Sepasang wanita yang terpaut usia cukup jauh itu tengah menikmati minuman masing-masing lengkap dengan sepiring cake kecil. Eleanor berulang kali menarik napas panjang hingga menarik perhatian Bibi Sheena. Wanita itu tidak berhenti mencuri pandang ke arah Eleanor ketika mendengar helaan napasnya.
"Ada apa, El?" tanya Bibi Sheena membuat Eleanor mengangkat tatapannya sekilas lalu kembali menatap sekeliling kafe.
"Tentang Olaf?" Bibi Sheena mendesah pelan. "Jangan terlalu memikirkan Olaf. Kau bisa stres jika terus memikirkan masalah itu."
"Aku hanya tidak habis pikir dengan tingkahnya, Bibi. Hanya itu," gumam Eleanor.
"Setiap orang pasti memiliki prinsip hidupnya masing-masing. Terkadang ada yang cocok dengan kita dan kadangkala ada yang bersimpangan dengan apa yang kita inginkan. Persoalan tentang anak dalam kehidupan rumah tangga memang hal yang krusial. Cobalah untuk melakukan saran dariku. Mungkin itu akan membantumu."
Eleanor mengangguk beberapa kali lalu menyeruput segelas jus kiwi lewat lubang sedotan. Dia kembali memasang senyum yang dipaksa untuk merespon ucapan wanita di hadapannya.
"Usiamu pun masih dua puluh lima tahun. Bagiku, itu usia yang masih sangat muda untuk memiliki anak dan menikah. Kau masih memiliki banyak waktu untuk membujuk Olaf. Dan mungkin, bukan karena masalah restoran itu, tapi Olaf memikirkan dirimu. Dia tidak ingin membebanimu dengan seorang anak di saat usiamu masih muda seperti ini. Mungkin, dua atau tiga tahun lagi Olaf akan mengikuti kemauanmu untuk memiliki anak."
"Ya. Pernikahanku dengannya pun sudah berjalan tiga tahun."
"Sudahlah," Bibi Sheena menghela napas panjang. "Lebih baik sekarang kita makan kuenya. Sudah hampir sore, Olaf pasti sudah menunggu."
"Ya," jawab Eleanor diiringi senyuman singkat khasnya.
Selang lima belas menit, akhirnya Eleanor dan Bibi Sheena pun beranjak dari tempat duduk mereka masing-masing. Eleanor meminta Bibi Sheena untuk keluar lebih dulu karena dirinya hendak pergi ke meja kasir untuk membayar pesanan mereka.
Beberapa saat kemudian Eleanor tampak keluar dari gedung kafe. Dia berjalan mendekati mobil milik Bibi Sheena lalu masuk ke dalam. Dirinya duduk di jok samping pengemudi sedangkan Bibi Sheena duduk jok pengemudi.
Perlahan mobil putih itu melaju, menyusuri jalanan kota Seattle yang tampak selalu ramai. Eleanor tampak diam dengan tatapan memandangi jalanan kota melalui kaca mobil di depan. Bibi Sheena pun tidak mengajak bicara Eleanor karena berpikir wanita itu masih merasa kesal dengan suaminya. Lagipula bibi Sheena tidak cukup dekat dengan Eleanor jika dibandingkan dengan Olaf.
Bibi Sheena menghentikan laju kendaraan saat berada di depan lampu lalu lintas. Dirinya hendak mengambil jalur tol di depannya sembari menunggu lampu berubah warna. Selang beberapa detik kemudian lampu sudah berubah menjadi warna hijau, bibi Sheena pun langsung menginjak pedal gas tanpa diketahui ada mobil lain dari arah kanan yang melaju cukup kencang.
Satu detik kemudian mobil putih itu kehilangan kendali akibat tabrakan yang sangat keras pada bagian pintu belakang. Kedua tangan Bibi Sheena terlepas ketika mobilnya berputar arah dan menabrak pembatas jalan. Sedangkan mobil yang menabrak Bibi Sheena mengalami hal yang sama sampai terguling dan posisinya terbalik.
Eleanor maupun Bibi Sheena langsung kehilangan kesadaran. Kejadian itu terasa sangat singkat hingga membuat mereka tidak bisa menghindarinya. Kecelakaan tersebut membuat mobil lain yang sejak tadi mengikuti mereka langsung berhenti di dekat mobil putih.
Pria yang mengenakan kaos panjang berwarna navy dengan celana jeans panjang itu langsung turun dari dalam mobil. Dirinya menatap sekeliling yang terlihat sepi. Sebelah tangannya merogoh saku celana untuk menghubungi seseorang. Setelah menghubungi orang tersebut untuk mengabarkan kondisi wanita yang harus diawasinya tersebut pingsan di dalam mobil, dirinya langsung menghubungi ambulans dan pihak kepolisian. Sesekali tatapannya menangkap beberapa pengendara mobil yang menjatuhkan perhatian ke arahnya tetapi seolah tidak ingin ikut campur sehingga mengabaikannya begitu saja.
Usai menghubungi kedua pihak tersebut, pria itu mendekati salah satu pintu mobil putih. Dia mencoba membuka pintu tersebut untuk mengeluarkan seorang wanita dari dalam mobil. Kedua tangannya pun langsung mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya ke dalam mobil miliknya. Tanpa menunggu mobil polisi maupun ambulans yang sedang dalam perjalanan, dirinya langsung membawa wanita itu pergi menuju rumah sakit yang ditunjuk oleh tuannya.
—
Selesai menyantap makanan buatan kakaknya, Shawn menemani Alberto dan Deloris bermain di halaman belakang. Mereka bertiga tampak menikmati permainan sepak bola di sore hari. Sedangkan Elsa dan Johnny terlihat tengah duduk di kursi sembari memperhatikan permainan mereka.
Deloris terengah-engah seraya memilih menjauh dari Alberto dan Shawn yang masih memperebutkan bola. Anak berusia lima tahun itu mendekat ke arah Elsa dan Johnny. Sesampainya di depan mereka, Deloris justru langsung mengambil segelas jus segar dan meminumnya hingga menyisakan setengah.
"Loris, ayo ke sini!" teriak Alberto mengajaknya untuk kembali bergabung.
"Papa, gantikan aku. Aku ingin istirahat sebentar," pinta Deloris membuat Elsa tersenyum dan mengusap rambutnya yang setengah basah karena keringat.
Saat Elsa membuka mulut hendak membalas ucapan Deloris, perhatiannya dialihkan oleh ponsel milik Shawn yang bergetar di atas meja tepat depan mereka. Elsa pun meraih ponsel tersebut yang memperlihatkan deretan nomor telepon yang memanggil.
"Shawn, ada telepon untukmu," ucap Elsa membuat Shawn mengalihkan perhatian hingga memberikan kesempatan untuk Alberto mencetak gol.
"Gol!" teriak Alberto kegirangan membuat yang lain tertawa.
Shawn pun menghampiri Elsa disusul Alberto di belakangnya. Dia mengulurkan tangan untuk menerima ponselnya yang terus bergetar. Shawn berjalan menjauh dari Elsa dan Johnny untuk menjawab panggilan tersebut.
"Selamat sore, Tuan," ucapnya.
"Ya, kenapa?" tanya Shawn dan menoleh ke belakang. Dirinya melihat Elsa sedang melepaskan kaos kedua ponakannya tersebut dan meminta mereka untuk segera mandi.
"Mobil milik wanita itu kecelakaan."
"Apa?!" Shawn reflek memutar arah kepalanya ke depan sehingga menyudahi kedua mata memperhatikan ponakan-ponakannya. "Bagaimana keadaannya?" tanya Shawn penuh rasa cemas. Jantungnya berdebar-debar menanti jawaban dari orang suruhannya.
"Aku tidak yakin bagaimana keadaannya sekarang, Tuan. Tapi dia dan wanita lain yang bersamanya pingsan."
"Bawa dia ke UW Medical Center sekarang. Aku akan menyusulnya ke sana," perintah Shawn dengan nada berbisik karena tidak ingin didengar oleh orang lain. Dirinya kembali menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Elsa ataupun Johnny masih ada di sana atau sudah masuk ke dalam.
"Lalu bagaimana dengan wanita tuanya?" tanyanya lagi.
"Biarkan saja disana. Kau cukup menghubungi kepolisian dan ambulans," jawab Shawn tanpa pikir panjang. Dia kembali berbicara dengan nada suara yang normal karena Elsa dan Johnny sudah tidak ada di sekitarnya. Eleanor adalah prioritasnya. Lagipula jika dia membawa wanita yang pergi bersama Eleanor, pasti pihak polisi akan curiga.
"Baik, Tuan."
Shawn langsung memutuskan sambungan telepon usai mendengar respon dari pria tersebut.