Teman

1196 Kata
Seorang wanita bersepatu boot warna hitam bergegas memasuki sebuah ruangan. Begitu ia mendorong sepasang pintu berukuran besar dan tinggi itu, suara pintunya langsung menggema. Seorang lelaki berjanggut langsung mendongak. Ia menatap tajam ke arah wanita tersebut. Nampak ekspresi tidak suka dari wajahnya yang berwibawa. Ia adalah lelaki yang paling tidak suka diganggu saat bekerja. Apalagi bagi bawahan yang langsung masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu. "Apa kau sudah bosan hidup?" Ucap Pak Tua itu dengan nada menekan. "Maafkan saya, Tuan James," ucap wanita itu seraya berlutut. James menghela nafas panjang. "Ada apa?" tanya James akhirnya. "Kita kedatangan tamu istimewa. Mereka dari tiga ras kerajaan yang berbeda," ucap Eve, yang merupakan tangan kanan James. Mendengar itu James langsung berdiri. Tanpa kata ia langsung pergi keluar menuju ruang tamu khusus VVIP. Eve langsung membuntutinya dari belakang. "Apa keluhan mereka?" tanya James serius. Eve langsung memeriksa berkas. "Tidak ada. Mereka semua mengajukan permohonan," ucap Eve. James berhenti melangkah seketika. Ia mengambil berkas dari tangan Eve. Begitu melihat berkas pengajuan tersebut, James langsung mengernyit. Tak lama matanya membulat, lalu James menatap bulan yang terlihat di langit. Seminggu lagi akan purnama. *** Olivia mengusap perutnya yang telah kenyang. Sebentar lagi akan gelap. Ia harus segera kembali ke rumah mini atau lebih tepatnya asrama. Asrama mahasiswa memang persis seperti rumah mini yang berada di satu kawasan persis lingkungan perumahan. Semua rumah memiliki model dan corak yang sama. Yang membedakan adalah nomer rumah dan halamannya. Sementara dekorasi dan hiasan rumah tergantung siapa yang menempati. Olivia kembali menuju ruang administrasi. Ia harus segera mengambil satu kardus buku materi yang sebelumnya telah dititipkan di sana. Besok ia sudah harus mulai beraktifitas. Olivia tidak menemukan siapapun di ruang administrasi, namun kardus miliknya sudah ada di dekat pintu dan telah ditandai dengan namanya. Oliv, asrama no.13. Olivia segera mengangkat kardus yang ternyata lumayan berat itu. Ia juga kesulitan melihat ke arah depan. Berulangkali ia hampir terjatuh karena kakinya hampir tersandung sesuatu. Tak jarang juga ia hampir menabrak dinding atau pilar yang ada di depannya. Setelah berhasil keluar dari bangunan kampus, Olivia justru menabrak seseorang. Beruntung orang itu membantunya menangkap kardus tersebut. "Apa kau mahasiswa baru?" tanya pemuda di hadapan Olivia. Ketika kardus diturunkan seorang pemuda berkacamata menatap Olivia. "Benar." Olivia merasa agak canggung. "Namaku, Alex. Kau?" "Aku Olivia," jawab Olivia kaku. "Baiklah, Karena benda ini berat biar aku yang akan membantu membawanya. Ayo!" ajak Alex sambil mengangkat kardus ke atas sebelah bahunya. "Terima kasih. Tapi, apa aku tidak mengganggumu. Aku takut kau ada kegiatan lain," ucap Olivia. "Tidak ada. Aku kebetulan mau ke perpustakaan. Bukan hal penting. Hanya saja jika tidak ada kegiatan aku suka membaca," ucap Alex. "Benarkah? Aku juga," sahut Olivia girang. Ia sangat senang di hari pertama berada di Miracle telah bertemu dengan teman yang memiliki hobi yang sama. "Aku senang mendengarnya," ucap Alex. Tak lama kemudian keduanya sampai di asrama Olivia. Alex menurunkan kardus di ruang tamu. Sejenak ia melihat ke arah kamar yang tertutup rapat. "Kau tinggal sendirian di sini?" tanya Alex. "Benar. Ini hari pertamaku." "Kau gadis yang berani. Kebanyakan beberapa mahasiswa meminta sekamar dengan mahasiswa lain. Mungkin dua atau tiga hari ini kau akan dapat teman dan bisa meminta sekamar dengan mereka," ucap Alex. "Usulan yang bagus. Aku akan melihat keadaan dahulu," ucap Olivia. Ya, tentu saja. Olivia masih berusaha beradaptasi. "Baiklah, kau pasti kelelahan. Sampai bertemu besok pagi." Alex segera pamit. Olivia mengantar Alex sampai ke depan. Sepertinya Alex bisa diandalkan. Ah, Olivia lupa meminta nomer ponsel pemuda itu. Setidaknya besok ia bisa menelpon Alex jika tersesat. "Maaf, aku kembali." Suara Alex langsung membuat Olivia berbalik. Pemuda tinggi itu terlihat agak canggung dan malu. Poni dan kacamata tebal yang ia kenakan menutupi sebagian wajahnya. Ia mendekat ke Olivia. "Aku ingin meminta nomer ponsel. Siapa tahu kau. Maksudku, kita bisa ke perpustakaan bersama," ucap Alex. "Tentu saja." Olivia langsung senang. Mereka bertukar nomor. "Terima kasih. Aku pergi dulu. Selamat istirahat," ucap Alex. Setelah melambaikan tangan ia segera pergi. Olivia hanya tersenyum melihat kepergian Alex. Setelah itu, ia segera membongkar kardus dan menatanya di meja belajar yang sudah tersedia. Selain buku pelajaran, juga terdapat jadwal kegiatan. Kemudian ada satu lembar kolom yang harus diisi oleh Olivia. Yakni formulir kegiatan klub. Mahasiswa wajib memilih minimal satu kegiatan sesuai bakat dan hobinya. Ada banyak kegiatan klub yang ada. Semuanya kebanyakan kegiatan orang-orang kaya. Mulai dari bermain golf, berkuda, anggar, piano, biola hingga anggar. Olivia merasa ragu sejenak. Apakah ia boleh bergabung ke dalam salah satu klub tersebut. Ia bukan orang kaya dan hanya orang beruntung yang lolos seleksi dan mendapat beasiswa penuh di sana. Saat duduk merenung dan memikirkan hal tersebut, terdengar suara ketukan pintu. Olivia segera bergegas dan membuka pintu. Tampak seorang gadis berkepang dua berdiri dengan koper di sampingnya. Ia terlihat murung. "Bolehkah aku tinggal denganmu?" tanya gadis itu. "Kamu?" Olivia bingung. Ia baru bertemu saat ini dengan gadis tersebut. Perasaan asing dan canggung menyelimuti perasaan Olivia. "Namaku, Anne. Mahasiswa jurusan seni. Aku bertengkar dengan temanku," ucapnya. "Aku Olivia. Mahasiswa baru jurusan seni." "Wah, kebetulan sekali. Tenang saja. Aku sudah mengajukan pindah pada Bu Lusy. Dia sudah memberikan kunci kamar itu," ucap Olivia sambil menunjukkan kunci pintu kamar sebelah yang masih tertutup rapat. "Baiklah kalau begitu. Selamat datang," ucap Olivia girang. Ia segera menarik koper milik Anne ke dalam asrama. "Kau sepertinya sibuk," ucap Anne melihat ke dalam kamar Olivia. "Tidak. Aku hanya menata buku." "Kalau begitu kau mandi saja dulu. Supaya ketika aku selesai membereskan kamar ini bisa mandi juga setelah kamu selesai, oke!?" Olivia terpaku melihat keriangan Anne. Ia seperti tersihir akan keluguan, kelincahan dan keriangan Anne. Sehingga apapun yang dikatakan gadis itu, ia tidak bisa menolak. "Baiklah, nanti setelah selesai mandi aku akan membantumu," ucap Olivia. "Baiklah, tenang saja." Olivia segera mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi. Ia memutar keran air hangat dan mulai membasahi seluruh tubuhnya. Air yang hangat membuat tubuhnya terasa segar. Tiba-tiba Olivia merasa tanah sedikit berguncang. Ia segera mematikan kran beberapa saat. Namun guncangan itu sudah tidak ada, mungkin itu hanya perasaannya saja. Akhirnya Olivia kembali meneruskan mandi hingga selesai. Begitu keluar ia sudah melihat kamar Anne sudah bersih dan lampu menyala terang. "Cepat sekali," ucap Olivia kagum. "Tentu saja. Soalnya bersih-bersih, aku ahlinya," ucap Anne. "Oke. Kau memang hebat. Tapi jangan lupa mandi," bisik Olivia membuat Anne tertawa. Akhirnya malam itu, walaupun memiliki kamar masing-masing. Anne tertidur lelap di kamar Olivia. Mereka berdua kelelahan setelah bercerita banyak hal hingga larut malam. Suasana hening menyelimuti kawasan Miracle. Tidak ada lagi mahasiswa yang berkeliaran. Hanya beberapa penjaga yang terlihat berpatroli menjaga keamanan setempat. Tak lama kemudian tampak beberapa mobil keluar dari kawasan Miracle. Semua mobil berwarna hitam dengan kaca jendela yang tertutup rapat. Beberapa penjaga yang kebetulan berpapasan langsung menunduk hormat. Bahkan sebagian terlihat menekuk lutut. Tak jauh dari iringan tersebut. Sosok bayangan hitam nampak berdiri di salah satu gedung kampus yang tinggi. Sepasang mata merah dari bayangan tersebut tak berkedip mengawasi iringan mobil. Setelah iringan menjauh dan keluar dari lingkungan Miracle, bayangan tersebut juga turut menghilang. Suasana kawasan Miracle malam itu memang terasa berbeda dari biasanya. Suasana begitu mencekam dan lebih sunyi dari malam sebelumnya. Para penjaga langsung menutup pintu gerbang kawasan Miracle. Setelah itu semua penjaga kembali ke posisi mereka masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN