8. Diikuti

1067 Kata
Mika Natt duduk dengan santai di sebelah Ian. Gadis itu menghirup napas panjang seolah-olah baru saja keluar dari sebuah gua yang menyesakkan. Ia melirik pada senyum cerah Mika Natt. Kemudian dengan cepat mengalihkan tatapan. Ian sedikit malu karena ada gadis yang pemberani seperti Mika. Gadis itu juga tidak merasa jijik tadi. Malah, Ian merasa mual dan tidak ingin membantu. Terlalu sulit baginya untuk menjalani hari-hari belakangan ini. Ian merasa kalau pikirannya sudah tidak normal lagi. “Ini pertama kalinya kau melihat hal seperti ini?” Mika Natt tiba-tiba bertanya dan sedikit mengangetkan Ian. Ian terlihat canggung lalu menjawab, “Sudah tiga kali kurasa. Di kantorku sudah ada dua orang yang melakukan kegilaan ini. Omong-omong kenapa kau sangat beran? Sepertinya ini bukan pertama kalinya kau melihat orang-orang melakukan tindak kekerasan pada diri mereka.” Mika mengangguk. Tatapannya lurus ke depan sambil mendesah. “Ya, kau benar. Aku sudah menemukan dan melihat hal yang lebih buruk dari ini sebelumnya, tapi ini pertama kalinya aku melihat makhluk itu,” Mika bercerita, “kau bilang di kantormu juga ada kejadian seperti ini? Mengapa aku belum dengar berita apa pun?” Mika Natt terlihat terkejut membuat Ian tak tahu harus menanggapi bagaimana. Soal belum ada berita Ian yakin kalau bos perusahaannya telah menangani ini. Berita seperti itu juga bis mencemarkan nama baik perusahaan. Ian juga masih ingin bekerja di sana sampai kontraknya habis. “CEO kami sudah menangani masalah ini dan akan mencari tahu sebabnya. Beliau orang yang sangat perhatian dan telah membayar semua uang rumah sakit.” Meskipun demikian Ian berkata jujur soal biaya inap dua orang itu dan sekarang mereka cukup membaik. Meskipun Edwin marah-marah padanya di rumah sakit tadi. Edwin seperti kehilangan akal karena wajahnya yang harus mendapatkan operasi plastik. Ian tidak salah apa pun, hanya menjadi saksi ketika Edwin bersikap aneh dan menyakiti dirinya. Ia cukup benci disalahkan saat sebenarnya tak mengetahui apa pun. “Bawa aku ke kantormu,” ujar Mika Natt. Ian segera bangkit seraya memperhatikan gadis itu yang juga memperhatikannya. “Untuk apa ke kantorku? Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Aku saja tidak mengenalmu, bagaimana aku bisa membawamu ke sana?” Ian cukup bingung akan situasi ini, lalu gegas pergi meninggalkan Mika Natt. Apalagi Mika Natt ini cukup aneh. Mana ada orang biasa tidak kaget dan bisa begitu berani menghadapi itu. “AH!” Ia terkesiap begitu sesuatu menyentuh baunya membuatnya tak bisa lagi melangkahkan kaki. Sekali lagi Ian berteriak ketakutan karena merasakan sebuah tangan meremas bahunya dan itu terasa cukup sakit. “Jangan sakiti aku.” Ia memejamkan mata dan bisa merasakan seseorang atau mahkluk halus tengah berjalan ke depannya. Entahlah, Ian hanya ingin pergi dari sana sekarang juga. “Apa yang membuatmu begitu tergesa-gesa, Anak muda?” Ia mendengar suara yang sedikit tidak asing dna terdengar muda. Lalu membuka matanya dan mendapati Mika Natt tengah tersenyum miring sekaligus mengejeknya. Ian melirik pada tangan Mika di bahunya dan segera menyingkirkan tangan gadis itu. “Pulanglah jangan mengikuti aku.” “Aku mau mengikutimu sampai kau membawaku pergi ke kantormu.” Mika Natt sangat ngotot, masih mengikuti langkah Ian meski ia sudah menghindar beberapa kali. “Kau tidak takut pulang sendirian dan mendapati orang-orang merobek pipi dan mata mereka? Lalu darah mereka akan muncrat ke wajahmu kalau kau tidak hati-hati.” Ian merasakan perutnya sudah cukup mual hanya dengan sebuah cerita dan ditambah tadi ia memang menyaksikannya secara langsung. Segera Ian berlari menjauhi Mika Natt sambil memegang perutnya yang mual. Akan tetapi, gadis itu tidak menyerah dan mengikuti di belakang Ian. Ian telah mengabaikan gadis itu dan hanya berharap Mika Natt akan segera pergi. Sesampainya di depan apartemen, Ian membalikkan badan dan menatap Mika Natt. “Kau tidak mungkin mengikutimu masuk ke apartemenku, ‘kan? Sekarang pergilah ke rumahmu kaena aku tidak bisa membawamu ke sana. Kau perlu menjadi karyawan jika ingin pergi ke sana.” Kemudian Ian membalik badan dan segera beranjak. “Dasar laki-laki pengecut. Aku hampir saja memanggilmu banci.” Mendengarkan cibiran itu, Ian merasa sangat marah. Hanya karena takut, bukan berarti Mika atau orang lain bisa mencibirnya, ‘kan? “Terserah,” balas Ian yang segera melenggang pergi. ** Esok paginya Ian tidak menyangka Mika Natt akan ada di depan pintunya. Gadis ini pasti sengaja karena tahu Ian akan berangkat kerja. Ian segera menutup pintunya karena merasa sedikit takut. “Siapa gadis ini? Kenapa terus mengikutiku? Jangan-jangan dia orang aneh yang nanti akan berubah gila juga.” Ian merasa merinding karena kehadiran gadis itu. “Ian, buka pintunya, ayo, bicara sebentar. Aku tidak akan merugikanmu. Aku mau melindungimu.” “Melindungi? Kau lindungi saja dirimu, Nona Natt. Kau tinggalkan apartemen ini sekarang juga atau kupanggil keamanan.” “Dengarkan aku Ian, kalau di kantormu banyak yang mengalami hal aneh ini, maka ada kemungkinan kau juga akan menyakiti dirimu. Mereka semua dipengaruhi oleh iblis.” Ian merasa sangat bginging sekrang. Iblis? Apakah memang benar ada iblis? “kau jangan mencoba membohongiku. Aku tetap tidak akan membawamu ke sana.” “baiklah, tidak perlu, tapi mari bicara sebentar.” Dengan ragu-ragu Ian meraih knop pintu. Sejenak ia ragu dan sejenak kemudian Ian membuka pintu apartemennya. Dia membiarkan Mika Natt masuk dan gadis itu segera menerobos ke dalam apartemen Ian sambil mengedarkan tatapannya ke semua arah. “Wah, jadi begini apartemen laki-laki?” Mika Natt tertegun kala mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu. Mika juga mengambil barang-barang Ian. “Hei! Jangan sentuh itu. Jangan sentuh apa pun. Kau masuk untuk mencuri, ya?” tuduh Ian. “Enak saja kalau bicara. Aku ini adalah penyelamatmu. Kau akan sangat bersyukur karena pernah mengenalku, tahu?” “Apa yang kau bicarakan. Mari duduk, tapi jangan lama-lama karena aku harus ke kantor.” Mika Natt tersenyum dan segera duduk di sofa ruang tamu. Dia merasa sofa itu cukup empuk dan ingin membawanya pulang. “Seperti yang kukatakan tadi. Aku ingin datang ke kantormu.” Ian menghela napas. Tak tahu lagi cara menjelaskan pada gadis itu. Mika pikir kantor Ian adalah tempat berwisata yang bisa didatangi begitu saja jika ingin? “Nona Natt, aku sudah jelaskan padamu bahwa kantorku bukan tempat bermain. Itu tempat orang dewasa bekerja. Dan siapa pun tidak boleh masuk sembarangan.” Ian sudah menjelaskannya dengan pelan. “Kalau begitu, aku tinggal di sini, ya? Aku bisa melindungimu dari dekat.” Lama-lama Ian merasa seperti sedang berbicara dengan penguntit. Ian lagi-lagi mendesah. Tampaknya ia harus segera memanggil polisi untuk mengusir dari sini dari apartemennya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN