Suara peluit dan teriakan Gani membuat semua orang yang ada di sekitar langsung melihat apa yang terjadi.
Begitu pula dengan Winter yang sedikit terperanjat kaget karena reaksi Gani yang berlebihan. Sorot matanya yang tajam menggambarkan perasaan tidak suka bercampur kemarahan, tidak ada keteguhan yang Winter rasakan pada dirinya.
“Kau tidak dengar apa kataku?.” Teriakan Gani kian keras. “Apa yang kau lakukan?. Kau melukai temanmu!” ulangnya lagi.
Winter berpura-pura kaget sambil melihat Selina yang kini menangis di kerumuni banyak orang, sangat berbeda dengan reaksi orang-orang saat dia terluka.
Benar-benar tidak adil.
Selina berusaha bangkit sambil menutup sebelah matanya yang terasa sakit. Orang-orang langsung menatap Winter seperti seorang tersangka tanpa perlu pembelaan dan sangkalan apapun lagi.
“Saya tidak sengaja. Maafkan saya.” Ucap Winter berpura-pura takut dan merasa bersalah.
“Tidak sengaja katamu?” jawaban sederhana yang terlontar dari mulut Winer membuat Gani kian marah hingga melangkah lebar mendekati Winter dan menunjuknya. “Kau menendang bola itu!, kau mau mengelak?.”
“Ya, saya memang menendangnya tapi tidak sengaja mengarahkannya kepada Selina.”
“Baik” Gani melihat semua orang. “Siapa yang melihat Winter menendang bola dengan sengaja?.”
Satu persatu orang angkat tangan dan menyudutkan Winter.
“Kau lihat itu? mereka semua melihatnya.” Gani menunjuk semua orang yang mengangkat tangan mereka. Kecuali Marvelo.
“Minta maaf kepada Selina.” Titah Gani tanpa mempedulikan jika kini kondisi Winter kini terluka juga akibat sebuah bola.
Winter menyusut darah yang keluar lagi dari hidungnya, dia sengaja melakukan itu agar Gani sadar dan memiliki setitik empati mengenai keadaannya juga.
“Saya tidak salah. Itu kecelakaan” Bela Winter masih dengan jawaban yang sama tidak tergoyahkan sama sekali.
Gani membuang napasnya dengan kasar dan mengusap tengkuknya dengan pijatan. Gani langsung berdecak pinggang dan mengatur napasnya beberapa saat sebelum kembali menghadap Winter.
“Dengar Winter!. Bahkan, meski kecelakaan yang tidak di sengaja, tapi menyebabkan orang lain terluka, kau tetap harus meminta maaf. Kau paham?”
“Tidak mau.”
“Minta maaf Winter!” teriak Gani yang sudah tidak dapat mengontrol emosinya lagi, bahkan tangannya terkepal kuat menahan diri untuk tidak berbuat kasar.
“Saya tidak salah.” Jawab Winter tetap pada pendiriannya.
“Baik, kita periksa cctv.”
Winter menyeringai jahat. Inilah yang dia tunggu..
“Benar, kita periksa CCTV. Sekalian, lihat apa saya terluka juga karena di sengaja atau tidak. Orang yang membuat saya terluka juga harus meminta maaf meski tidak di sengaja melukai saya. Dan jika dia sengaja melukai saya, saya akan menuntutnya ke jalur hukum.” Tantang Winter dengan tenang, emosi yang bergejolak di hatinya harus di rendam untuk menunjukan diri seberapa kuat dirinya hanya dengan mengeluarkan beberapa kalimat tanpa menggunakan ototnya.
Gani diam seketika, pupil matanya gemetar terlihat kaget dengan ucapan Winter.
“Jika saya terluka karena di sengaja, Anda juga harus meminta maaf kepada saya, guru.” Tambah Winter lagi.
“Kau!”
“Dalam pasal nomer 14 tahun 2005 yang mengacu pada kewajiban guru. Guru harus melakukan proses pengajaran bermutu, menilai hasil belajar murid, melakukan peningkatan dan pengembangan pada kualitas murid, tidak melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin suku, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status social ekonomi muridnya. Apa yang Anda lakukan sekarang tidak memenuhi kewajiban Anda. Anda melihat saya terluka, tapi Anda mengabaikannya."
“Winter” Gani kembali menutup mulutnya kehilangan kata-kata untuk menjawab. Gani terlalu terkejut dengan ucapan Winter yang langsung menyerang dirinya secara mutlak tak terbantahkan.
“Jika saya terluka di sengaja. Anda harus meminta maaf kepada saya dan mengaku bahwa Anda sudah mendiskriminasi saya. Jika Anda menolak meminta maaf, saya akan menuntut Anda ke pengadilan karena tindakan Anda tidaklah mencerminkan tindakan seorang seorang guru.” Ucap Winter dengan lantang dan keras agar semua orang mendengarnya.
Semua orang bungkam, termasuk Gani yang kini di buat bungkam diam seribu bahasa dengan wajah yang merah padam di permalukan dengan ucapan Winter.
“Saya tunggu hasil CCTVnya.” Ucap Winter lagi, gadis itu membungkuk memberi hormat kepada Gani sebelum berbalik pergi bersama pusat perhatian yang langsung tertuju kepadanya.
“Winter.” Panggil Gani dengan napas yang sedikit bergerak cepat, wajahnya yang merah padam berubah menjadi pucat pasi di hiasi banyak ketakutan, rasa malu dan bersalah.
Winter kembali berbalik.
Gani membungkuk di hadapan Winter membuat semua orang menutup mulutnya.
“Saya minta maaf karena sudah berbuat diskriminiasi.” Akunya dengan suara yang dalam.
“Anda tidak perlu meminta maaf sebelum melihat hasil CCTVnya.” Seringai Winter dengan tatapan tajam, dengan tenang Winter kembali berbalik lalu pergi.
Perlahan Gani berdiri dan melihat kepergian Winter. Gani tidak pernah menyangka setelah sekian lama Winter selalu diam meski mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang di sekitarnya, kini angkat bicara.
Sekali bicara, Winter menampar diriya dengan ucapannya hingga membuat Gani malu setengah mati menyandang status seorang guru dengan sifatnya yang tidak mencerminkan seorang guru sama sekali.
Gani mengakui kesalahannya, selama ini dia diam karena takut dengan tekanan banyak orang-orang elit yang menghancurkan kariernya.
Kelas Winter adalah kelas unggulan khusus anak-anak petinggi yang memiliki pengaruh besar. Gani selalu berpura-pura tidak melihat apapun yang terjadi karena itu salah satu cara menyelamatkan kariernya.
Dia tidak membela Winter karena Winter satu-satunya anak yang tidak pernah mengadukan apapun kepada orang tuanya.
Namun kini sepertinya akan berbeda.
Gani menarik napasnya dalam-dalam dan merasakan tatapan banyak orang yang kini mengarah kepada dirinya.
***
Winter berkaca di cermin mengusap darah di hidungnya dan membersihkannya, hidungnya terasa sangat sakit, bahkan sisi pipinya memerah masih meninggalkan bekas.
Rasa sakit yang dia rasakan di wajahnya sedikit terobati karena Gani sudah meminta maaf. Namun itu saja tidak cukup.
Meminta maaf bukan jaminan untuk berubah.
Gani meminta maaf karena terdesak, bukan karena sadar akan kesalahannya yang sudah mendiskriminasi muridnya.
Meminta maaf bukan berarti dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
Jiwa Kimberly memaki dan mengutuk diskriminasi yang di terima Winter selama ini.
Sekolah yang menjadi tempat mendapatkan bimbingan untuk membentuk karakter dan mengembangkan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari orang-orang kotor di dalamnya.
“Perlakuan buruk apa saja yang sebenarnya pernah kau terima dari sampah-sampah itu?.” Bisik Winter bertanya di depan cermin. Pertanyaan itu berasal dari jiwa Kimberly pada pemilik tubuh Winter yang sesungguhnya.
Jika semua orang bisa bersikap biasa dan berpura-pura tidak melihat kejadian buruk yang di terima Winter. Itu artinya kejadian itu bukanlah yang pertama.
Winter yang dulu mungkin boleh saja diam dan memendam rasa sakit yang dia terima karena penakut dan terlalu berhati baik.
Namun Winter yang sekarang tidak seperti itu.
Jiwa Kimberly tidak seperti itu. Kimberly akan menghancurkan mereka.
Kimberly akan membela siapapun yang mendapatkan ke tidak adilan dan diskriminasi.
Apalagi kini terjadi kehidupannya yang kedua.
Ini bukan lagi misi balas dendam. Ini perang bagi Kimberly!.
To Be Continue..