“Aku tidak mau makan, aku mau pulang. Kau pengkhianat, seharusnya kau tidak meninggalkan ayahku sendirian. Sekarang aku tidak punya ayah, itu semua salahmu. Kau tidak perlu sok baik padaku.” Zein terus mengamuk pada Mahesa dan menyalahkan pengawal pribadi Bintang Tenggara tersebut.
Yusuf sebagai seorang bupati negara Pemis juga ayah Mahesa sebenarnya tidak suka melihat tingkah pangeran kecil tersebut, ia sangat ingin menyerahkan bocah itu pada kerjaan Xioxing agar si kecil itu bisa dibantai bersama dengan keluarganya.
“Pangeran kecil, kau harus perhatikan tingkahmu! Ini bukan kerjaanmu, kau tidak bisa memerintah atau berkata semaunya pada Mahesa, dia adalah tuan muda di sini.” Bupati Pemis memberikan teguran pada pangeran kecil.
Bukannya patuh dan memperbaiki sikap, Zein zulkarnain malah mengambil pedang milik Mahesa lalu berdiri angkuh di depan Yusuf,”Tuan, aku juga tidak mau numpang di rumahmu ini. Aku mau pulang, aku adalah seorang Putra mahkota, aku bertugas melindungi seluruh keluargaku dan rakyatku. Sekarang kerajaanku diserang, aku tidak boleh kabur, aku tidak bisa menjadi seorang pengecut seperti putramu itu.”
Yusuf tertegun, barusaja dirinya berpikir bahwa pangeran kecil itu adalah anak yang nakal dan suka membuat onar, tapi nyatanya di balik itu semua, dia adalah seorang calon pemimpin yang sangat memikirkan kerajaannya.
“Pangeran, baiklah aku mengaku salah. Kau boleh menyebutku pengecut atau apapun, tapi yang terpenting pangeran harus makan. Seorang kesatria harus berjuang keras untuk melindungi kerajaannya, tapi apakah kesatria tersebut tidak butuh makan? Saya janji, setelah waktunya tiba nanti, saya sendiri yang akan mengantarkan pangeran untuk merebut kembali kerajaan Bintang tenggara.” Mahesa berusaha untuk membujuk dengan sabar, baginya pangeran kecil tersebut bukan bersikap tidak sopan melain hanya syok dan belum bisa menerima kenyataan bahwa keluarganya telah dibantai dan kerajaannya dirampas. Dia harus membangun kembali semangat perjuangan pangeran kecil tersebut.
Zein zulkarnain masih terdiam, matanya menatap Yusuf tanpa ada rasa takut sedikit pun,”Aku mau pulang, aku tidak mau hidup numpang di rumah orang.” Matanya memandang sinis bupati negara Pemis.
Mahesa berusaha tersenyum meski sebenarnya ia merasa bodoh sendiri karena harus bersikap layaknya seorang ibu yang terus membujuk ayahnya. Pria itu menekuk salah satu lutut di depan Zein lalu memegang kedua bahunya,”Pangeran Zein, mulai sekarang aku adalah ayahmu, bupati Yusuf adalah kakekmu, ini rumahmu. Namamu adalah tuan muda Satria Dirgantara Mahardika, siapapun tidak ada yang boleh tentang identitasmu yang sesungguhnya. Ini semua demi merebut kembali kerajaan Bintang tenggara, kau harus kuat dan mempelajari berbagai macam ilmu, ilmu belah diri, tata negara, politik dan perekonomian. Jadi, sekarang pelajaran pertama adalah, kau harus makan.
Yusuf mengangguk sambil tersenyum, ia mengusap puncak kepala pangeran kecil tersebut,”Mulai sekarang kau adalah cucuku, aku akan menyayangimu dan mengajari mu ilmu tatakrama. Satria, harus bersedia.”
Zein kecil mengangguk, setelah dipikir-pikir sepertinya memang benar apa yang dikatakan pengawal pribadinya tersebut, dia harus menyembunyikan identitasnya agar tidak ada orang yang curiga dan memburunya, meski begitu ia masih sedih memikirkan keluarganya,”Ayah, ibu dan adik-adikku, aku pasti akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita,” batinnya bersumpah.
“Baik, ayah. Kapan aku mulai belajar ilmu bela diri?” tanyanya.
Mahesa sangat ingin menangis melihat pangeran Bintang tenggara sekarang begitu penurut, ia pun menarik sang pangeran ke dalam pelukannya,”Kita di sini sebulan sambil melihat situasi, setelah itu ayah akan membawamu ke suatu tempat. Di sana kau akan belajar ilmu bela diri.”
Zein mengangguk, ia pun tersenyum penuh semangat. Yusuf merasa sangat senang, dia tidak keberatan menambahkan satu orang lagi dalam silsilah keluarganya,”Baiklah, setelah makan kakek akan mengajakmu ke istana, kau harus patuh dan memperkenalkan dirimu sebagai putranya tuan Mahesa.”
“Baik, kakek.” Zein mengangguk, demi pengorbanan kedua orang tuanya dan seluruh prajurit kerajaan Bintang tenggara dia akan melakukan apapun, termasuk menyembunyikan identitasnya.
**
Setelah membunuh seluruh anggota kerajaan dan menawan para pelayan, Ka Le Nan masih belum bisa tenang, ia tidak menemukan keberadaan putra mahkota dan kedua putri negera Bintang Tenggara, ia duduk di atas singgasana hasil rampasannya dengan dahi berkerut, ia memandang pengawalnya tersebut dengan penuh tanda tanya,”Sam Pah, apakah kamu sudah menemukan pangeran Zein Zulkarnain?.”
“Ampun, Yang Mulia. Saya belum menemukannya, sepertinya pengawal sialan itu sudah membawanya pergi ke tempat yang sangat jauh,” jawab Tong Sam Pah.
“Ayah, kita harus mencari Zein Zulkarnain, aku yakin dia pasti akan kembali dengan dendam dan ingin merebut kembali kerajaan ini,” timpal Pangeran Ku Ba Ngan.
Raja Ka Le Nan mengangguk, benar juga apa yang dikatakan oleh putranya tersebut, ia pun kembali memandang Tong Sam Pah,”Sam Pah, kamu bawa pasukan untuk mencari Zein Zulkarnain, bunuh dia di mana pun berada. Cari di seluruh dunia, aku tidak mau dia datang dan merusak semua kesenanganku.” Raja Xioxing mengeluarkan perintah pada pengawalnya.
“Baik, Yang Mulia.” Tong Sam Pah menekuk salah satu lutunya di hadapan singgasana kerajaan. Setelah itu pengawal tersebut segera membawa orang untuk berkeliling mencari keberadaan Zein Zulkarnain dan Mahesa untuk dibunuh di tempat.
**
Kerajaan Pemis memang tidak sebesar kerajaan Bintang tenggara, kerajaan ini terletak di perbatasan negara Lintang timur, meski begitu Pemis sangat damai dan sejah tera, penduduk Pemis mayoritas bercocok tanam. Dipimpin oleh seorang Raja yang baik dan sangat mencintai rakyatnya, raja tersebut bernama Sum Ping dan ratu Bi Kang, mereka memiliki seorang anak yang sangat cantik bernama tuan putri Lem Per.
Yusuf membawa Zein keperjamuan istana, di sana dia bertemu dengan tuan putri Lem Per, putri Lem Per sangat tertarik pada Zein, selain paras Zein yang tampan, kepribadian pangeran tersebut juga sangat baik.
“Kakak, bolehkah aku tahu siapa nama kakak?” tanya Lem Per.
“Satria dirgantara mahardika,” balas Zein sopan.
“Namaku Lem Per, aku suka sama kakak.”
Hampir saja Zein kecil ngakak mendengar nama putri tersebut mirip seperti nama jajanan di pasar yang biasa dibeli oleh ibunya.
Lem Per memandang heran pangeran kecil tersebut, sang pangeran tiba-tiba menahan tawa, tapi karena masih terlalu polos dan lugu, Lem Per mengira kalau pangeran Bintang tenggara tersebut menahan tawa karena keimutannya.
“Kakak Satria, apakah aku sangat menggemaskan? Kenapa kakak seperti ingin tertawa?” tuan putri kecil tersebut tersenyum bahagia karena tidak tahu kalau dia ditertawakan.
Zein zulkarnain tersenyum, ia harus menjaga wibawahnya serta harus memiliki sopan santun terhadap siapapun termasuk seorang putri kerajaan Pemis.
“Maafkan saya, tuan putri. Saya tidak bermaksud untuk menertawakan anda, tapi nama anda sangat unik, seperti kue yang ada di pasar.”
Lem Per merasa heran, selama dia dilahirkan di dunia ini, tidak sekalipun dirinya menemukan sebuah jajanan yang namanya sama dengan namanya di Pemis, mungkinkah itu di kerjaan lain?
“Kakak Satria, kakak orang darimana? Kenapa kakak tahu ada kue seperti itu? Setahuku, di Pemis tidak ada nama kue seperti itu.”
Zein zulkarnain sedikit terkejut, ia baru menyadari klau kini dirinya bukan berada di Bintang tenggara, dan kue tersebut adanya di Bintang Tenggara. Pangeran kecil itu menundukkan padangannya, hatinya merasa ngilu setiap kali teringat pada keluarganya yang telah dibantai oleh raja Xioxing.
“Maaf, tuan putri. Waktu itu, saya pernah mengajak putra saya ke Bintang tenggara untuk berwisata, dan kebetulan kami menemukan ada nama jajanan yang mirip dengan nama tuan putri.”
Zein mendongakkan kepalanya, ia merasa lega karena pengawal yang sekarang menyamar sebagai ayahnya datang tepat waktu, kalau tidak mungkin saja dirinya akan terbawa emosi dan mengatakan pada putri Lem Per kalau dia adalah seorang putra mahkota kerajaan Bintang Tenggara.
Mahesa tersenyum memandang Zein, ia menggenggam jemari mungil tersebut. Dia tahu kalau mungkin saja sekarang, pangeran kecil tersebut sedang merasakan kesedihan lagi, siapa orang yang akan mudah melupakan kehilangan keluarganya karena p*********n oleh seseorang yang dianggap sebagai sahabat sendiri.
Putri Lem Per tidak merasa curiga sama sekali, ia malah semakin antusias untuk mengetahui tentang jajanan tersebut,”Kakak Satria, aku sangat penasaran, kapan kakak akan ke Bintang Tenggara lagi? Aku mau ikut.”
“Lem Per.” Raja Sum Ping menghampiri putrinya, ia merasa tidak enak hati pada putra mahkota kerajaan Bintang Tenggara tersebut. Yusuf sudah menceritakan semua masalah p*********n yang dilakukan Xioxing pada Bintang Tenggara, dan dia berserta kerjaannya bersedia menampung pangeran kecil tersebut.
Putri Lem Per mengalihkan perhatiannya pada sang ayah,”Untuk sementara, kak Satria masih tidak bisa pergi ke Bintang Tenggara. Jadi kamu tidak boleh menanyakan hal ini lagi, apakah kau mengerti.” Raja Sum Ping mencoba untuk memberi pengertian pada putrinya, agar tidak terus bertanya tentang jajanan Bintang Tenggara tersebut.
“Hormat Yang Mulia.” Seorang prajurit datang memberi hormat. Raja Pemis tersebut mengalihkan perhatiannya pada prajuritnya tersebut.
“Ada apa?” tanyanya.
“Perdana mentri Tong, bersama beberapa orang pengawal mohon untuk bertemu.” Prajurit tersebut memberi tahu.
Mahesa terkejut, ia langsung menggendong Zein dan bersikap waspada. Apapun yang terjadi dia tidak akan membiarkan Tong Sam Pah mengambil penerus kerjaan Bintang Tenggara yang sesungguhnya, dia tidak perduli kalau sekarang Tong Sam Pah sudah menjadi perdana mentri.
Bupati Yusuf segera menghampiri putranya, ia tahu kalau Mahesa sekarang pasti sedang mengkhawatirkan pangeran kecil tersebut. Apapun yang terjadi, dirinya juga akan berusaha melindungi mereka berdua.
Raja Sum ping melirik Mahesa dan Yusuf, ia mengerti kalau Mahesa sedang khawatir dan berusaha untuk melindungi junjungannya. Sedangkan sebagai seorang ayah, Yusuf akan melindungi putranya. Tapi, kerjaan Pemis ini terlalu kecil kalau harus berhadapan dengan kerjaan Xioxing, meski begitu dirinya tidak akan pernah mengorbankan orang yang tidak berdosa.
“Baiklah, katakan pada mereka, aku akan segera menemuinya.”
Prajurit tersebut segera mematuhi perintah junjungannya,”Baik, Yang Mulia.”
“Yang Mulia, biar saya dan Satria pergi. Kami juga mengerti, kalau kekuatan militer Pemis tidak sebanding dengan Xioxing, kami tidak ingin membahayakan kerajaan ini.” Mahesa berpamitan pada Sum Ping, bagaimana pun juga dirinya harus sadar diri dan tidak boleh mengorbankan siapapun.
“Tunggu, aku akan menulis surat untuk sahabatku, dia adalah pimpinan perguruan Rajawali. Aku rasa kau dan pangeran Zein bisa tinggal di sana sekalian Pangeran Zein bisa belajar ilmu bela diri. Di sana pasti aman untuknya, tidak akan ada prajurit yang berani mengusiknya.” Raja Sum Ping segera mengambil kertas dan tinta lalu menuliskan surat tersebut dan menyerahkannya pada Mahesa.
“Aku minta maaf tidak bisa melindungi kalian, sebenarnya aku merasa tidak enak pada ayahmu, tapi aku juga harus melindungi kerajaanku,” kata Sum Ping.
“Tidak apa-apa, Yang Mulia. Kami pergi dulu,” pamit Mahesa.
“Mahesa, sering-seringlah mengirim surat pada ayah, sering-seringlah temui ayah.” Yusuf memeluk putranya sekilas, ia menyerahkan sebuah cemeti peninggalan leluhurnya.
“Itu adalah cemeti pengikat jiwa, jika kau melecutkannya pada seseorang, orang tersebut akan seperti raga tanpa jiwa. Kau berhati-hati menggunakannya.”
“Baik, ayah.” Mahesa menerima cemeti tersebut. Setelah itu ia mengalihkan perhatiannya pada putra mahkota Bintang Tenggara,”Kita pergi, pangeran.”
Zein zulkarnain, ia memandang Yusuf terlebih dulu, tiba-tiba saja pangeran kecil tersebut memeluk bupati Yusuf,”Kakek, suatu hari nanti aku akan datang kemari dan melindungi kakek. Aku tidak akan membiarkan kakek sendirian dan kerjaan kakek ini seperti kerjaan ayahku.”
Yusuf sangat terharu mendengarnya, meski baru sehari pangeran kecil tersebut tinggal bersamanya, tapi ia sudah bisa menyayanginya seperti cucu sendiri,”Iya, maafkan kakek ya. Kakek akan sering mengunjungimu di tempat kau berlatih ilmu bela diri.”
“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.” Zein melepaskan pelukannya dan meraih tangan Mahesa. Pengawal pribadi Bintang Tenggara itu langsung membawa pangeran kecil tersebut terbang, dia tidak mungkin berjalan terang-terangan lewat darat, yang ada mereka akan langsung disergap oleh tentara Xioxing.
**
Sebuah bangunan tua tapi terlihat sangat kokoh, pintunya terbuat dari batu, di atas depan pintu tersebut terdapat sebuah tanda aneh. Selama ini tidak ada seorang pun yang mampu membuka pintu tersebut selain pemilik bangunan.
“Pangeran, kita tidak bisa membuka pintu ini, kita harus menunggu hingga bulan purnama. Biasanya pimpinan perguruan rajawali akan keluar ketika bulan purnama, barulah setelah itu pintu ini akan terbuka.” Mahesa memperhatikan ukiran-ukiran yang ada di atas pintu batu tersebut.
Terdapat sebuah lambang bulan, bintang dan huruf alif di tengah ukiran batu tersebut. Zein sama sekali tidak mengerti tentang ukiran dan hanya boleh keluar pada malam bulan purnama, menurutnya itu seperti vampir saja.
Sebuah sinar keemasan muncul dari kening pangeran kecil tersebut, cahayanya sangat tajam bahkan membuat orang sekitarnya terasa silau.
Sinar apakah itu?…