Beberapa tahun kemudian...
Alin mendapat kabar dari salah satu temannya, jika keluarganya mengalami musibah. Telah terjadi kecelakaan yang menimpa keponakannya dan menewaskan Jantaka dan juga istrinya setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit. Jantaka merupakan salah satu putra Kakak sulungnya Jayaprana Hutama kamandaka. Mendengar kabar itu, akhirnya Alin memutuskan untuk segera pulang ke Indonesia. Hari ini ia tiba di Kediaman Hutama Kamandaka, kepergiannya selama beberapa tahun untuk melupakan luka hati akibat pengkhianatan sahabatnya sendiri dan juga tunangannya, akhirnya membuatnya menyesal. Pergi bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah dan karena kepergiannya ini, ia tidak tahu berita tentang meninggalnya keponakannnya dan juga istrinya. Apalagi menurut informasi yang baru saja ia terima dari kakak sulungnya Jayaprana, jika Jagadta keponakannya juga sudah menikah. Berita duka dan bahagia telah ia lewatkan hanya karena ia merasa menjadi orang yang paling menyedihkan di dunia ini.
Tak banyak yang berubah di kediaman ini, dulu ia memang masih sering memberi kabar kepada Jayaprana kakaknya itu, tapi setelah ia tiba di Amerika mendalami olahraga zumba dan pole dance ia memutuskan kontaknya. Hal hasil, Alin baru tahu kabar ini setelah sebulan lebih kecelakaan itu terjadi dan ia memutuskan menghubungi keluarganya untuk mengetahui kebenaran berita kematian keponakannya dan istrinya itu. Alin kembali menangis histeris ketika tahu jika berita itu benar. Jantaka keponakannya dan juga istrinya memang telah tiada. Saat ini Alin sedang berada didalam ruang kerja Jayaprana dan ia sedang menunggu kemarahan sang Kakak karena berani pergi dan juga telah memutuskan kontak dengannya.
"Mas," panggil Alin membuat mata tua itu menatap Alin dengan tatapan datar namun tersirat luka. Alin menggigit bibirnya dan terisak karena sadar apa yang telah ia lakukan, membuat sang Kakak terluka dan kecewa.
"Jika aku tidak mencabut fasilitasmu dan mengancam akan mengeluarkanmu dari kartu keluarga, apa kau akan berencana untuk pulang?" Tanya Jayaprana membuat Alin menundukkan kepalanya. "Kali ini jika kau tidak pulang mungkin bukan hanya mendengar berita kematian keponakanmu Jantaka, tapi aku yang mati karena khawatir dengan adikku satu-satunya yang menghilang tanpa kabar," ucap Jayaprana.
"Maaf Mas," ucap Alin menahan laju air matanya.
"Kau mendengar kabar Jantaka meninggal dan kau baru berpikir untuk pulang," ucap Jayaprana sendu membuat Alin merasakan sesak didadanya.
Alin mendekati Jayaprana dan kemudian memeluk Jayaprana dengan erat. Jayaprana bukan hanya kakaknya, tapi juga pengganti orang tuanya yang telah meninggal. Sejak kecil, ia dibesarkan Jayaprana dengan penuh kasih sayang dan hanya karena patah hati, kecewa dan terluka, ia telah menyakiti hati Kakak sulungnya ini.
"Maafkan Alin Mas," lirih Alin membuat Jayaprana memejamkan matanya dan kemudian menganggukkan kepalanya.
"Kali ini apapun yang Mas lakukan semua itu hanya untuk kebaikanmu Alin!" Ucap Jayaprana membuat Alin menghapus air matanya dengan jemarinya dan ia mengeratkan pelukannya. Saat itu ia begitu kecil dan rapuh, tapi tubuh gagah ini yang telah menua selalu melindunginya dari siapapun yang mencoba menyakitinya.
"Iya Mas, Alin janji nggak akan mengecewakan Mas lagi," ucap Alin.
Jayaprana Hutama Kamandaka saat ini berumur enam puluh enam tahun dan perbedaan umurnya dengan Alin sangatlah besar. Alin merupakan adik berbeda ibu dengannya, Ayah kandung Jayaprana sebelumnya telah menikah lagi setelah ibu kandungnya meninggal dan Alin merupakan anak perempuan satu-satunya yang dimiliki Hutama Kamandaka. Kecelakaan yang dialami kedua orang tuanya, membuat Alin kecil dibesarkan Jayaprana. Saat ini Alin berumur dua puluh sembilan tahun dan ia memang lebih terlihat seperti anak Jayaprana dibandingkan adik Jayaprana. Wajah Alin yang terlihat imut dan lebih muda membuatnya terlihat seperti berumur dua puluh tahunan dan ia sering sekali mengatakan jika ia seumuran dengan Janisa putri bungsu Jayaprana.
Setelah pembicaraannya bersama Jayaprana selesai, Alin melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada dilantai dua, ia tersenyum bahagia karena mengingat masalalu dimana ia sering bercanda dengan ketiga keponakannya di Rumah ini. Alin membuka laci bufet dan ia melihat buku diarynya yang telah usang, disana kisah cintanya berawal dan juga berakhir. Alin membacanya dengan serius dan kisah cintanya dimulai dilembaran pertama. Alin menghela napasnya dan bait demi bait masalalu kembali terulang dipikirannya. Alin akhirnya membaca lebaran terakhir yang ia tulis, ketika ia mengalami patah hati karena pengkhianatan sahabat baiknya dengan tunangan.
Luka lama itu memang sudah sembuh dan ia bersyukur telah melupakan laki-laki yang hampir saja ia nikahi. Tapi kekecewaannya kepada sahabatnya, membuatnya tidak percaya dengan siapapun yang mengatakan jika dirinya adalah teman atau sahabat. Karena baginya sahabat tidak akan menyakiti sahabat lainnya, tapi hatinya yang penuh kelembuatan membuatnya terpedaya dan akhirnya hancur karena kecewa oelj orang terdekatnya.
Alin ingat beberapa tahun yang lalu tepatnya ketika pernikahanya akan terlaksana dalam hitungan hari. Ia telah menuliskan rencananya kedepan yang ingin fokus melanjutkan kariernya didunia senam, Alin memang menyukai olahraga gerakan tubuh seperti Zumba dan juga pole dance yang menjadi olahraga favoritnya itu. Ia berencana ingin berbulan madu bersama calon suaminya itu ke Eropa dengan uang tabungannya. Di Eropa ia bukan hanya bisa berbulan madu tapi ia ingin mengunjungi studio senam yang ada disana dan juga belajar dari mereka teman-temannya sesama pesenam.
Jayaprana Hutama Kamandaka saat itu memang tidak menyetujui hubungannya bersama Gibran, walaupun Gibran adalah seorang dokter yang kariernya cukup bagus untuk ukuran dokter muda dan juga pengusaha. Bahkan Jayaprana selalu membujuk Alin untuk memikirkan pernikahannya bersama Gibran. Tapi ternyata firasat Kakak sulungnya itu benar dan Alin akhirnya terluka.
"Saatnya membuka lembaran baru dan aku yakin aku kuat jika bertemu kembali dengan mereka," ucap Alin menutup lembar buku hariannya yang terakhir yang ia tulis. Alin kemudian membuka bagial awal buku hariannya, disana tertulis cerita cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Di buku hari ini ini bukan hanya nama Gibran yang tertulis disana, tapi juga nama laki-laki cinta pertamanya. Gibran sepertinya adalah bayangan dari laki-laki itu hingga ia setuju mencoba berpacaran dengan Gibran saat itu. Sosok cinta pertama yang menolaknya dengan angkuh dan kejam membuat Alin menghebuskan napasnya.
"Kenapa aku bisa mencintai laki-laki seperti dia yang bahkan tidak memiliki sikap manis pada siapapun," ucap Alin mengingat sosok cinta pertamanya yang dulu membuatnya terobsesi ingin mengajak laki-laki itu pacaran. Ia bahkan tak tahu malu menyatakan cintanya kepada laki-laki itu.
"Semoga aku menemukan orang baru dalam hidupku, jika tidak aku hanya perlu fokus membangun karirku di dunia senam, aku akan menolak tawaran Mas Jaya yang memintaku bekerja di perusahaannya," ucap Alin yang kemudian menutup buku harian itu itu dan ia kembali memasukannya kedalam laci bufet. Alin berdiri lalu melangkahkan kakinya menuju balkon kamarnya, ia merentangkan tangannya sambil tersenyum.
"Aku pulang dan selamat datang duniaku, dunia yang damai yang aku inginkan. Lupakan masalalu dan tatapalah masa depan," ucap Alin sambil tersenyum, tanpa ia sadari seseorang yang juga berada dilantai atas di kediamannya yang berada diseberang kediaman Hutama Kamandaka tersenyuk sinis. saat ini ia sedang duduk santai dengan teropog kecil miliknya. Ia tidak menyangka melihat pemandangan seorang wanita yang sedang berada di balkon seberang kediamannya.