Ian Kendrick berhasil meyakinkan Mika Natt agar tidak mengikutinya ke kantor. Namun, selama perjalanan menuju kantornya, Ian merasa sedang diikuti oleh seseorang. Entah siapa, tetapi rasanya sangat mencurigakan, sehingga Ian terus saja melirik ke belakang.
“Aku hanya karyawan biasa. Jadi, tolong jangan ganggu aku. Kehidupanku sangat normal sebelum kejadian yang menimpa Edwin ada di depan mataku.” Ian terus bergumam sampai memasuki perusahaan milik Bryan.
Seperti biasanya, Ian akan menyapa para karyawan yang dilihatnya sampai memasuki lift. Ada beberapa orang yang juga masuk ke dalam lift dan mereka membicarakan kejadian yang baru-baru ini membuat resah. Hasil tes psikologi mereka juga baik-baik saja. Hanya aneh saja Edwin dan perempuan itu membuat diri mereka terluka.
“Sangat menyeramkan. Aku sampai takut masuk kantor.”
“Itu karena mereka stres saja. Jangan terlalu memikirkannya.”
Semua orang keluar dari lift, kecuali Ian yang masih menuju ke lantai kantornya. Ian sendirian di dalam lift dan beberapa kali lampu lift itu menyala dan hidup sendiri.
“Tolong jangan ganggu aku, siapa pun kalian.” Ian memohon. Setelah pintu lift terbuka, buru-buru Ian keluar dari sana. Langkahnya semakin cepat ketika ia mengingat bagaimana Edwin menyakiti diri sendiri.
Ian hanya berharap agar tidak menemukan hal itu lagi. Bahkan, film horor yang ditontonnya saja tidak seseram kejadian itu.
“Hai, Ian, kau baik-baik saja?” Seorang rekan kerja bertanya pada Ian.
Ian mengangguk. “Iya, aku baik-baik saja. Mari bekerja lagi.”
Namun, para rekannya memperhatikan Ian, merasa kasihan padanya. Ian tidak terlihat baik-baik saja, malah sebaliknya Ian terlihat kurang tidur.
Ian tidak banyak bicara dan memperhatikan kursi Edwin yang kosong. Seseorang berkata lagi padanya, “Jangan membuat dirimu tertekan, Ian. Pekerjaanmu pasti banyak.”
Ian menoleh pada rekan kerjanya. “Ah, iya. Pekerjaanku tertunda karena libur. Terima kasih.” Ian menatap fokus pada layar monitornya dan mengerjakan pekerjaannya yang sudah menumpuk. Biasanya akan ada percakapan antara para karyawan, tetapi hari ini agak sepi. Makanya Ian sesekali melirik pada mereka.
**
Ketika mengambil makan siang di kantin perusahaan, Ian lagi-lagi merasa ada yang mengikutinya. Ian mencari tempat duduk di pojok dan makan sendirian.
“Siapa yang mengikutiku sejak tadi? Tanya Ian pada dirinya sendiri. Ia memasukkan nasi ke dalam mulutnya juga satu potong daging. Matanya masih mengawasi ke sekitar dan berharap orang yang mengikuti itu muncul atau setidaknya ketahuan.
Ian buru-buru memakan makan siangnya. Tak seperti biasa, ia merasa agak ketakutan sekarang.
Ian mengangkat nampannya karena sudah selesai makan siang. Netra ia sejak tadi bekerja untuk mengawasi siapa saja yang mungkin sedang memantaunya.
“Hai, Ian, apakah kau sedang tidur sambil berjalan sekarang? Hati-hati!” Kata seorang rekan pria yang membuat Ian tersentak.
“Maaf,” balas Ian sambil menundukkan kepala.
Cepat-cepat Ian mengembalikan nampannya. Kemudian berjalan mencari toilet. Namun, sesuatu membuat matanya terbelalak.
Ian menarik seorang gadis bersamanya ke toilet pria. Pasalnya gadis ini bukanlah karyawan perusahaan.
“Sedang apa kau di sini?”
“Hmm!”
Ian kaget setelah melihat mulut Mika yang ia bekap. Panik, Ian segera melepaskan tangannya dari mulut Mika. Wajah Ian segera merasa panas karena saat ini begitu dekat dengan Mika.
“Kau ingin aku bicara saat mulutku kau bekap? Pintar sekali.” Mika terlihat agak marah lantaran Ian dianggap sudah keterlaluan. Padahal Ian sudah memberitahu Mika agar tidak datang ke kantornya, “aku datang untuk menyelidiki sesuatu,” ungkapannya dengan suara rendah.
“Menyelidiki apa ke sini? Kau sudah gila, ya? Bukankah sudah aku katakan bahwa selain karyawan tidak ada yang boleh datang kemari.”
Ian merasa sangat panik jika memikirkan orang lain mungkin tahu bahwa ia dan Mika saling kenal.
“Aku sedang mengantar makanan, Tuan Ian. Ya, sekaligus mencari tahu perusahaan ini.”
“Perusahaan kami baik-baik saja. Kau salah paham, Nona Mika.”
“Salah paham? Hei, kau menarikku ke toilet pria dan sekarang bilang salah paham. Kau ingin aku teriak agar semua orang di kantor ini tahu kau m***m?” Mika mengancam Ian sambil tersenyum menantang. Padahal gadis ini berusia dua puluh tahun, tapi Ian sudah merasa kalah.
Ian agak panik ketika mengetahui mereka ada di toilet. Setelah melihat Mika tadi, sontak membuat Ian tidak bisa berpikir jernih.
“Kau keluarlah dulu. Ada yang harus aku lakukan di sini.”
Mika memiliki wajah datar. Terlihat ingin sekali memukul Ian. Mika masih merasa bisa melindungi Ian dengan mencari penyebab kejadian aneh itu. Dan Mika yakin berawal dari sini.
Mika keluar dari toilet pria dan untung saja tidak ada orang di luar. Bisa gawat jika sampai ada orang yang mengetahui seorang gadis keluar dari toilet pria. Mika buru-buru meninggalkan Ian karena tak yakin Ian akan membiarkannya berkeliaran di dalam perusahaan itu. Dengan membawa kotak makanan cepat saji, membuatnya tidak dicurigai oleh siapa pun.
Mika naik ke lantai selanjutnya, mengamati orang-orang di sana dan tidak ada yang aneh. Lantas apa yang terjadi pada dua karyawan itu, ya? Mika bertanya-tanya dalam benaknya.
“Harusnya aku bertanya di mana kantor Ian. Ah, bodohnya aku.”
“Hei, Nona, apakah kau mengantar makanan?” tanya seseorang yang membuat Mika menengok ke belakang. Seorang karyawan perempuan sedang berdiri sambil menampilkan senyum ramah.
“Iya, tapi kurasa aku salah lantai. Seharusnya tidak di sini. Ah, di mana ya itu.” Mika pura-pura salah masuk lantai, lalu meninggalkan perempuan itu.
Perempuan itu menunjukkan wajah heran. “Padahal aku mau bertanya apakah itu pesananku. Tapi, dia bilang salah lantai.”
Mika kembali ke dalam lift. Sejenak bingung harus pergi ke lantai mana. Akan tetapi, jika dia terus berkeliaran, maka CCTV akan merekamnya dan menganggapnya orang mencurigakan.
Mika menekan tombol turun. Beberapa saat kemudian ia sudah keluar dari lift dan mendapati Ian sedang mencarinya.
“Hei! Wanita aneh.” Lagi-lagi Ian menarik gadis itu.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Mika.
“Harusnya aku yang bertanya. Aku memintamu untuk menunggu, tetapi kau malah berkeliaran. Makan siang sudah hampir berakhir dan tidak ada kurir yang datang terlambat. Kau benar-benar sudah gila.” Ian tak habis pikir dengan Mika—terlalu berani berkeliaran di perusahaan.
“Sudah kubilang. Aku akan membantumu.”
“Nona Mika. Kita baru saja kenal satu malam. Jangan mengada-ada. Aku tahu kau berjasa padaku karena menolongku semalam. Akan tetapi, ini bukan kantorku. Jadi, aku mohon untuk jangan datang kemari.”
“Tapi, perusahaan ini tjdak seketat yang kau bicarakan Ian. Orang-orang di sini juga cukup ramah, bahkan pada pengantar makanan sepertiku,” ungkap Mika yang agak kagum.
Ian mendesah pelan karena merasa tak mampu untuk mengatasi Mika. “Baiklah. Terserah kau saja. Lebih baik kau melamar kerja saja di sini jika ingin mengawasi tempat ini,” saran Ian.