5. Kado

1115 Kata
“Kita udah dapet ijin dari Bos besar, mau makan kemana sayang?” Tanya Doni setelah panggilannya dengan Rama usai. “Ke resto Om aja yang ada disekitar sini.” Ajak Naya yang membuat Risma mengangguk antusias. “Kenapa ngangguk-ngangguk begitu?” Tanya Doni yang membuat Risma cengengesan. “Hehe seneng aja Om, di sana pas sama lidahya aku rasanya. Aku seneng kalo di sana, bisa makan sepuasnya tanpa khawatir bayar mahal.” Ucap Risma sambil nyengir. “Emang pernah bayar sendiri kalo makan sama Om Doni?” Ketus Naya yang terdengar kesal. “Weits sabar bestie, ngapa jadi ngegas? Ya enggak pernahlah, lawong Om Doni orang pengertian kok sama kantong-kantong bocil. Pasti Om Donilah yang bayar. Iya kan Om?” Doni hanya mengangguk agar pertengkaran mereka segera selesai. “Udah ah jangan pada berantem, bentar lagi sampek loh.” Lerai Doni yang membuat keduanya diam. --- “Alhamdulillah kenyang banget.” Ucap Risma sambil mengelus perutnya yang kini terasa penuh. “Iyalah kenyang, orang semua menu ditumpahin ke perut lu semua.” Cibir Naya yang membuat Doni menggelengkan kepalanya. “Udah dong jangan mulai berantem lagi, gak malu diliatin orang?” Tanya Doni yang membuat keduanya menatap sekitar, dan memang benar bahwa pertengkaran mereka menjadi tontonan pengunjung lain. “Ris telepon Bu Yuni dulu gih, takutnya beliau nanti khawatir kamu pulangnya telat.” Titah Doni yang menyadarkan Risma bahwa dirinya belum meminta izin pada sang ibunda. “Oh iya untung diingetin sama Om, aku telepon Mamah dulu ya Om.” Doni mengangguk lalu merangkul bahu Naya karena gemas, Naya menatap Risma yang kini masih saja ingin bertengkar. “Halo Mah, Assalamu’alaikum.” Salam Risma ketika panggilannya dijawab oleh Yuni. “Wa’alaikumsalam, ngapa dah telepon Mamah?” “Risma pulangnya telat ya Mah, ini lagi diajak pergi sama Naya sama Om Doni juga. Gak apa-apa kan Mah? Iya dong gak apa-apa.” Risma bertanya namun dijawab sendiri olehnya, Naya dan Doni hanya terkekeh geli melihat kelakuan Risma yang begitu receh meskipun pada ibunya sendiri. “Lah bocah! Lu ijin apa begimana sih? Heran gue, dia yang ijin dia juga yang jawab sendiri. Ya udah sono lu pergi sama Naya sama Pak Doni, tapi jangan nyusahin ya Neng. Ati-ati jangan banyak tingkah, kalau betingkah biar aja lu ditinggal sama Pak Doni.” Wajah Risma seketika tertekuk mendengar ucapan ibunya, selalu saja begitu jika Risma meminta izin untuk bepergian dengan keluarga Rama. “Iya Mah, Risma gak akan banyak tingkah. Ya udah kalo gitu Risma mau berangkat ini, Assalamu’alaikum.” Ucap Risma. “Wa’alaikumsalam.” Ketika Risma akan mengembalikan ponselnya ke dalam tas, Naya seolah mengingatkan kembali dengan apa yang Yuni—ibu Risma katakan padanya. “Inget jangan betingkah, kalau banyak tingkah kenapa Ris?” Tanya Naya yang membuat Risma melotot horor. “Kita tinggal.” Balas Doni yang sudah tak asing lagi dengan wejangan itu dari Yuni. “Kompak banget kalo masalah beginian, inget ya Om rahasia Naya di aku masih banyak banget. Jangan macem-macem!” Peringat Risma yang tidak dihiraukan oleh Doni. “Jadi keluar enggak?” Tanya Naya mencoba mengalihkan pembicangan mereka. “Ada yang takut nih.” Ceplos Risma lalu melenggang lebih dulu untuk menuju parkiran. Mereka akhirnya meninggalkan restoran Doni lalu menuju mall terdekat untuk membelikan kado ulang tahun untuk Yuni. Risma nampak bahagia bisa memberikan hadiah untuk ibunya dengan uang yang didapatkannya tadi. Sesampainya di mall, Risma berjalan beriringan dengan Naya, sedangkan Doni ada dibelakang mereka. Mereka bertiga mengedarkan pandangan untuk mencari hadiah apa yang sekiranya cocok untuk Yuni nantinya. “Mau beli apa Ris?” Tanya Doni ketika mereka sudah mengitari mall dari lantai bawah sampai lantai atas, namun mereka belum menemukan apa yang akan menjadi pilihan Risma. “Hehe gak tau Om, aku bingung.” Cengir Risma yang membuat langkah Doni terhenti otomatis. “Kalau begini ceritanya jangan jalan terus, capek sodara.” Ucap Doni yang membuat Naya ikut berhenti. “Tante lagi butuh apa gitu Ris di rumah? Atau lagi pengen apa gitu?” Tanya Naya yang mendapat gedikan bahu dari Risma, “atau mungkin mau ada acara apa gitu yang special buat keluarga lu?” Risma menggelengkan kepalanya mendengar itu. “Gak tau Nay, gue gak tau.” Ucap Risma meringis. “Kalau baju kayaknya udah pasaran banget ya Om, tapi mau dibeliin apa ya kira-kira?” Doni juga mulai ikut berpikir untuk menemukan kado yang akan diberikan pada Yuni. “Gelang mungkin? Atau kalung?” Tanya Doni ragu karena dia juga tak pernah memberikan kado untuk orang terdekatnya kecuali memberikan kue atau boneka saja. “Kenapa perhiasan sih Om? Nanti duitnya kurang.” Cebik Risma yang menyadari bahwa kemampuan kantungnya tidak setebal Naya maupun Doni. “Udah ayo ke sana, kalau kurang nanti saya tambahin. Tapi itu semua gak gratis, oke?” Risma mengangguk dengan mata berbinarnya langsung menyetujui ucapan Doni. “Makasih ya Om, semua info langsung mengalir tanpa saweran deh.” Rayu Risma yang mendapat delikan tajam dari Naya. Mereka akhirnya menuju toko perhiasan, Naya sibuk menatap gelang, kalung maupun cincin yang menjadi tujuan mereka untuk diberikan pada Yuni. Doni tak ikut memilih namun betah menatap Naya yang asik menunjuk beberapa kalung dan gelang. Doni dapat melihat binar bahagia dari mata Naya ketika sedang memegang dan mencoba gelang pada tangannya. “Kamu mau itu Yang?” Tanya Doni lalu mendekat dan membantu Naya memakaikan gelang tersebut. “Enggak Om, cuma cobain aja. Kita kesini kan fokusnya mau beliin Tante Yuni.” Ucap Naya yang mencoba melepaskan gelang dari pergelangan tangannya. “Udah jangan dibuka, itu buat kamu. Cocok, makin cantik.” Ucap Doni yang membuat Risma menatap sebal ke arah sepasang sejoli ini. “Udah keles mesra-mesraannya, sekarang kan mau beliin kado Mamah. Ngapa jadi Naya yang udah dapet?” Sungut Risma ketika tangan Doni masih asik bertengger di tangan Naya. “Ini pilihan Naya, Ris. Kalau kamu mau, kamu ambil aja buat kamu sendiri. Hadiah buat kamu dari saya, kalau untuk Bu Yuni tetap pilihkan untuk beliau ya.” Ucap Doni pada Risma, lalu meminta karyawan toko untuk membuatkan nota pada gelang yang dipakai Naya. “Om saran dong, bagus yang mana antara yang ini sama yang ini?” Tanya Risma menunjukkan antara gelang dan kalung pada Doni. “Bungkus keduanya, daripada bingung harus milih Ris.” Saran Doni yang membuat Risma geleng-geleng kepala sendiri. “Duitnya darimana sih Om kalo beli 2? Risma kagak ada duitnya.” Ucap Risma panik dengan saran Doni. “Pilihan kamu yang mana yang mau kamu pakai?” Tanya Doni tanpa menjawab pertanyaan Risma. “Ih duitnya kagak ada Om!” Pekik Risma yang membuat Doni melotot agar Risma tak terlalu banyak bicara. “Cepet pilih jangan banyak omong!” Titah Doni yang membuat Risma kicep.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN