BAB 13: Kepedulian

1886 Kata
Winter mengambil tishu dan mengusap hidungnya, dia kembali mencuci tangan dan segera keluar dari toilet. Winter tidak mempedulikan teman-temannya yang masih berada di lapangan, dia memilih pergi ke atap gedung teater untuk sedikit berdiam diri. Winter menaiki beberapa anak tangga dan membuka pintu kecil menuju atap. Sebuah pohon tumbuh rindang di sana. Langkah Winter terhenti ketika melihat seorang gadis cantik berambut di kucir kuda duduk di ujung atap sambil merokok. Pakaiannya yang modis terlihat sangat cantik, gayanya terlihat luar biasa menunjukan bahwa dia pandai memadukan pakaian sekolahnya menjadi stylish. Gadis itu terlihat seperti model, wajahnya sangat photogenic, bahkan hanya dengan melihat caranya duduk saja Winter bisa merasakan getaran kuat aura bintangnya. Menyadari kedatangan seseorang, Charlie menurunkan rokoknya dan menyembunyikan di belakang punggungnya. Dengan acuh Winter kembali berjalan dan berdiri di samping Charlie untuk melihat wilayah sekolah, cuaca yang dingin di bawah panas sinar matahari membuat suasana hati Winter tidak menentu. Tanpa mempedulikan keberadaan Charlie, Winter sendiri mengeluarkan rokoknya yang dia dapat dari Marius. Winter ingin merokok untuk melepaskan sedikit ketegangan yang membeludak di hatinya. Panic attac yang menyerangnya beberapa saat yang lalu membuat Winter merasa gundah. Haruskan dia menemui dokter dan mengkonsumsi obat lagi?. Tapi tubuh ini bukan lagi tubuh Kimberly , sang super model yang berusia dua puluh tujuh tahun. Tapi tubuh ini adalah tubu Winter, gadis lemah berusia tujuh belas tahun. Charlie terlihat kaget dengan apa yang di lakukan Winter. Namun gadis itu tidak berbicara apapun mengenai apa yang dia lihat. Wajah Winter sudah sangat terkenal seantero sekolah, semua orang mengenalnya, termasuk Charlie. Dia tahu karena Hendery adalah teman sekelasnya. Charlie melihat ke lapangan yang jauh dari posisinya, sekilas dia melihat Winter lagi. Apa yang dia lihat di video yang tersebar sangat berbeda jauh dengan apa yang di lihatnya sekarang. Winter yang terkenal bodoh, memalukan dan kuno tidak Chalie lihat sama sekali sekarang. Winter berpenampilan modis, cara dia berdiri sangat sempurna, wajahnya cantik meski bulat karena gemuk. Dan yang terpenting sorot matanya berkarakter bagi Charlie. Mengapa orang-orang tidak menyadarinya?. “Kenapa terus melihatku?.” Tanya Winter yang menyadari perhatian Charlie yang terus melihat dirinya dengan serius. Charlie menghisap rokoknya sekali lagi dan mematikannya. “Hanya kaget, hari ini aku melihat orang yang sangat terkenal di sekolah dua minggu terakhir ini. Apa yang aku lihat di video dan gosip artikel sekolah sangat berbeda dengan apa yang ku lihat sekarang. Kau terlihat berbeda.” komentarnya dengan jujur. Winter ikut mematikan rokoknya yang baru tiga kali dia hisap. Winter menengok dengan seringai geli yang terlukis di bibirnya. “Tidak perlu kaget. Kadang orang mau melakukan hal-hal bod0h untuk bisa terkenal.” Bibir Charlie bergetar, gadis itu tertawa keras merasa terhibur dengan ucapan kasar Winter. “Jadi, kau mau melakukannya untuk terkenal?.” “Bisa jadi.” Tawa Charlie perlahan terhenti, jari-jari lentiknya dengan kuku yang terawat cantik itu menunjuk sisi kerah baju Winter. “Kau terluka?.” Winter menunduk dan melihatnya, sisa darah dari hidungnya masih menempel di pakaiannya. Namun bukan itu masalahnya, ini untuk pertama kalinya ada seseorang yang terlihat tidak risih dan bersikap biasa saja kepada Winter. Penampilan Charlie seperti seorang badgirl, urakan, dan sangat identik dengan gadis populer cantik tapi nakal. Namun sikapnya seratus kali jauh lebih baik dari orang-orang yang berpenampilan sopan. “Aku baik-baik saja.” jawab Winter dengan tenang. Charlie menghembuskan napasnya dengan berat dan kembali melihat ke sekitar sekolah. “Kau membolos?.” “Ya.” Jawab Winter tanpa keraguan. “Kau juga?.” Charlie tidak menjawab, gadis itu kembali membuang napasnya dengan berat. Melihat keterdiaman Charlie, Winter mengeluarkan kotak kecil rokok dan korek api untuk menawarkannya kepada Charlie. Reaksi pertama Charlie adalah diam, gadis itu menatap Winter dengan serius. Charlie mengeluarkan handsanitizer dan sapu tangan dari jass seragamnya, lalu memberikannya kepada Winter. Kedua gadis itu saling menerima apa yang di tawarkan satu sama lainnya, Charlie kembali merokok dan Winter membersihkan darah yang tersisa di pakaiannya. “Aku gagal mendapatkan nilai yang ku harapkan, meski aku berusaha sekuat tenaga, hasilnya sangat mengecewakan. Aku merasa malu untuk memberitahu orang tuaku.” Ungkap Charlie, apa yang di katakan gadis itu sangat sederhana dan baik, berbeda dengan apa yang dia lakukan sekarang, merkokok dan membolos. “Kau harus menebusnya di masa mendatang. Semudah itu.” Charlie menengok seketika dan melihat Winter dari sisi. “Tidak semudah itu.” “Lebih tidak mudah menyesali apa yang telah terjadi. Kau harus melihat apa yang akan terjadi dan mempersiapkannya agar kegagalan tidak terulang lagi.” Charlie mendengus geli, ucapan Winter terdengar sangat dalam bagi dirinya. “Siapa namamu?.” “Winter Bejamin.” “Aku Charlie.” “Namamu keren.” Charlie tersenyum samar mendengarnya, Charlie menyimpan rokok itu di saku roknya. “Senang berkenalan denganmu.” Charlie segera pergi meninggalkan Winter yang kini masih sendirian. Winter mendongkakan kepalanya dan melihat langit yang cerah. Cerahnya langit itu akan Winter buat secerah masa depannya. Dulu, dia adalah Kimberly. Kimberly sang bintang. Sakarang, dia adalah Winter. Dia akan menjadi langit. Bintang yang bersinar akan redup, sementara langit akan selalu ada dan bertahan dalam keadaan apapun. Jika langit hujan, orang-orang akan kedinginan. Jika langit panas, orang-orang akan kepanasan. jika langit berpetir, akan ada banyak hal yang rusak. Jika langit mendung, orang-orang akan bersedih dan terkurung di bawah perlindungan. Jika langit cerah, orang-orang akan bahagia. Dan jika ada yang menghancurkan langit. Maka orang-orang akan ikut hancur, runtuh berkeping-keping. *** Winter terduduk di bawah pohon, dengan susah payah dia membungkuk melepaskan sepatunya, melihat kakinya yang masih lecet. Hari ini dia akan pergi ke tempat terapi lagi, sepertinya Winter harus mengurangi pergerakan di kakinya dan memilih membentuk otot perut. Winter menyalakan keran dan membiarkan air itu membasahi kakinya, mengurangi rasa perih di kakinya. Cuaca yang dingin membuat Winter menyudahinya dengan cepat dan kembali duduk. Suara pintu terbuka dengan kasar di belakang Winter. Gadis itu menengok ke belakang dan melihat kedatangan seorang wanita berkacamata terlihat masih muda dan mengenakan baju guru. “Winter. Kau baik-baik saja.” Tanyanya dengan langkah lebar dan tergesa terlihat sangat khawatir dengan keadaan Winter. Bahkan di tangannya, dia sudah memegang kotak obat. Winter mengangkat kepalanya dan menatap wanita yang kini berdiri di hadapannya. Kimberly tidak tahu siapa dia. “Anda siapa?.” Wanita itu mengerut bingung, “Aku wali kelas barumu Winter. Namaku Cleo. Apa benturan keras di kepalamu mengganggumu?.” Tanya Cleo seraya meraih wajah Winter dan melihatnya. Winter baru beberapa hari kembali bersekolah, dia tidak mengenal banyak orang, karena itu dia bertanya. “Anda tahu saya terluka darimana?.” “Marvelo.” Jawaban wali kela Winter membuat gadis itu langsung diam dan bertanya-tanya. Mengapa di balik sikap ketus dan acuh Marvelo, tersimpan banyak perhatian kepada Winter?. *** Winter meminum air yang di berikan oleh Cleo, wali kelasnya. Diam-doam Winter melirik Cleo yang kini duduk di sampingnya terlihat merenung memikirkan banyak hal. Winter tidak tahu jika ternyata ada beberapa orang yang peduli kepadanya, salah satunya Cleo yang begitu tahu Winter terluka, dia langsung mencari Winter dan mengobatinya. Termasuk luka di kakinya yang kini sudah di olesi salep. Winter juga baru tahu jika Marvelo yang ketus terlihat tidak menyukainya memiliki sisi kepedulian dengan sebuah alasan yang misterius. Cloe mendorong kacamata yang dia kenakan, wanita itu menarik napasnya dengan sesak terlihat menyimpan sedikit beban yang mengganggu pikirannya. Wanita itu menatap Winter dengan lekat. Setelah kejadian Winter di temukan tidak sadarkan diri, Benjamin membuat wali kelas Winter di pecat. Dan kini Cleo, guru magang itu mendapatkan tugas untuk menjadi wali kelas di sekolah unggulan. Ada banyak kabar beredar yang Cleo dengar mengenai apa yang terjadi di kelas Winter. Cleo berusaha memahaminya, dan Cleo langsung merasakan tekanan itu ketika beberapa orang tua muridnya menemuinya. Betapa berkuasanya mereka. “Winter, mulai sekarang aku wali kelasmu. Jika ada apapun yang terjadi, tolong katakanlah agar aku bisa membantumu sebisaku. Jangan ragu.” Sekilas Winter melihat Cleo. Tanpa perlu Winter katakan, dia sudah bisa merasa tidak yakin dengan apa yang telah Cleo katakan. “Benarkah?.” Tanya Winter. Tangan Cleo terkepal, dia melihat Winter dengan mata bergetar. “Sejujurnya aku takut. Namun aku akan berusaha sebisaku untuk menjadi wali kelas yang baik untukmu. “Apa yang Anda takutkan?.” “Aku takut karena aku bukan orang yang kaya.” Gumam Cleo terdengar sedih. “Karena aku tidak kaya, aku tidak memiliki kekuatan yang banyak untuk membela keadilan untukmu. Jika aku melawan mereka, aku tidak akan bisa bekerja di manapun lagi, sementara aku masih harus membiayai sekolah adik-adikku. Karena itu, jika kau memiliki masalah, katakanlah kepadaku karena aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk dan memberikan solusi dengan melaporkannya kepada ayahmu. Tolong, percayalah kepadaku.” Jawaban Cleo terdengar seperti seorang penakut, namun tidak dia memliki ambisi untuk memperjuangkan kebenaran. “Saya akan percaya kepada Anda.” Cleo membuang napasnya dengan lega. *** Dalam suasana ramai di kelas, Paula tertawa terlihat bahagia berkumpul dan berbicara dengan teman-temannya. Apa yang mereka bicarakan tidak jauh dari kesukaan anak-anak remaja pada umumnya meski kelas mereka berbeda. Paula tertawa mendengarkan cerita teman-temannya yang menunjukan anting maupun aksesoris baru mereka yang mereka dapatkan dari orang tua mereka. Mereka juga menunjukan riasan makeup terbaru yang sedang trend. Paula pandai memuji hingga membuat teman-temannya senang. Paula bersikap bahwa apa yang di pamerkan teman-temannya adalah hal yang biasa juga untuk dirinya meski di dalam hatinya perasaannya berkecamuk dengan rasa iri. Paula sudah memalsukan identitasnya. Itu semua tidak lepas dari peran Winter yang sangat mudah dia pergunakan. Sejak ibu Paula bekerja di bawah salah satu anak perusahaan Benjamin, Paula merayu Winter dengan berbagai alasan dan kata-kata yang pada akhirnya membuat Winter meminta Benjamin memberikan ibu Paula rumah dinas yang mewah. Di hadapan teman-temannya, Paula mengaku bahwa rumah itu miliknya. Paula sendiri sangat suka memamerkan banyak barang-barang dan perhiasan yang tentu saja itu semua di beli uang Winter. Tidak jarang Paula juga meminjam kendaraan mewah dan perhiasan Winter. Paula pandai menutupi kebohongannya dengan bersikap seperti orang kaya dengan identitas keluarga yang low privat. Apa yang Paula lakukan tentu saja memiliki alasan. Sekolah di sekolah elit tempat berkumpulnya orang-orang kaya, tentu saja membuat Paula merasa malu jika orang-orang tahu bahwa dia hanya orang biasa. Paula perlu menjadi perhatian banyak orang agar dia bisa masuk dalam lingkaran orang-orang penting untuk di jadikan koneksi yang memudahkan dia dalam banyak hal. Selain itu, Paula juga seperti gadis-gadis lainnya yang terkadang memiliki hayalan dimana dia akan menemukan pria tampan dan kaya yang akan menyelamatkan kehidupannya. “Kalian sudah lihat apa yang sedang ramai di artikel sekolah?.” Suara lantang seorang perempuan berkacamata dengan napas yang cepat membuat semua orang melihatnya. “Apa?. Apa pemilihan anggotan cheerleaders?.” Sahut seseorang. “Bukan!. Ini lebih panas!. Guru senior Gani berdebat dengan Winter Benjamin dan guru senior membungkuk meminta maaf!. Lihatlah sebelum pihak sekolah menghapusnya!.” Kegaduhan langsung terjadi, bahkan keceriaan yang sempat terlukis di wajah Paula berubah menjadi penasaran. Paula segera mengeluarkan handponenya dan melihat apa yang sedang ramai di perbincangkan, dengan tangan gemetar dan mata terbuka lebar Paula melihatnya. Melihat bagaiamana Winter yang bertahun-tahun selalu dia bentuk menjadi gadis yang bodoh dan malu hingga tidak berani berbicara kepada siapapun itu, kini berbicara lantang penuh kekuatan. Bibir Paula sedikit terbuka, wajahnya merah padam di hiasi kemarahan melihat banyak komentar yang di tinggalkan menunjukan jika mereka kagum dengan keberanian Winter. Paula marah!. Seharusnya komentar semua orang adalah gunjingan dan hinaan penuh kebencian, bukan dukungan yang bahkan langsung di buatkan petisi untuk di tanda tangan bagi siapapun yang setuju Gani di pecat. To Be Continue..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN