BAB 5

1019 Kata
"Jika sudah sampai di Seattle, langsung ke rumah saja. Istirahatlah. Nanti aku akan pulang cepat." Terdengar ucapan seorang pria melalui sambungan telepon. Tatapan matanya tak teralihkan dari layar komputer yang menunjukkan laporan mengenai salah satu tempat hiburan yang ada di Tacoma. "Baiklah. Alberto sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu." Wanita itu ikut tertawa kecil saat mendengar suara tawa adiknya. "Aku tutup teleponnya. Nanti kalau sudah sampai di rumah, aku akan menghubungimu lagi." Setelah membalas salam perpisahan pada sambungan telepon tersebut, Shawn menjauhkan benda pipih itu dari telinganya. Diletakkannya ponsel berwarna gelap tersebut tepat di samping laptop. Elsa Richards, wanita berusia tiga puluh lima tahun itu merupakan kakak sulung sekaligus satu-satunya saudara kandung di dalam keluarga Pennington. Elsa menikah dengan Johnny Richards sejak enam tahun yang lalu. Pada pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua putra tampan serta manis bernama Alberto dan Deloris. Semenjak pernikahannya dengan Johnny, Elsa tinggal bersama sang suami di ibu kota negara bagian Montana, Helena. Elsa hanya sesekali datang mengunjungi Shawn saat sang suami memiliki waktu senggang. Shawn mengalihkan pandangan ke arah layar laptop yang menunjukkan sebuah foto. Dirinya berhenti melihat laporan-laporan pada layar komputer untuk memperhatikan foto tersebut. Entah mengapa hasrat untuk menemui dan melihat wajah wanita itu secara langsung kembali menguasai dirinya. Padahal belum ada setengah hari mereka bertemu. Kalau saja Shawn berhak menghubungi wanita itu sekedar menanyakan keadaan atau mengobrol santai dengannya, Shawn pasti akan langsung menekan deretan nomor telepon yang didapatkannya dari Sofia. Tapi Shawn tidak bisa melakukan itu. Eleanor adalah sosok wanita yang terlihat sangat menyayangi serta menghargai suaminya, wanita itu pasti tidak akan memberikan kesempatan agar bisa berbicara dengan dirinya walaupun hanya satu detik jika tahu Shawn berusaha menghubunginya. Sebuah nada notifikasi pesan masuk membuat tatapan Shawn teralihkan. Dia membaca pesan singkat dari seseorang yang menyebutkan kalau Eleanor baru saja mengunjungi kantor asuransi bersama seorang wanita. Apakah Shawn memata-matai Eleanor? Ya. Dia melakukannya. Setidaknya dengan cara seperti itu, Shawn dapat mengetahui sedang apa dan kemana wanita itu pergi. Shawn hanya ingin mengobati rasa ingin tahunya terhadap Eleanor. "Kantor asuransi." Shawn bergumam lalu tersenyum. "Apa itu tujuannya datang ke Seattle kemarin?" — Mobil yang dikendarai Eleanor berhenti di pemakaman Calvary. Eleanor segera turun dari mobil usai mematikan mesin. Dia menolak ketika Bibi Sheena menawarkan diri untuk menemaninya karena Eleanor ingin mengunjungi makam ayahnya seorang diri. Langkah Eleanor menapak pada tanah berumput hijau. Dia berjalan menuju makam mendiang ayahnya yang terletak tak jauh dari makam mendiang ibunya. Hingga perlahan langkah Eleanor berhenti pada nisan bertuliskan Edward Hoover. "Hai, ayah," gumam Eleanor menyapa diiringi senyum masam di wajahnya. Lalu menarik napas dalam-dalam sembari mengalihkan tatapannya sekilas. "Maaf karena baru mengunjungimu dan tidak membawa bunga ataupun lainnya untukmu," sambung Eleanor. "Ayah, selama ini aku tidak pernah menjadi putri yang baik untukmu. Bahkan sampai kau pergi pun, aku belum bisa bersikap baik padamu. Tapi, ayah … ini adalah keputusanku. Ini pilihanku dan aku harap kau bisa mengerti." Eleanor terdiam sejenak. Dirinya merasa perkataannya seperti sedang berdebat dengan Edward. Eleanor pun kembali menarik napas panjang sembari mendongakkan kepala. Lalu mencoba memusatkan perhatiannya kembali pada nisan tersebut, seolah ayahnya berada tepat di sana. "Maaf. Aku tidak bermaksud untuk melanjutkan perdebatan kita sebelumnya. Aku hanya ingin meyakinkanmu kalau pilihanku tidak salah. Aku tidak menyesal memilih Olaf." Suara Eleanor kembali menghilang. Wanita itu menundukkan kepala sebelum memutar arah tubuhnya hingga membelakangi makam Edward. Langkah kakinya membawa Eleanor menjauh dari makam tersebut tanpa mengucapkan salam perpisahan. Sedangkan wanita paruh baya yang sejak tadi bermain dengan ponsel di dalam mobil tertegun saat Eleanor membuka pintu secara tiba-tiba. Bibi Sheena menoleh ke arah Eleanor dan melihat wanita itu langsung memasang sabuk pengaman saat sudah duduk di jok mobil. "Kau sudah selesai?" tanya Bibi Sheena. "Ya. Hanya mampir sebentar," jawab Eleanor dengan senyum yang dipaksakan. "Bagaimana kalau kita pergi ke kafe?" "Ya, boleh." Eleanor langsung menancap gas membuat mobil putih itu melaju meninggalkan pemakaman tersebut. — Setelah mendapat pesan dari Elsa kalau mereka sudah tiba di mansion, Shawn pun bergegas menyusul. Membutuhkan waktu selama hampir dua puluh menit untuk tiba di mansion. Sepanjang jalan Shawn menunggu kabar dari seseorang tentang Eleanor sampai akhirnya mobil hitam yang ditumpanginya memasuki halaman mansion. Shawn segera memasukkan ponsel ke dalam balik jas. Dia turun dari mobil saat Jordan membuka pintu untuknya. Seketika arah bola mata Shawn tertuju pada mobil lain yang terparkir di halaman rumah. Tanpa berlama-lama, Shawn pun melenggang memasuki mansion. "Shawn!" Belum sampai memasuki setengah dari ruangan tamu, Shawn sudah disambut oleh suara Alberto yang menggema. Anak itu langsung berlari dengan wajah sumringah menghampiri Shawn. Alberto pun naik ke dalam gendongan Shawn. "Hai!" balas Shawn saat mengangkat tubuh anak berusia tujuh tahun tersebut. "Aku merindukanmu," ucap Alberto dan mengecup pipi Shawn. "Aku pun. Apa kau lelah? Kenapa kau tidak langsung istirahat?" tanya Shawn dengan kedua kaki kembali melanjutkan langkahnya. "Ya. Tapi aku tidak bisa tidur. Aku menunggumu," jawab Alberto. "Hai, Shawn." Bibir Shawn terpaku saat mendengar sapaan dari seseorang. Dia menoleh ke arah samping dan melihat Elsa menghampirinya. Sontak Shawn langsung membalas senyum Elsa yang dilontarkan padanya. "Apa kabar?" sapa Elsa saat mencium pipi kanan dan kiri adiknya. "Baik. Bagaimana denganmu dan yang lain?" balas Shawn. "Kabar kami baik," jawab Elsa lalu melirik ke arah putranya, "Albert, turunlah. Kau sudah besar. Shawn pasti merasa berat karena terus menggendongmu." "Apa aku sangat berat?" tanya Alberto pada Shawn tanpa memedulikan ucapan ibunya hingga membuat Elsa mendesah kasar. "Tidak apa-apa. Dimana Deloris?" tanya Shawn saat tatapannya mengelilingi ruangan tersebut tetapi tidak melihat adiknya Alberto. "Aku membawanya ke kamar. Dia tertidur sejak perjalanan dari bandara," jawab Elsa seraya mengambil alih Alberto dari gendongan Shawn lalu menurunkan anak itu. "Apa kau sudah makan siang?" "Belum. Sebenarnya aku berniat ingin mengajak kalian makan siang bersama di restoran." "Kalau begitu duduklah. Biar aku saja yang siapkan makanan. Aku akan buatkan mashed potato kesukaanmu," ucap Elsa seraya mengelus wajah Shawn sembari tersenyum. "Dimana Johnny?" tanya Shawn setelah beberapa saat. Kini dirinya duduk di sofa bersama Alberto ketika langkah Elsa menuju dapur. "Di kamarku. Dia sedang menemani Deloris di sana. Kau bisa pergi kesana sekaligus menemui ponakanmu. Sudah tiga tahun bukan kalian tidak bertemu? Deloris terlihat mirip sepertimu," jawab Elsa masih dengan nada suara yang sumringah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN