PART. 5 DILAMAR LAGI

1212 Kata
Wanita itu menyambut uluran tangan Gafi. Gafi bingung kenapa Bu Alda Hutama, istri dari Arifin Hutama, bosnya itu bisa datang ke rumahnya. Sedang mereka sangat jarang bertemu. Apalagi Bu Alda datang bersama wanita yang melamarnya. "Maaf, ada apa Ibu datang mencari saya ke rumah. Ibu bisa memanggil saya untuk menemui Ibu di kantor pabrik." Jantung Gafi jadi berdetak tak menentu. Takut berbuat kesalahan yang tidak disadarinya. Gafi juga bingung, ada hubungan apa antara Bu Alda dengan wanita yang melamarnya. "Saya datang, tidak ada hubungannya dengan urusan pekerjaan. Ini urusan pribadi, Mas Gafi." Jawaban Bu Alda membuat Gafi menatap wanita di sebelah Bu bosnya itu. "Urusan pribadi bagaimana, Bu?" "Ini Aaliya, putri saya, kamu sudah tahu putri saya inikan? Kalian sudah beberapa kali bertemu. Dia juga katanya sudah menyampaikan keinginannya kepadamu. Tapi kamu menolak membantunya." Bu Alda menunjuk wanita di sebelahnya. Tatapan Gafi yang tadinya ke Bu Alda, kini mengikuti arah pandangan Bu Alda. Gafi kembali menatap wanita yang ia sebut kurang, karena melamarnya secara terus terang. "Mohon maaf, Bu. Saya tidak mungkin memenuhi permintaan putri Ibu. Saya sudah berkeluarga. Kalau tidak salah, putri Ibu juga sudah menikah." Gafi menundukkan pandangannya. "Pernikahan putri saya sudah berakhir. Dia dituding mandul oleh suami, dan keluarga suaminya. Karena ingin membuktikan kalau putri saya tidak mandul itulah, saya mohon kamu bersedia menikahi putri saya. Saya, dan suami yang memilih kamu. Kami sudah mengamati kamu cukup lama. Kamu memiliki kriteria sebagai menantu idaman meski tidak kaya." "Tapi ...." "Tidak perlu diputuskan sekarang. Pikirkan saja dulu. Berunding dengan kedua ibumu. Kamu jangan berpikir kalau kami membeli harga dirimu. Tidak sama sekali. Dalam hal ini, kami yang memohon bantuan kamu. Tolong kami." Tutur bahasa Bu Alda halus, dan sopan, tidak menunjukkan kesombongan apalagi mengintimidasi. "Kenapa putri Ibu tidak menikah lagi dengan pria yang sepadan dengan keluarga Ibu. Maaf, kalau saya bertanya seperti ini, Bu?" Bu Alda menarik nafas. "Dia tidak mau terikat pernikahan dengan pria lain, karena masih mencintai suaminya. Kalau bisa membuktikan tidak mandul, mertuanya akan mengijinkan mereka bersatu lagi." Bu Alda menghela nafas, Gafi merasakan ada kesedihan. "Jujur saja, saya sebenarnya tidak setuju dia kembali lagi dengan mantan suaminya. Putri saya seperti dipermainkan oleh mereka. Tapi bagaimana, dia ini keras kepala sekali. Kalau tidak dituruti ingin bunuh diri." "Kalau tidak ingin terikat pernikahan, kenapa ingin menikah dengan saya, Bu?" "Maaf, Mas Gafi. Pernikahan yang kami inginkan ini hanya pernikahan sementara. Seperti yang saya ceritakan tadi. Kami berharap Aaliyah hamil untuk membuktikan dia tidak mandul." "Bagaimana cara Ibu menjelaskan tentang saya, pada keluarga mantan suami putri Ibu. Saya bukan seseorang yang bisa dibanggakan sebagai menantu. Apa nanti tidak berpengaruh pada reputasi keluarga Ibu." Gafi tidak ingin asal memutuskan, banyak yang harus dipertimbangkan. "Mereka tidak akan peduli tentang itu. Yang penting putri saya hamil. Dan pernikahan ini juga tidak akan dipublikasikan. Cukup dua keluarga saja yang tahu. Saya mohon dengan sangat, agar Mas Gafi bisa membantu kami." "Kalau putri Ibu hamil, bagaimana dengan anaknya?" "Kami yang akan merawatnya. Jika Mas Gafi berkenan, kita bisa rawat bersama." Gafi menarik nafas berat. Bu Alda kembali bicara. "Pikirkan sisi positifnya jika kamu bersedia membantu kami. Istrimu akan mendapatkan pengobatan terbaik. Kedua ibumu bisa menikmati hari tua mereka. Jadi, saya mohon. Tolong pikirkan tawaran kami ini, jangan buru-buru menolak." "Baik, Bu. Beri saya waktu berpikir, dan berunding dulu." "Ya, silakan. Kalau begitu kami permisi. Saya tunggu jawabanmu secepatnya." Bu Alda, dan Aaliyah berdiri. Gafi, dan kedua ibunya juga berdiri. Bu Alda berpamitan pada kedua ibu yang duduk di ruang makan. Gafi, dan kedua ibunya mengantar Bu Alda, dan putrinya yang tidak bicara sepatah kata ke mobil mereka. Setelah mobil menjauh. "Ada apa ini sebenarnya, Fi? Ibu belum paham." Bu Fatma menatap lekat wajah putranya. Bu Fatma, dan Bu Dini memang mendengar pembicaraan tadi, tapi mereka tidak bisa memahami maksudnya secara jelas. "Ayo kita masuk, Bu. Kita harus membicarakan hal ini." Bu Dini melangkah masuk diikuti oleh Bu Fatma, dan Gafi. Gafi menutup pintu. "Sebaiknya kita bicara di ruang makan saja, Bu.' Mereka bertiga menuju ruang makan, dan duduk di situ. "Begini, Bu." Gafi menghela nafas sesaat, sebelum melanjutkan ucapannya. "Bu Alda itu istri Pak Arifin, pemilik perusahaan tempat aku bekerja. Yang bersama dia itu putrinya. Aku juga baru tahu kalau itu putrinya." "Kamu sudah pernah bertemu putri Bu Alda sebelumnya?" Tanya Bu Fatma. "Iya, Bu. Beberapa kali di jadi penumpang taksi online yang aku bawa. Dia sudah mengutarakan keinginannya padaku." "Keinginan apa, Fi?" "Dia ingin aku jadi suaminya. Dia melamar aku, Bu." "Hah!" Dua wanita tua itu saling pandang. Terkejut luar biasa, mendengar Gafi dilamar seorang wanita. Bukan wanita sembarangan, tapi anak bos Gafi sendiri. "Nona cantik tadi melamar kamu?" Bu Fatma masih belum percaya. "Iya, Bu. Dia melamar saat jadi penumpang mobilku." "Dunia mau kiamat apa?" Bu Fatma menatap Bu Dini. "Seperti yang Bu Alda katakan. Ini bukan pernikahan biasa, Bu." Gafi menjelaskan. "Bukan pernikahan biasa bagaimana? Putrinya itu masih gadis?" Bu Fatma mencecar Gafi dengan pertanyaan. "Janda, Bu. Waktu itu menikahnya tidak di sini. Kalau tidak salah di Surabaya, kota asal Pak Arifin, dan istrinya." "Kalau sudah menikah kok minta kamu nikahi?" Tanya Bu Fatma lagi. "Eh, sudah dibilang tadi kalau dia janda, Mbak." Bu Dini mengingatkan. "Eh, aku tidak fokus, Dek. Saking kagetnya. Putra kita dilamar wanita kaya." "Jadi begini, Bu. Kalau aku bersedia membantu Bu Alda. Dia akan membantu perekonomian keluarga kita. Terutama sekali, mereka akan membantu pengobatan Alia sampai sembuh. Aku minta pertimbangan Ibu berdua. Apa aku harus menolak permohonan Bu Alda, atau harus menerima." Gafi menatap kedua ibunya bergantian. "Jelaskan dulu, pernikahan ini yang bagaimana," ujar Bu Fatma. "Begini, Bu. Aaliya ini sudah menikah lima tahun. Sampai sekarang belum memiliki anak. Mertuanya meminta suaminya menikah lagi, dan menuding Aaliya mandul. Karena Aaliya menolak dimadu, akhirnya dia diceraikan suaminya." Gafi kembali menceritakan apa yang ia dengar dari Bu Alda tadi. "Ya Allah. Ada ya orang seperti mertuanya Aaliya itu. Kalau Allah belum memberi ya bagaimana bisa dipaksa." Bu Fatma menggerutu. Bu Dini menunduk. Bu Dini bersyukur, menantu, dan besannya tidak seperti itu. "Aku menolak, karena aku tidak ingin mengkhianati cinta Alia. Tapi aku ingin mendengar pendapat Ibu berdua," ucap Gafi dengan suara pelan. Suasana jadi hening. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang bicara untuk sejenak. "Bagaimana menurut kamu, Dek. Kamu lebih berhak bicara dalam masalah ini. Seperti Gafi, aku juga tidak ingin dia dianggap mengkhianati cinta Alia. Keputusan aku serahkan pada kamu, Dek." Bu Fatma menggenggam jemari Bu Dini yang ada di atas meja. Mata mereka saling pandang. Bu Dini menarik nafas dalam, lalu ia hembuskan perlahan. "Fi, maaf kalau Ibu salah bicara. Menurut Ibu ini perjanjian saling menguntungkan. Bukan Ibu bermaksud ingin mengambil keuntungan dari ini. Tapi sungguh, Ibu tidak tega melihat kamu bekerja sangat keras. Pergi pagi, pulang malam. Kamu sudah terlalu banyak berkorban untuk Alia." Air mata jatuh di pipi Bu Dini. "Jadi, apa kamu setuju dengan pernikahan perjanjian ini, Dek?" "Iya, Mbak. Aku yakin Alia ikhlas Gafi menikah lagi, ini juga demi kesembuhannya. Maaf jika pilihan Ibu melukai hatimu, Fi." Bu Dini mengusap air mata di pipi. Berat baginya untuk memutuskan, tapi inilah jalan terbaik bagi keadaan mereka saat ini. Bu Dini ingin mengambil sisi positifnya. Ia sungguh tak tega melihat Gafi berjuang sendirian, untuk menghidupi mereka semua. "Bagaimana, Fi?" Tanya Bu Fatma. "Aku ...." Gafi menghela nafas, sebelum menjawab pertanyaan ibunya. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN