Suara Itu?

1005 Kata
"Ma, aku berangkat dulu ya, pagi ini aku ada meeting penting," pamit Zico seraya mencium pucuk kepala istrinya. "Sayang, tidak sarapan dulu?" Ziva balik bertanya. "Tidak, aku buru buru, bye," teriaknya dari parkiran mobil. Pagi ini, Zico ingin menemui temannya yang ahli di bidang IT. Dia ingin mengetahui kemana perginya Denisa kemarin. Bukannya dia tidak mempercayai Denisa hanya saja, dia ingin memastikan dugaannya. Melihat Papa mertuanya sudah pergi, Dion pun tersenyum licik. Apalagi istrinya sudah diantar oleh sopir tadi. Dia akan memanfaatkan momen ini untuk kembali merengkuh nirwana bersama mama mertuanya yang cantik dan seksi itu. Dion lalu duduk di samping Denisa. Melihat kedatangan sang menantu, Denisa hanya meliriknya saja. "Sarapan Di?" tanyanya. "Tentu, tapi, pagi ini aku ingin sarapan spesial," ujar Dion penuh makna. "Ya sudah kamu makan, aku mau ke kamar dulu," kata Denisa. Dion mengikuti Denisa hingga ke kamarnya. Lelaki itu pun kemudian mengunci pintu kamarnya. "Di, kamu ngapain disini?" tanya Denisa. "Tentu saja bersenang senang dengan Mama mertuaku yang selalu membuatku tergila gila," kata Dion. Perang barata yuda akhirnya terjadi antara Denisa dan juga Dion. Suara mereka bahkan terdengar nyaring sampai ke pavilion belakang. Bibi yang sudah biasa mendengar hal itu, mengira sang majikan sedang bermain bersama tuannya. "Aish, Nyonya ini, sudah tua juga masih saja doyan begituan. Kayaknya dengerin lagu dangdut enak nih," gumam Bibi seraya menutup telinganya dengan headset. Sesampainya di rumah sang sahabat, Zico langsung menceritakan masalahnya. Akmal, sahabat Zico sampai geleng geleng kepala melihat Zico yang over posesif pada istrinya. "Ya sudah, gue lihat dulu, apa benar yang kamu pikirkan itu," kata Akmal. Dia lalu mengambil laptopnya dan mulai melacak kepergian Denisa melalui CCTV jalan raya. Dia mulai mengamati dari awal Denisa masuk ke dalam mobil hingga mobil itu berhenti. "Co, mobil itu berhenti di perusahaan D&D, dan istrimu masuk ke dalam sana," ujar Akmal. "Mau apa dia kesana?" gumam Zico. Akmal mengedikkan bahunya. "Mungkin, temannya bekerja di perusahaan itu," jawab Akmal sekenanya. "D&D itu perusahaan menantuku," celetuk Zico. "Ya mungkin, dia mengunjungi menantumu," sahut Akmal. "Denisa bukan orang sekepo itu hingga harus menyambangi kantor menantuku di siang bolong," kata Zico. "Ya udah, kita lihat saja, berapa lama dia disana?" ujar Akmal. Tak lama kemudian, Zico melihat Dion keluar dari kantornya mengendarai mobilnya sendiri, sementara satu jam kemudian, barulah Denisa keluar dan pergi diantar sopir Dion. "Tunggu, coba replay saat Denisa masuk ke dalam perusahaan," titah Zico. Akmal pun memundurkan rekaman itu. Mereka mengamati lebih detail setiap gerakan yang terlihat di layar. "Putar lagi saat Denisa keluar dari kantor Dion," titah Zico. Rekaman pun diputar saat Denisa baru saja keluar dari kantor Dion. Keduanya saling pandang. "Kamu melihat perbedaannya?" tanya Zico. "Dia memakai baju yang berbeda saat keluar dari gedung itu," jawab Akmal yang diangguki oleh Zico. "Apa kamu berpikir seperti yang ada di benakku?" tanya Akmal. Sementara itu, Ziva baru saja sampai di kampus. Sebelum turun, dia mengobrak abrik tasnya guna mencari tugas yang harus dia kumpulkan pagi ini. "Kemana buku itu? Mampus aku kalau sampai hilang, bisa bisa aku dihukum oleh Mr. Killer. Apa mungkin tertinggal di rumah?" gumam Ziva. Ziva melirik jam tangannya, masih ada waktu 1 jam sebelum kuliah dimulai. "Pak, kita kembali ke rumah ya, ada tugas yang tertinggal," pinta Ziva pada sopir Dion. "Baik Non," sahut sang sopir. "Pak, kalau bisa lewat jalan tikus ya, soalnya nggak keburu nanti," kata Ziva. Sopir itu pun mengangguk, kemudian melajukan mobilnya sedikit kencang. Untung saja dia hafal jalan tikus di sekitar kampus majikannya. Dalam waktu 20 menit, mobil sudah terparkir di halaman. Wanita itu segera masuk ke dalam dan mengambil bukunya. Saat dia turun dari tangga, wanita itu pun menuju ke dapur karena ingin mengambil air minum. Dia melihat sang ART tengah berjoget sambil mendengarkan lagi dangdut. "Kenapa setel musik kenceng-kenceng? Apa tidak tuli itu telinga?" tanya Ziva seraya mematikan radio ARTnya. "Hehehe, itu Non, menghindari suara aneh," jawab Bibi. "Suara aneh bagaimana?" tanya Ziva bingung. "Coba Non dengar baik-baik. Sepertinya, Nyonya lupa kalau di rumah ini, masih ada saya," ujar Bibi. Ziva menajamkan telinganya. Benar saja, terdengar suara sang Mama yang mengalun indah. Wanita itu sampai menggelengkan kepalanya mendengar kegilaaan sang Mama saat memadu kasih. "Ya sudah, kamu terusin kerjaanmu. Ziva berangkat dulu," ujarnya setelah meneguk habis air minum dalam gelas tadi. "Hati-hati Non, jangan lewat depan kamar Nyonya, nanti Non jadi kepengen," teriak Bibi berniat menggoda Ziva. Gadis itu ternyata kepo juga, dia malah sengaja lewat di depan kamar Mamanya. Dia sedikit canggung saat mendengar suara sang Mama yang begitu kencang. "Ya Tuhan, Papa dan Mama ini, apa tidak malu? Mama lagi, suaranya kenceng banget, aku aja yang denger rasanya panas dingin," gumam Ziva. Gadis itu malah menempelkan telinganya pada kamar sang Mama. Dia berusaha menajamkan telinganya, supaya dapat mendengar dengan jelas. "Tunggu sayang, aku belum, bertahanlah sebentar …." "Di, cepatlah sedikit." "Baiklah, kita bersama." Deg Tubuh Ziva menegang mendengar kalimat terakhir yang diucapkan sang Mama. "Di? Siapa lelaki yang disebut Di oleh sang Mama? Papanya bernama Zico Wirawan, tidak ada nama Di. Apa Mamanya berselingkuh dengan lelaki lain? Atau … itu adalah panggilan sayang Mamanya untuk sang Papa," batin Ziva. Tak ingin menuduh Mamanya yang bukan-bukan. Ziva pun ingin memastikannya. Siapa lelaki yang ada di dalam kamar sang Mama. Apakah Papanya atau ...? Ziva mondar mandir di depan kamar sang Mama, dia memikirkan alasan apa supaya dia bisa masuk ke dalam kamar sang Mama. Hingga akhirnya, tercetus ide di pikirannya. Meski tidak masuk akal, dia tidak peduli. Baginya, yang terpenting, dia bisa melihat dengan siapa sang Mama tadi bicara. "Ma, Mama, bukain pintu, Ziva mau pinjem hairdryer. Punya Ziva rusak," teriaknya. Tak ada suara jawaban dari dalam. Hal itu membjat dugaan Ziva semakin kuat. Wanita itu pun kembali berteriak, "Maaa. Mamaaa. Cepat Ma, Ziva sudah terlambat ini." Mendengar suara teriakan sang putri membuat Denisa panik sendiri. Wanita itu segera mengambil pakaiannya. Begitu juga dengan Dion, lelaki itu terlihat santai tanpa ada beban. "Di, ada Ziva, bagaimana ini? Kenapa dia kembali? Bukannya tadi dia sudah berangkat ke kampus ya? Kamu sembunyi dimana? Aduh, kita bakal ketahuan dong." Denisa sudah kalang kabut dibuatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN