BAB : 8

1049 Kata
Ia geram dengan tingkah bodohnya. Kesal tak bisa melawan saat berada dihadapan Angga, tapi apa yang terjadi saat cowok itu pergi? Ia malah nggak jelas seperti ini. Dengan langkah malas, iapun memasuki kamar mandi. Sedikit terkagum ... bayangkan saja, ukuran luas kamar mandi itu saja lebih besar dari kamarnya di panti asuhan. Apa ini yang dinamakan syurga dunia? Tentu saja bukan, sudah dikatakan barusan, kalau namanya adalah kamar mandi. "Ya ampun ... hanya untuk mandi saja, ruangannya seluas ini. Orang kaya memang aneh," gumam Nessa sambil menanggalkan pakaiannya untuk segera mandi. Beberapa waktu ia berendam di dalam bathup dan menikmati segarnya air yang menyentuh permukaan kulitnya, tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka dari luar. Ia terlonjak kaget sambil heboh berteriak. Ini teriakannya lebih waw lagi dari sebelummya. Bagaimana tidak, posisinya lagi mandi dan seseorang masuk begitu saja menyelonong tanpa permisi. Astaga! Meskipun ia berendam dengan air penuh busa, tapi tetap saja ini mengerikan. Dengan sigap ia menyambar handuk yang tergantung di sampingnya. "Heiiii ... jangan berteriak lagi!" Nessa berusaha menutupi tubuhnya dengan handuk, meskipun basah kuyup dan masih penuh busa. Ia keluar dari tempat mandi berukuran besar itu dengan handuk yang menutupi bagian d**a hingga atas lututnya. Setelah itu, langsung dengan cepat ia mengambil shower, menyalakannya dan mengarahkan aliran air deras itu kearah Angga. Yap, benar sekali. Si pria m***m itulah tersangkanya. "Hentikan! Apa-apaan kamu!" Ocehan Angga tak digubris oleh Nessa. Ia terus melancarkan aksinya memberikan guyuran air pada cowok itu hingga basah kuyup. "Nessa ... hentikan!!" Angga merebut paksa shower itu, tapi Nessa mempertahankannya. Jadilah, keduanya memperebutkan sebuah shower yang tak berdosa itu hingga ending yang tak mengenakkan pun terjadi. 'Byurrrrr ...' Karena tak hati-hati dan terus mempertahankan shower dari Angga, Nessa menginjak sebuah sabun hingga tak bisa mengendalikan posisinya dan terpeleset. Tapi, ia malah menarik lengan cowok itu, membuat keduanya berakhir di dalam bak mandi dengan posisi yang bisa dikatakan bisa mengundang setan m***m merengsek masuk. Kedua bola mata saling tatap satu sama lain. Entah apa yang saat ini ada di pikiran Nessa dan juga Angga, hingga keduanya terdiam cukup lama dengan posisi seperti itu. Yang jelas, hati mereka merasa ada sesuatu yang aneh, tapi tak bisa diungkapkan dengan perkataan. "Minggir," ujar Nessa tersadar dan segera mendorong tubuh Angga dari hadapannya. Ia tak menginginkan posisi seperti ini. "Dasar bocah menjengkelkan. Gara-gara kamu aku jadi basah kuyup," gumam Angga beranjak dari dalam bathup dengan ekspresi aneh di wajahnya. Kemudian keluar dari kamar mandi. Bahkan, Nessa juga beranggapan seperti itu. "Tumben sekali pria m***m itu tak marah-marah dan memberikan sebuah ancaman padaku? Apa kepalanya barusan mengalami benturan? Tapi, semoga saja benar," gumam Nessa sepergi Angga dan keluar dari bathup kemudian memastikan kalau Angga benar-benar sudah meninggalkan jejak. Selesai mandi dan menyisir rambut, Nessa keluar dari kamar. Pintu terbuka dan langsung menampakkan sosok Angga yang sudah berdiri di depan pintu. "Om ngapain di sini? Wah, jangan-jangan lagi ngintip aku, ya? Ya ampun ... Om. Tadi ngintip aku lagi mandi, dan sekarang lihatlah," tuduh Nessa. "Heh ... kalau nuduh yang lebih berbobot lagi bisa, nggak? Kamu pikir aku ini pria m***m yang di otaknya cuman ada hal-hal kotor?" "Yamaap, kan aku nggak bisa baca pikiran, Om." Angga menarik napasnya dengan berat. Sebenarnya ia kesal pada gadis kecil ini, tapi mesti ditahan agar tak membuat rencananya gagal total. "Aku mau kasih ini tadi ke kamu," ujar Angga sambil menyodorkan sebuah paper bag. "Apa ini?" tanya Nessa. "Baju ganti. Nggak mungkin, kan, aku bawa kamu dengan tampilan kucel seperti ini menghadap orang tuaku? Setidaknya kamu harus sedikit terlihat menarik dan pantas menjadi menantu di keluargaku," terang Angga sambil bersidekap d**a. Ya ampun ... kata-katanya tak menunjukkan kalau dia adalah seorang cowok yang berpendidikan. Menyebalkan sekali mulut pedasnya itu. Tak menarik? Tak pantas? Lalu kenapa malah memintanya untuk menjadi istri bayaran begini? "Terserahlah. Yang terpenting ... status yang Om sematkan padaku, nantinya nggak boleh mempengaruhi kehidupan normalku," komentar Nessa. "Ini normal." Nessa tersenyum sinis. "Bagi Om mungkin normal, tapi bagiku tidak. Normal dalam pikiranku adalah pernikahan dengan cinta, bukan karena harta dan tahta begini," terangnya sambil berlalu pergi kembali masuk kamar. Angga hanya mendengus mendengar perkataan Nessa yang seolah memahami betul apa itu cinta? Di usia yang bisa dikatakan kelewat mapan begini, ia sudah merasakan asam garamnya dunia percintaan. Bahkan, membuat otaknya tak waras. Dan, itulah penyebab kenapa dirinya tak akan mudah mempercayai dan seperti menjaga jarak dari yang namanya wanita. Menurutnya, pemikiran wanita tak akan jauh dari sebuah kata. Yaitu, uang. Sudah hampir satu jam, ia menunggu Nessa di ruang tengah. Tapi, gadis itu tak kunjung menampakkan dirinya. Membuatnya geram saja saat seorang bocah mempermainkannya. Berniat untuk menyusul ke kamar, tapi baru saja niatnya itu hendak ia lakukan, terlihatlah sosok yang ia tunggu dari tadi. Tahu apa kalimat yang pertama kali muncul di pikiran Angga? Ya, cantik. "Om, kenapa aku harus pake gaun beginian lagi, sih? Risih tahu, nggak?" Nessa yang baru saja sampai di hadapan Angga mengoceh panjang mengomentari pakaian yang ia kenakan. Kenapa harus gaun? Kenapa bukan celana jeans, atau rok biasa aja kan nggak apa-apa? Tapi, Angga tak merespon dan seolah sedang berada di dunianya sendiri. "Om," panggil Nessa sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Angga. Tapi, tanpa sengaja ia malah memukul wajah cowok itu. "Astaga!" gumam Nessa. Mendapat pukulan di wajah, tentu saja itu membuat Angga tersadar. "Apa-apaan kamu!?" Ia heboh sambil memegangi pipinya. "Maaf, Om ... nggak sengaja, suer," ujar Nessa sambil meminta maaf. Kenyataannya memang begitu. Tiba-tiba saja tangannya malah tak sejalan dengan pikirannya. "Berani sekali kamu menamparku!" "Aku kan udah minta maaf, Om. Lagian, itu bukanlah sebuah tamparan dan juga enggak sengaja, kok. Kalau sengaja, mungkin akan ku berikan yang lebih kuat lagi. Biar sakitnya bisa Om rasain hingga nanti malam." Ia menutup mulutnya merutuki perkataan yang keluar dari bibirnya barusan. Tamatlah riwayatnya kalau sampai cowok m***m di depannya ini mengeluarkan taring. Bisa-bisa napasnya berakhir sebelum waktunya. "Om, aku ..." Perkataan Nessa terhenti saat Angga tiba-tiba menggenggam tangannya. "Kita berangkat sekarang. Kalau tidak, papaku akan keburu pergi ke kantor. Aku tidak mau semuanya sia-sia begitu saja," ujar Angga mengajak Nessa segera pergi. Nessa bingung. Tumben sekali Angga tak marah dan emosi. Bukannya berharap kalau cowok ini marah padanya. Hanya saja, ini terlihat aneh. Meskipun begitu, ia hanya bisa menuruti semua perkataannya. Tapi yang paling aneh adalah kenapa tiba-tiba ia merasa deg-deg'an saat tangannya digenggam oleh Angga?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN