Mantan

901 Kata
Alin merapikan kamarnya dan menyimpan barang-barang yang tidak perlu ia simpan lagi termasuk barang yang merupakan kenangan pahitnya bersama Gibran dan juga Gisel. Kamarnya sangat berantakkan dan ia berencana untuk membeli beberapa barang untuk merubah suasana kamarnya. Ketukan pintu membuatnya segera membukannya dan ia tersenyum ketika melihat Rita dan Janisa segera masuk kedalam kamar dan keduanya memeluknya dengan erat. Rita Kakak iparnya meneteskan air matanya dan begitu juga dengan Janisa keponakannya menangis pilu karena keduanya sangat merindukan Alin. "Kamu jangan pergi lagi ya Lin! Hiks...hiks..." isak tangis Rita membuat Alin ikut meneteskan air matanya. Ia merasa sangat jahat karena telah melukai Kakak iparnya yang sangat menyayanginya. "Iya Mbak, maafkan aku," ucap Alin. Sejujurnya ia tidak berniat membuat keluarganya ini khawatir padanya, namun ia merasa bersalah karena telah mengecewakan mereka dan juga membuat malu mereka karena pernikahaannya dibatalkan. "Iya Tan, Janis sedih banget nggak ada Tante, apalagi sekarang Mas Janta dan Mbak Avi udah nggak ada lagi. Janis harap semua keluarga kita nggak terpisah Tan susah, senang dan sedih kita lewati sama-sama Tan...hiks...hiks" jelas Janisa sambjl menangis membuat Alin menganggukkan kepalanya. Ia kembali memeluk Janisa dengan erat. Ia tahu kepergiaann juga menjadi pukulan telak bagi Jansia karena selama ini Janisa sangat manja padanya. "Iya aku Janji," ucap Alin menghapus air matanya dengan jemarinya. "Hari ini kita makan bersama di Restauran gimana?" Tanya Rita membuat Janisa menganggukkan kepalanya karena ia sangat setuju dengan rencana Maminya. "Iya Mi, Janis setuju," ucap Janisa "Kita udah lama nggak kumpul Mi." "Oke Mami akan atur semuanya agar kita sekeluarga bisa berkumpul dan makan bersama," ucap Rita. "Gimana Alin?" Tanya Rita menghapus air matanya dan tersenyum lembut menatap Alin. "Iya Mbak, Alin setuju. Lagian Alin udah nggak sabar ingin ketemu istri Jagadta," ucap Alin. Keponakan sulungnya Jagadta Hutama Kamandaka ternyata telah menikah dengan perempuan cantik bernama Rayya dan Alin ingin tahu apa perempuan ini berbeda sifatnya dengan wanita yang dulu pernah disukai keponakannya ini. Sama halnya dengan dirinya Keponakannya Jagadta juga telah dikhianati kekasihnya. "Ya udah ayo kita siap-siap!" Ajak Rita membuat Janisa dan Alin menganggukkan kepalanya dan mereka segera bersiap menuju Restauran. Alin, Janisa, Jayaprana dan Rita berada dalam satu mobil karena seperti biasanya, Jayaprana tidak akan mengizinkan Alin membawa mobil mengingat dulu Alin pernah mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil. Sebagai seorang Kakak, Jayaprana memang sangat melindungi Alin sejak kecil. Alin tersenyum melihat beberapa wilayah Jakarta sedikit banyak, telah mengalami perubahan. Alin mengingat bagaimana ia selalu bercanda dengan Jagadta dan Jantaka ketika mereka didalam perjalanan menonton bioskop bersama saat itu. Mereka bertiga memang sangat kompak waktu itu, bahkan Alin selalu dianggap kekasih Jagadta atau Jantaka ketika mereka pergi bersama. Beberapa menit kemudian mereka sampai di Restauran. Rita memang masih terlihat sedih dan juga haru. Ia sedih mengingat sosok Jantaka dan ia haru hingga meneteskan air matanya terlalu bahagia karena Alin akhirnya pulang. Setidaknya hatinya sedikit terobati dengan kepulangan Alin, setelah putra keduanya meninggal. Alin dan Janisa turun dari mobil mengikuti Jayaprana yang telah berjalan melangkahkan kakinya masuk kedalam Restauran sambil memegang tangan Rita. Alin tersneyum melihat perhatian Jayaprana kepada istrinya tidak pernah berkurang sejak dulu. Ia ingin mendapatkan suami seperti Kakak sulungnya itu yang sangat menyayangi istri dan keluargannya. "Tan, Mami itu sayang banget loh sama Tante. Bagi Mami Tante itu bukan hanya saudara iparnya, tapi juga anaknya," ucap Janisa membuat Alin menatap punggung Rita dengan sendu. "Kali ini Janis mohon kalau Tante mau pergi, Tante jangan jauh-jauh lagi dan jangan juga lama Tan. Kalau perlu Tante nikah sama tetangga aja, biar nggak jauh kalau mau pulang ke Rumah kita!" Ucap Janisa membuat Alin mengelus kepala Janisa dengan lembut. Sifat manja Janisa sama seperti dirinya, dulu bahkan ia sering sekali memeluk Jayaprana agar Janisa kesal karena ia merebut perhatian Jayaprana. Menggoda Janisa saat kecil adalah kebiasaanya bersama Jagadta dan Jantaka. "Udah ayo masuk nanti kita dicari Papi kamu!" Ucap Alin mengalihkan pembicaraan, karena saat ini ia belum terpikir untuk memiliki kekasih apalagi menikah. Ia masih menikmati kesendiriannya dan ia sangat bersyukur dengan pencapaiannya saat ini. Rita benar-benar memanjakan lidahnya dan sudah lama sekali Alin tidak memakan makanan berbagai masakan Indonesia yang terlihat lezat ini. Saat berada diluar negeri, ia bahkan tidak sempat memasak makanan Indonesia karena bumbu rempah Indonesia hanya beberapa saja yang tersedia disana dan juga kekhasnyanya hilang, karena kebanyakan berupa bubuk instan. Alin duduk disamping Janisa dan Jayaprana duduk disamping Rita, ada dua kursi yang masih kosong dan mereka sedang menunggu kedatangan Jagadta bersama istrinya. "Aku ke toilet dulu," ucap Alin membuat Rita menganggukkan kepalanya. Alin melangkahkan kakinya menuju toilet dan ia melihat seorang laki-laki yang sangat ia kenal, laki-laki itu menatap kearahnya dengan tatapan kerinduan. Alin kesal dan marah karena sekian lama ia menjauh, kenapa laki-laki itu masih saja menatapnya dengan tatapan cinta yang memuakan. Alin masuk kedalam toilet dan ia segera merapikan makeupnya lalu melangkah kakinya keluar dari Toilet dengan santai. Sebuah tangan tiba-tiba memegang pergelangan tangannya membuat Alin mengerutkan dahinya tidak suka dan ia segera menghempaskan tangannya agar segera terlepas. "Anda jangan kurang ajar," ucap Alin. "Kurang ajar, kau membatalkan acara pernikahan kita secara sepihak Alin. Kau pikir kau siapa?" Ucapnya kesal. "Jangan memancing kemarahanku Gibran, disini ada keluarga besarku, apa kau lupa dengan keponakanku Jagadta?" Tanya Alin dan itu membuat ekspresi Gibran yang dingin akhirnya mengendur. Gibran segera melepaskan tangannya yang kembali memegang pergelangan tangan Alin. "Apa yang kau lakukan bersama Gisel itu sungguh menyakitkanku saat itu," ucap Alin dengan tatapan datar namun menyiratkan kekecewaan. "Apa kau pernah mencintaiku?" Tanya Gibran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN