan Max dan semua yang berhubungan dengan bocah pecicilan itu. Lucas berniat tidak ingin berhubungan dengan gadis itu lagi dan melanjutkan aktivitas hidupnya. Semalaman Lucas membereskan masalahnya, menemui para penghianat dan menghukumnya. Ya, seperti biasa Lucas mengeksekusi para pengkhianat yang telah mengotori nama baik dia dan organisasinnya. Namun semalaman itu Lucas tidak fokus. Suara lenguhan gadis pecicilan itu membuat mata Luca buram, tidak fokus. Hingga malam telah berganti lagi Lucas belum juga menyelesaikan semuanya. Pria itu membelokkan mobilnya menuju sebuah rumah mewah. Rumah penghianat terakhir yang akan Lucas eksekusi. Lucas menemuinya langsung ke rumahnya? Ya, memangnya siapa yang dapat menghentingkan si king dark itu. Dengan gaya dingin dan cool Lucas mengetuk pintu. "Sebentar!" Suara seorang gadis muncul dari dalam. Mendapati targetnya ada di dalam, dengan gaya tenang Lucas menyokong pistolnya. Membalikan nama Argatama yang terpampang di sana kemudian masuk ke dalamnya. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN