Part 10

1165 Kata
Stefannie mengembalikan lagi ponsel milik Alvian, setelah barusan menelepon seseorang. “Ini, sudahku transfer uang muka untukmu, nanti akan kulunasi jika kau telah berhasil mengeluarkanku dari sini.” Tadi Stefannie meminjam ponsel Alvian untuk menelepon banknya yang ada di luar negeri. Stefannie benar-benar menepati janjinya memberikan setengah dari bayaran Alvian yang bertugas mengeluarkannya dari mansion keluarganya. Bibir Alvian berkedut membentuk sebuah senyuman, lalu membungkukkan badannya. “Terima kasih, Nona. Saya berjanji akan segera mengeluarkan Anda dari sini.” Stefannie tersenyum, melihat keantusiasan Alvian membuat ia yakin Alvian akan berusaha mengeluarkannya dari mansion keluarganya, dan segera lepas dari genggaman kakaknya yang haus akan harta dan takhta. “Ya, segera tepati janjimu.” Alvian menegakkan kembali tubuhnya. “Kalau begitu saya pamit Nona, saya harus pergi ke kantor. Dan saya takut para penjaga di luar curiga kalau saya terlalu lama di sini.” Stefannie mengangguk—mengizinkan Alvian keluar dari kamarnya. “Kalau begitu saya permisi Nona. Jangan lupa sarapannya di makan,” pamit Alvian. “Ya.” Alvian pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar Stefannie yang sekarang menjadi majikannya. Setelah pintu kamar kembali tertutup rapat, Stefannie pun mengambil sebuah bingkai foto yang di dalamnya terdapat potret dirinya bersama sang kakak saat perayaan ulang tahun Sean yang ke-24. “Dibalik sikap kejammu, aku tetap menyayangimu Oppa, karena kau 'lah satu-satunya keluargaku yang aku punya saat ini. Andaikan Oppa jujur kepadaku, akan aku berikan sebagian sahamku kepadamu Oppa, kenapa harus dengan cara seperti ini Oppa meminta?” Air mata Stefannie meleleh deras membasahi pipinya. Stefannie sangat terluka sekali dengan perubahan sikap kakaknya. Bahkan Stefannie seperti tidak mengenal sosok Sean. Stefannie benar-benar kehilangan sosok kakaknya. Stefannie mengusap kasar air matanya. Tatapan matanya berubah menjadi datar. “Oppa kau yang memulainya duluan, jadi jangan salahkan aku merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!” Saat ini rasa kecewa lebih mendominasi Stefannie dibandingkan rasa sayangnya kepada sang kakak. **** Alvian yang baru saja menuruni anak tangga terkejut mendapati Ilena yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Sebenarnya Alvian ingin menghindar dari istri Presdir Kim setelah kejadian kemarin, namun keadaanya sangat tidak memungkinkan. “Sekretaris Al!” “I-iya Nyonya?” “Apakah permintaanku semalam tidak akan kau penuhi?” Ilena masih belum menyerah sebelum keinginannya itu terpenuhi. Alvian mengusap tengkuknya. Jujur saja ia bingung, walaupun sekarang ia berada dipihak Stefannie, namun secara teknis orang-orang masih menganggapnya sebagai sekretaris kedua Presdir Kim. “Maafkan saya Nyonya.” Ya, Alvian hanya bisa meminta maaf kepada Ilena tanpa bisa membantunya. Terdengar helaan napas yang berasal dari Ilena. Bukan jawaban seperti itu yang diinginkan oleh Ilena. “Aku mohon Sekretaris Al, izinkan aku bertemu dengan adik iparku. Hanya sebentar, Sekretaris Al.” Ilena memohon kepada Alvian yang notabenenya adalah bawahan suaminya. Tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh istri pemilik perusahaan terbesar di kawasan Asia itu. Astaga, jika seperti ini posisi Alvian semakin serba salah. Alvian harus mematuhi perintah Sean, namun di sisi lain demi memenuhi perintah Sean, Alvian harus rela membiarkan istri atasannya memohon seperti itu. Apalagi Alvian yang dasarnya memiliki sikap lembut dan menjunjung tinggi derajat perempuan, sekarang Alvian merasa dirinya telah jahat membuat seorang perempuan memohon-mohon kepadanya. “Nyonya, jangan seperti ini. Saya tidak bisa mengabulkan keinginan Nyonya, karena saya harus mematuhi perintah Presdir Kim—suami Anda, Nyonya. Jika saya melanggar, pasti saya akan mendapat hukuman dari Presdir Kim.” Sebenarnya Ilena juga tidak mau melakukan itu, m*****i harga dirinya demi mendapatkan izin bertemu dengan Stefannie. Semua pekerja di mansion itu pun menatap aneh sekaligus penasaran ke arah Alvian dan juga Ilena—si nyonya besar. Alvian yang mendapat tatapan seperti itu pun merasa risih dan ingin segera pergi dari sana sekarang juga. “Sebaiknya Nyonya izin dulu kepada Presdir Kim, nanti jika Presdir Kim mengizinkan maka saya akan mengantarkan Nyonya bertemu dengan Nona Kim.” “Kalau begitu saya permisi Nyonya. Saya harus segera pergi ke kantor,” pamit Alvian. Sebelum pergi Alvian membungkukkan badannya, karena bagaimana pun di depannya adalah istri dari atasannya. **** Di belahan dunia lain, Sean tengah asyik mengobrol dengan kedua perempuan yang telah disewanya. Sean butuh kesenangan untuk mengusir rasa penatnya setelah lelah seharian sibuk berkutat dengan berkas-berkas bernilai milyaran itu. Namun di tengah kesibukannya mengobrol dengan para wanita sèxy itu, tiba-tiba muncul sekretaris Min dan membisikkan sesuatu ke telinga Sean. “Ternyata kau masih belum menyerah juga istriku!” Sean pun meminta ponselnya kepada sekretaris Min. “Sebentar Baby,” ucap Sean pada para wanita bayarannya itu. Sean pun keluar dari ruangan itu untuk menelepon salah satu orang kepercayaannya di Korea. “Aku dengar ada sebuah insiden yang terjadi di mansion.” Di seberang sana, orang kepercayaan Sean tampak kebingungan dengan perkataan Sean. Insiden apa yang atasannya itu maksud. “Maaf Presdir, insiden apa?” Sean mendengus. “Istriku memohon-mohon kepada sekretaris Al.” “Iya, itu benar Presdir. Tadi Nyonya memohon-mohon kepada sekretaris Al agar diizinkan bertemu dengan Nona Kim, namun sekretaris Al menolak dan berdalih patuh dengan perintah Presdir yang tidak mengizinkan Nyonya bertemu dengan Nona Kim.” Sean tertawa sinis. Istrinya itu sangat keras kepala sekali. “Tetap awasi dia, jangan sampai istriku bertemu dengan adikku, karena jika itu sampai terjadi kau tahu 'kan konsekuensinya.” “Baik Presdir.” Pip Sean mematikan sambungan teleponnya. Lalu kembali masuk ke dalam ruangan itu. Sean akan bersenang-senang dengan kedua wanita sexy itu. **** Tok tok tok Setelah mengetuk pintu, Alvian pun masuk ke dalam ruangan yang bertuliskan 'Wakil CEO'. Ada sebuah dokumen yang harus ditanda tangani oleh Presdir Kim, tetapi karena Presdir Kim tidak ada, maka wakilnya 'lah yang harus menandatangani dokumen itu. “Ada apa Sekretaris Al?” tanya Kim Jungwoon—wakil CEO sekaligus paman dari Sean dan Stefannie. Kim Jungwoon ini adalah adik dari Kim Haneul—ayah kandung Sean dan Stefannie. “Ini Tuan, ada berkas yang harus ditanda tangani oleh Tuan.” Alvian menyerahkan dokumen itu kepada Jungwoon. Jungwoon pun menerima berkas itu, lalu menandatanginya. “Bagaimana kabar keponakanku?” Alvian mengerutkan keningnya. Siapa yang dimaksud oleh Jungwoon, Sean atau Stefannie? Jungwoon yang tahu Alvian kebingungan pun langsung meralat, siapa keponakan yang dimaksud olehnya. “Stefannie.” “Nona Kim dalam keadaan baik-baik saja, Tuan.” Jungwoon tersenyum. “Syukurlah jika dia dalam keadaan baik-baik saja.” Alvian menaikkan alis sebelah kanannya. Ia bingung, apakah Jungwoon tahu keadaan Stefannie yang sebenarnya? “Sekretaris Al, aku mohon lindungi keponakanku. Aku tahu yang sebenarnya terjadi, Stefannie tidak gila seperti apa yang dikatakan oleh Sean kepada semua orang.” Alvian terkejut mendengar pengakuan Jungwoon barusan. Jika Jungwoon tahu yang sebenarnya, kenapa selama ini dia diam saja bukannya menolong keponakannya? “Aku tahu pasti kau terkejut, dan berpikir kenapa aku diam saja padahal mengetahui keadaan yang sesungguhnya. Aku terpaksa bungkam, karena Sean mengancam akan melukai Stefannie lebih dalam lagi jika aku buka suara.” “Jadi selama aku mencari cara mengeluarkan Stefannie dari genggaman Sean, aku mohon kepadamu, lindungi Stefannie, karena Stefannie 'lah atasanmu yang sebenarnya. Stefannie adalah CEO Net-Lix Group yang sebenarnya,” lanjut Jungwoon.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN