BAB 28: Aku Tahu, Kau Mencintaiku

1916 Kata
Hanya dengan beberapa langkah Winter masuk ke dalam panthouse itu, gadis itu terdiam di tempatnya. Matanya di buat terpukau melihat pemandangan salah satu panthouse yang terkenal di pusat kota Loor. Ruangan yang besar, tertata rapi seakan tidak pernah tergeser dari tempatnya sedikitpun. Winter langsung dapat melihat kaca yang sangat besar membentuk cekungan yang memperlihatkan pemandangan indah kota Loor secara menyeluruh hingga sampai danau Aldes dan lautan di pinggir gedung-gedung pencakar langit. Semua ruangan di cat putih dengan corak hitam dari marmer, ada sebuah tangga melingkar ke atas menuju kamar Marvelo. “Di mana orang tuamu?.” Tanya Winter berbasa-basi sambil melihat pemandangan indah yang tertata sangat rapi di panthouse yang mewah itu. Marvelo menutup kembali pintu, keningnya sedikit mengerut terlihat bingung dengan pertanyaan Winter. “Kau lupa jika aku tinggal sendiri?.” Tanya balik Marvelo. “Latihlah otakmu dengan, pakailah untuk berpikir dan mengingat agar saat nanti di gunakan tidak sakit lagi.” Winter langsung bersedekap kesal karena perkataan Marvelo yang selalu tajam. “Kenapa kau selalu berkata tajam kepadaku?.” “Kau sendiri?. Kenapa kau memerasku dengan cara yang kekanak-kanakan?.” Tanya balik Marvelo dengan cepat. Dalam beberapa langkah pria itu mendekat dan berdiri tepat di hadapan Winter, menyisakan jarak yang begitu dekat. “Kau sudah tahu rahasiaku dari sejak aku masih kecil. Dan sekarang kau menggunakan rahasia yang kau ketahui untuk memerasku, bukankah itu kekanak-kanakan?.” Tanya Marvelo lagi mempertegas. Sejenak Winter terdiam, dia tidak tahu jika Winter yang dulu mengetahui rahasia Marvelo. Lantas apa sebenarnya rahasia Marvelo?. Meskipun begitu, Winter tidak akan mundur untuk meminta bantuan Marvelo karena hanya dia satu-satunya orang yang bisa Winter percaya untuk membantunya. Dagu Winter terangkat membalas tatapan tajam Marvelo, gadis itu bersedekap. “Kau bilang kekakanak-kankakan?. Apa kau sedang menyindir dirimu sendiri yang hanya diam saja melihatku bertengkar dengan Paula hingga aku tidak sadarkan diri. Bahkan sampai sekarang kau masih bungkam dan bersikap seperti tidak tahu apa-apa meski kau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah ini impas?, anggap saja apa yang aku lakukan kepadamu sekarang adalah tiket untukmu meminta maaf kepadaku.” Marvelo tidak dapat berkata apapun, kemarahan yang ada di matanya mendadak hilang. Perkataan Winter ada benarnya. Karena benar, Marvelo tidak ingin membela diri. “Aku butuh jawabanmu sekarang juga. Bantu aku kenal dengan anak-anak populer di sekolah, atau ceritakan apa yang telah terjadi di antara aku dan Paula. Atau” Winter mengeluarkan handponenya dan menunjukan beberapa photo terbaru yang dia miliki mengenai aib Marvelo. Marvelo membuang napasnya dengan kasar, Marvelo tidak memiliki pilhan lain selain menerima permintaan Winter. Tidak ada salahnya juga jika dia membantu Winter berubah. “Aku terima permintaanmu. Sekarang hapus photo dan videonya.” “Tidak bisa. Aku akan menghapusnya setelah kau membantuku.” Sesaat Marvelo terdiam, “Ikut aku.” “Kemana?.” “Atas. Kita buat perjanjian di atas materai dan stempel, aku tidak ingin kau mengingkari janjimu.” Jawab Marvelo melengos pergi menuju tangga yang langsung di ikuti oleh Winter. “Kau tidak percaya padaku?.” “Baguslah jika kau sadar diri. Kau tidak dapat di percaya.” Winter tidak angkat bicara lagi, gadis itu lebih terfokuskan untuk melihat suasana lantai satu yang semakin mengagumkan jika di lihat melalui tangga. Di lantai dua tidak ada apapun selain kamar yang terbuka dengan ruangan yang sangat besar. Winter segera duduk di sofa yang tersedia dan memperhatikan Marvelo yang mengambil dua buah kertas dan balpoin. Perhatian Winter terpaku pada sebuah bingkai photo yang tersimpan di atas nakas, memperlihat sepasang suami isteri dengan kedua anaknya. Di sisi bingkai photo itu terdapat bingkai photo lain yang membuat Winter diam-diam tersenyum karena Marvelo memajang photo masa kecilnya bersama Winter. Winter menarik semua perhatiannya pada Marvelo yang kini sudah kembali. Mereka duduk saling berhadapan dan mulai menuliskan surat perjanjian yang berisikan tentang. Marvelo harus membantu Winter untuk bisa memenangkan kompetisi ratu sekolah dengan cara, memasukan Winter ke dalam lingkaran orang-orang populer di sekolah. Marvelo juga harus membantu semua proses Winter untuk memenangkan kompetisi. Semenatara untuk Winter. Winter harus berjanji, tidak akan pernah menyebar luaskan, membagikan kepada siapapun photo dan video Marvelo. Winter tidak akan pernah membicarakan rahasia Marvelo kepada siapapun. Winter akan menghapus segalanya setelah Marvelo menyelesaikan tugasnya. Winter dan Marvelo saling menukar kertas, mereka menandatanganinya dan tidak lupa memberikan stempel resmi untuk menjadi sesuatu yang sah. Sebuah kelegaan bisa Winter rasakan sekarang meski semua ini adalah awal dari sebuah peperangan yang sebenarnya. Tubuh Winter menegak mengubah posisi duduk, gadis itu memperhatikan Marvelo yang kini membawa kertas yang sudah mereka tanda tangani. Winter segera beranjak, gadis melangkah mundar mandir melihat keadaan kamar Marvelo yang kelewatan rapi dan nyaman. Tanpa sadar Winter terduduk di ujung ranjang Marvelo dan mengusap permukaan ranjangnya yang lembut. “Velo” “Demi Tuhan Winter. Berhenti memanggilku dengan sebutan itu” “Mengapa?. Apa karena itu nama panggilanmu sewaktu kecil?.” Wajah Marvelo memerah bersemu, pria itu terduduk di sisi ranjang yang lain dan memunggungi Winter. Sikap dingin dan acuhnya memudar karena Winter teringat nama panggilan Marvelo yang masih kecil. “Ada apa denganmu sebenarnya Winter?.” Tanya Marvelo dengan lembut. “Kau selalu berubah sepanjang waktu.” Pertanyaan sederhana Marvelo membuat Winter membalikan tubuhnya dan melihat Marvelo yang masih memunggunginya. “Aku senang dengan perubahanmu. Namun aku juga khawatir dengan perubahanmu. Aku senang akhirnya kau bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, aku senang akhirnya kau menjalani kehidupanmu atas kehendakmu sendiri. Namun aku khawatir kau menjadi seseorang yang jahat karena sebuah dendam. Jika kau ingin berubah, rubahlah duniamu, namun jangan menciptakan dendam di dalam dunia baru yang akan kau tata.” Ungkap Marvelo yang untuk pertama kalinya bisa berkata jujur mengungkapkan perasaannya terhadap Winter. Bibir Winter menekan, kehangatan dari setiap ucapan yang keluar dari mulut Marvelo membuat Winter tersadar seberapa besarnya Marvelo mempedulikan Winter yang asli. Marvelo tidak pandai menyampaikan perasaannya. Diam bukan berarti Marvelo tidak peduli. Termasuk diamnya Marvelo mengenai kejadian yang telah terjadi di antara Winter dan Paula. Marvelo diam pasti karena memiliki alasan. “Velo.” “Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan sebutan itu.” “Kenapa?. Kita kan berteman sejak kecil.” “Winter!” Marvelo berbalik hendak berbicara namun tangan Winter yang terangkat memberi isyarat Marvelo untuk berhenti berbicara. “Aku paham, tidak perlu di jelaskan” angguk Winter dengan senyuman simpulnya. “Kau tidak ingin aku memanggilmu Velo karena kau tidak ingin kita terus berteman. Alasannya, karena kau mencintaiku.” Mendadak wajah Marvelo bersemu merah, pria itu bernapas dengan cepat terlihat marah namun dia tidak dapat berkata-kata karena jantungnya berdegup dengan cepat. “Berhenti berbicara omong kosong lagi Winter.” Peringa Marvelo dengan gigi yang saling mengerat. Bibir Winter membentuk senyuman simpul, jiwa Kimberly berdecih geli melihat begitu naifnya anak remaja seperti Marvelo. Semakin Marvelo bersikap ketus, jiwa Kimberly semakin tahu perasaan pria itu. Mulut Marvelo yang kadang berkata pedas dan dingin, berbanding balik dengan sorot matanya yang menatap hangat dan dalam Winter. Permasalahannya, Marvelo terlalu polos dengan sebuah percintaan dan tidak pandai berkomunikasi. Sangat menggelikan. Jiwa Kimberly terhibur karena ternyata ada pria yang tulus mencintai Winter. Tulus?. Benar, Marvelo tulus. Marvelo menyukai Winter dalam keadaan tubuh gemuk yang selalu menjadi bahan bullyan semua orang, kapasitas otak yang kurang, kasarnya bodoh, namun Marvelo menyukainya meski terpampang jelas kehidupan Winter yang buruk dan menyedihkan. Jika seorang pria menyukai wanita tanpa melihat bentuk tubuh wanita, itu artinya dia tulus menyukai wanita itu karena hati dan kepribadiannya. Marvelo sangat tampan, dia super kaya, dia cerdas, dia populer. Marvelo sempurna, banyak gadis-gadis yang menyukainya, namun dia menyukai Winter dengan segala kekurangan yang membayanginya. Jiwa Kimberly terhibur. “Berhentilah bersikap dingin” bisik Winter dengan serius dan sepenuhnya menggoda karena suka melihat setiap reaksi Marvelo. “Kau harus tahu. Jika kau suka padaku secara terang-terangan, aku juga akan suka balik padamu.” Senyum Winter dengan lebar. Marvelo terpaku di buat diam membisu. Lidah Marvelo mendadak kelu, pria itu kehilangan kata-kata untuk berbicara. Dengan tenang Winter segera berdiri “Istirahatlah karena mulai besok aku akan sering menemuimu. Sampai jumpa.” Winter berbalik segera pergi meninggalkan Marvelo yang masih diam terpaku di tempatnya terlihat kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulut Winter. Beberapa kali Marvelo harus berkedip dan menyadarkan dirinya sendiri bahwa apa yang sudah dia dengar bukanlah sebuah halusinasi. Begitu kesadarannya kembali, Marvelo segera turun dari ranjangnya dan melangkah lebar mendekati pagar. Marvelo melihat Winter yang kini berdiri di depan pintu tengah membukanya. Menyadari tengah di perhatikan, Winter menengok dan melihat kearah Marvelo dengan kepala mendongkak. Gadis itu tersenyum, lalu menghilang di balik pintu. Sekali lagi Marvelo di buat membeku, tubuh Marvelo sedikit terhuyung ke sisi. Marvelo menarik napasnya begitu dalam, terbayang ingatan di masa kecilnya akan suatu potongan kecil kenangan. Sorot mata Marvelo menghangat, terselimut perasaan rindu. Marvelo terbayang.. Terbayang tubuh mungil Winter, mengenakan gaun merah muda selutut, kakinya yang melangkah cepat berlari mengejar Marvelo, rambut yang berkilauan di ikat dengan sebuah pita berwarna merah terlihat berkibaran tersapu angin. Masih terbayang.. Hari itu terlihat cerah sangat cantik.. Namun Winter lebih cantik dari cerahnya mentari.. Selalu terngiang dalam ingatan Marvelo dengan suara kecilnya yang masih belum pandai berkata-kata. Namun Winter selalu mengatakannya setiap kali mereka bertemu. Tepatnya, saat Marvelo melupakan keberadaan Winter dan hanya melihat hal-hal lain. “Velo, Velo” panggil Winter sambil menarik-narik ujung pakaian Marvelo, mata Winter yang bulat berbinar polos menatap Marvelo. “Aku bangga kepada Velo. Aku sayang kepada Velo, jadi Velo harus sayang padaku.” Kata-kata itu selalu keluar dari mulut Winter hingga di satu moment dimana Marvelo tidak dapat lagi mendengar kata-kata itu. Marvelo tidak dapat lagi mendengarnya karena suatu pristiwa yang memilukan dan mengharuskan Marvelo pergi ke Paris, tidak berapa lama setelah kepergian Marvelo, Winter mengalami kecelakaan. Semuanya berubah. Winter melupakan semua ingatan masa kecilnya, termasuk ingatannya bersama Marvelo. *** Winter menggendong tasnya terlihat akan kembali menjalani rutinitas olahraganya seperti biasa. Winter pergi memasuki tempat pemeriksaan untuk mengetahui kondisi tubuhnya dan sejauh mana dia boleh melakukan olahraga lebih keras lagi. Audisi ratu sekolah akan di laksanakan satu minggu lagi, dia harus mempercepat rencananya agar bisa memenangkan segalanya. Tanpa sengaja Winter harus kembali bertemu dengan Marius. Bukan, mereka tidak sengaja bertemu. Melainkan Winter yang datang dan mengintip tempat khusus Marius berlatih. Setelah melakukan pencarian dan menemukan banyak fakta yang tidak terduga, kini Winter menyimpan sebuah rasa penasaran kepada Marius karena dia tidak mengingat sedikitpun tentang Marius. Kaki Winter berjinjit mengintip melalui celah kaca. Di lihatnya Marius yang kini hanya duduk dan merenung. Suasana hati Marius terlihat tengah buruk setelah kejadian kemarin. Marius merasa patah hati hanya karena melihat bunga di makam Kimberly. Katakanlah jika pria itu tidak normal dan sudah gila. Namun Marius tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa kini dia tengah patah hati dan cemburu memikirkan Kimberly membagi rahasia kepada orang lain dan mengingkari janjinya kepada Marius. Jari-jari Marius mengepal, pria itu selalu berhasil di buat tidak pernah bisa menjadi pria yang rasional setiap kali berhubungan dengan seorang Kimberly Feodora. “Ehem!” Suara Winter dehaman terdengar. Marius mengangkat kepalanya dan menatap Winter yang sudah berdiri di hadapannya, Marius terlalu tenggelam dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari kedatangan Winter. Tidak ada senyuman di bibir Marius saat melihat kedatangan Winter yang kini tengah melihat satu persatu alat elektronik untuk penyembuhan kaki Marius. “Sesi latihanmu belum di lakukan?.” Tanya Winter. “Seperti yang kau lihat.” Tidak ada percakapan apapun lagi yang terjadi. Winter memilih diam karena kebingungan, dia tidak tahu harus bertanya seperti apa untuk mengetahui apa sebenarnya hubungannya Marius di masa lalu bersama seorang Kimberly Feodora. “Winter.” Panggil Marius lebih dulu. “Mau makan malam denganku?.” Kini giliran Marius yang lebih dulu bertanya. To Be Continue..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN