Orbit

939 Kata
Seoul, 2010 Kami sering bertemu diam - diam. Ketenaran grup band Kooky, cukup membuat jantungku berdegup kencang setiap kali mendengar namanya dibicarakan orang - orang yang kutemui. Yoon Jo sebagai vokalis, cepat membuat Kooky disukai banyak orang. Namun, Joon Ki ikut terekspos, karena ketampanannya, banyak gadis - gadis mengganti idola mereka dengan member Kooky. Salah satunya kekasihku, Joon Ki. Itu membuat hubungan kami semakin mengkhawatirkan. Kali ini, Joon Ki mendatangi kamarku dengan wajah tertutup masker, kacamata dan topi. Dia bahkan tidak berani naik dan turun taksi dari depan asramanya. Joon Ki melepas semua penutup wajah. Dia tampak sehat dan berisi sejak Kooky menjadi terkenal. Joon Ki rutin pergi ke Gym untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Tentu saja kegiatannya yang gila akan membuat Joon Ki mudah sakit jika tidak dia jaga tubuhnya dengan baik. "Aku merindukanmu." Joon Ki memelukku erat. "Apakah kamu baik - baik saja?" Aku mengangguk dan membalas pelukannya. "Aku harap kamu bisa sabar kita menjalani hubungan seperti ini. Sampai aku benar - benar bisa berdiri sendiri. Aku akan memperkenalkanmu pada Dunia." Aku tersenyum di dadanya. "Bagaimana dengan kegiatanmu? Bukankah sedang padat?" Aku mengajaknya duduk, Joon Ki mengeluarkan bingkisan dari tasnya. "Maja*. Besok kami akan ke Jepang lagi. Kami akan konser di tiga tempat." Joon Ki menyerahkan bingkisan dengan kertas kado berwarna emas dan motif bunga padaku. "Aku membelikan ini saat pergi ke Hongkong minggu lalu." (*Benar). "Terima kasih." Kami berbincang mengenai keluarga di Busan dan menelpon bibi So Ra bergantian. Joon Ki menceritakan perjalanannya saat pergi ke acara - acara musik di luar negeri. Membicarakan senior dan rekan artis yang menyambutnya dengan baik. Kami terus berbicara hingga mataku lelah dan mengantuk. Kami tidur berpelukan hingga pagi. *** Joon Ki mengabariku saat dirinya sudah mendarat di Korea lagi. Aku memintanya beristirahat, alih - alih mengunjungiku di rumah. Kepergiannya ke Jepang selama dua minggu, pasti sangat melelahkan. Mereka akan latihan tiga hari sebelum tampil. Dan menggelar konser di hari keempat, lalu istirahat di hari kelima dan mengulanginya lagi sampai dua minggu. Sekelompok anak muda memasuki kafe kami dan mengambil duduk di dekat kaca. Di belakang mereka, kukenali dua anggota boyband Onyx dan Se Woon. Member yang paling ramah pada kami. Se Woon memanggilku. Dengan gesit aku membawa menu dan catatan untuk mencatat pesanan mereka. "Kalian ingin minum apa?" Tanya Se Woon pada ketujuh anak muda yang tampak masih sangat kecil itu. Mereka melihat - lihat menu yang kuberikan. "Bolehkan aku memesan Choco Mint?" Tanya salah satu anak muda, Se Woon memintaku mencatatnya. "Aku mau capuccino dingin." "Coklat dingin." "Espresso dingin." Aku mencatat semua pesanannya, terakhir anak yang paling muda tampak kebingungan dengan menu yang dipegangnya. Anak itu memiliki wajah yang kecil dan imut, kurasa ia yang paling tampan di antara semuanya. "Bisakah aku memesan milkshake saja?" Namun, jawabannya membuatku tertawa kecil. Semua anak muda itu tertawa, kecuali dia. Se Woon dan dua anggota Onyx lainnya juga menertawakan anak dengan wajah polos itu. "Mengapa kalian tertawa?" Dia merajuk. "Baiklah. Ae Ri-ssi, tolong berikan dia Milkshake." "Rasa Coklat." Tambah anak itu, menatapku. Aku tersenyum ramah padanya dan mencatat pesanan mereka. "Ada tambahan?" Tanyaku pada mereka dan Se Woon. "Noona yeopo!*" Anak yang memesan Milkshake itu berteriak saat mengatakan pujian untukku. Dia menatap mataku dan tersenyum padaku. (*Kakak cantik!) Matanya yang sipit tertarik, hampir tertutup. Bibirnya yang tipis tersenyum lebar. Teman - temannya dengan semangat menyoraki dia, bahkan salah satunya malah memukul kepala anak itu. Se Woon yang kaget, terbahak dan mengacak - acak rambut anak itu. Aku mengangguk dan berterima kasih atas pujiannya dan menanyakan pesanan Se Woon. "Maafkan kami yang membuat keributan. Mereka anak - anak yang sedang trainee di agensi kami. Aku ingin mentraktir mereka karena sudah berlatih dengan sangat keras." Se Woon menjelaskan padaku. Aku mengangguk dan mengatakan padanya bahwa aku tidak mempermasalahkan hal itu. "Tapi dia benar, kau memang cantik Ae Ri - ssi." Ujar Se Woon, membuatku merona. *** Aku sedang mengerjakan tugas saat ponselku berbunyi. Joon Ki menelpon. "Aku di taman dekat rumahmu. Kemarilah. Aku ingin mengajakmu berjalan - jalan." Kurapikan buku - buku dan mengganti baju. Kuraih sembarang jaket dan kaos kaki. Setengah berlari aku menuju taman yang dimaksud Joon Ki dan melihatnya berdiri di sana mengenakan masker dan topi. Joon Ki langsung meraih tanganku dan menggandengnya. Kami berjalan menyusuri pepohonan dengan bunga putih yang sedang mekar. "Sudah lama kita tidak jalan - jalan seperti ini." Aku berbisik, Joon Ki menoleh dan melepas maskernya. "Mianhae*. Aku ingin mengajakmu ke tempat - tempat yang indah. Tapi hanya bisa menemuimu di rumah." (*maaf) "Tidak apa. Begitu saja aku sudah bahagia. Yang penting bisa melihat wajahmu dari dekat, menyentuhmu seperti ini. Sudah cukup." Joon Ki membawa tanganku ke wajahnya. "Kamu masih datang ke acara musik kami?" "Sesekali. Tapi sekarang ini, kegiatan kuliahku agak padat." "Kami akan mengadakan konser di Seoul selama tiga hari berturut - turut. Aku sudah menyiapkan tiket untukmu dan keluargaku. Datanglah dan duduk bersama mereka." "Tentu saja aku akan datang. Tapi, apakah kamu bisa membeli tiket - tiket itu?" Joon Ki menghentikan langkahnya. "Hmm, kebetulan kami dapat tiket untuk mengajak keluarga. Aku mengambil 5 tiket. Salah satunya untukmu." "Managermu tidak bertanya?" Tentu saja managernya pasti tahu berapa anggota keluarga Joon Ki saat ini kan? "Aku bilang, yang satu untuk teman kecilku. Aku tidak bohong kan?" Aku pura - pura merajuk sambil mengerucutkan bibir. "Jadi aku hanya teman kecilmu? Baiklah." "Hei, kau tahu maksudku. Jangan marah." "Tapi itu lebih baik. Daripada kamu mengatakan bahwa aku adalah salah satu penggemarmu yang berharga itu." Aku mengerucutkan bibir. "Tapi, kamu tetap penggemar setiaku kan?" Dia mencolek hidungku. "Tidak. Kamu lah penggemarku." Joon Ki meraih bahuku dan memelukku. "Tepat sekali. Kamulah idolaku. Cintaku. Kekasihku. Aku penggemar yang tergila - gila padamu." Bisiknya di atas kepalaku. Aku mengeratkan pelukan kami. Mengendus aromanya yang sangat kurindukan sejak lama. "Bisakah waktu berhenti sebentar saja? Aku ingin memelukmu seperti ini lebih lama." "Your wish, my command." Bisik Joon Ki. Jalanan di sekitar kami sepi, hanya bunga - bunga putih yang bermekaran menjadi saksi kami. Mereka tidak akan mengadu pada wartawan kan? Aku tersenyum dalam pelukan pria yang kucintai. Kang Joon Ki. Duniaku. Aahh, betapa aku merindukannya. Sangat - sangat merindukannya.  •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN