13. Hadiah Tetangga

1503 Kata
Hareudang Hareudang Hareudang Sara ngibrit ke kamarnya setelah Banyu menerima telepon dan agak menjauh. Ini kesempatan Sara untuk pergi dari hadapan lelaki itu daripada matanya juling karena melihat ke satu titik terus. Ia baru ingat bahwa belum makan seharian, padahal hari sudah menggelap. Untung perutnya sudah terbiasa tidak makan nasi karena sering diet. Maka, setelah menyelesaikan mandi di toilet dekat dengan dapur karena toiletnya belum benar, ia pun langsung mencari sesuatu yang bisa di makan di kulkas. Ternyata cukup banyak bahan makanan di sana, Sayangnya, semua bahan mentah dan harus diolah dulu. Sementara Sara tidak bisa memasak. Mana perutnya sudah berbunyi nyaring. Apa ia pesan makanan online saja? Tapi kata Banyu kurirnya bisa ditahan lama di pos penjagaan karena insiden mengerikan tetangganya. Ia bersandar di kitchen island marmer itu sambil menggulir ponselnya mencari tutorial memasak. Kira-kira masakan apa yang bisa dengan mudah ia buat dan tidak perlu waktu lama tapi mengenyangkan? Ting Tong! Sara mendongak saat mendengar suara bel pintu. Apa ada tamu? Ia pun menaruh ponselnya dan berjalan menuju pintu depan untuk membukakannya. Sepasang laki-laki dan perempuan berdiri di depan pintu dengan senyum manis. Selayaknya pasangan kekasih, si lelaki merangkul pundak si perempuan dengan posesif. Sara tersenyum sopan, siapa tahu mereka adalah ketua RT di komplek elit ini. "Halo, perkenalkan saya Roby dan ini istri saya Popy. Kita tetangga baru, itu rumahnya di depan sebelah kanan." tunjuk si lelaki bernama Roby itu menunjuk satu rumah di depan rumah Banyu tapi sebelah kanan. Mata Sara mengikuti arah telunjuk Roby. Satu truk kontainer terlihat parkir di depan rumah itu sedang megeluarkan barang-barang. "Kami baru pindah hari ini. Oh iya, ini sedikit tanda perkenalan dari kami." Popy menyerahkan satu paperbag coklat ke arah Sara. Sara pun menerimanya dan tersenyum. "Thankyou. Perkenalkan juga saya Sara." "Siapa?" Banyu muncul di belakang Sara dan berdiri mensejajarinya. Rambutnya basah sepertinya habis selesai mandi. Aroma sabun dan shampo tercium langsung di hidung Sara, perpaduan antara ginger dan kayu-kayuan. Terasa segar. "Tetangga baru, rumahnya di depan." ujar Sara. Banyu pun melihat sepasang pasutri di depan ini. Matanya sedikit menelisik tapi kemudian normal kembali dan berubah ramah. "Kok gak diajak masuk Ra?" tanya Banyu, terlihat seperti basa-basi belaka. Padahal jika niat untuk mempersilakan masuk, Banyu tidak akan menyumpal pintu dengan badannya yang besar. Ia pasti sudah mundur dan membuka pintunya lebih lebar. Nyatanya sekarang tidak ia lakukan. Banyu dan pasutri itu pun terlibat obrolan mengenalkan diri dan juga bicara soal kepindahan mereka. Kedua tetangga baru itu tersenyum lagi dan kini tangan si Roby sudah beralih tempat menjadi di pinggul si Popy. Menarik perempuan itu hingga tubuh mereka menempel seperti diberi lem. Namun ada satu gerakan kecil yang membuat Sara mengerutkan kening; tangan Roby ternyata tak hanya menempel tapi juga mengusap dan sepertinya juga sedikit menekan dengan intens. Popy yang mengenakan dress ketat itu pun seolah tidak merasakan apapun tatkala tangan Roby semakin maju dan maju hingga ke bagian bawah perut Popy. Jemarinya terlihat menggelitik, mengusap itunya Popy dan oh my God! Mata Sara ternodai! Mungkin Roby kira gerakannya itu tidak akan terlihat karena kedua tangan Popy berada di depan badannya dan masih membawa satu paperbag —mungkin untuk tetangga yang lain—, tapi Sara berada persis di depan Popy dan perempuan itu mulai geli hingga menggerakkan satu kakinya gelisah. Sara melihat jelas detail gerakan tangan itu. Ya memang benar mereka suami istri, tapi tidak harus public display affection di depan rumah tetangga juga kan? Astaga! Apalagi mereka baru datang dan memperkenalkan diri. Sara pun mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lebih baik ia pura-pura tidak melihat saja. "Kalau begitu kami pamit dulu. Masih harus beres-beres rumah. Lain kali kita main lagi." ujar Popy menatap Sara. Banyu dan Sara pun mengangguk ramah. Tetangganya itu berbalik dan masih berjalan sambil menempelkan tubuh mereka. Kali ini mata Sara lebih melebar dari sebelumnya karena tangan Roby tiba-tiba meremas b****g istrinya dengan gemas dua sampai tiga kali. Sumpah Banyu pun juga melihat adegan itu. Sara kembali mengernyit dan bahunya bergidik. m***m sekali lelaki itu. Tidak bisakah melakukannya di dalam kamar saja tanpa harus ditunjukkan secara terang-terangan di depan orang lain? Sialan! "Kenapa? Jijik ya?" tanya Banyu. "Menurut lo?" jawabnya dengan pertanyaan dan berbalik meninggalkan Banyu di ambang pintu. "Orang kayak gitu memang punya kecenderungan PDA dimana-mana. Apalagi istrinya seneng-seneng aja digituin." Banyu menutup pintu dan membuntuti Sara yang membawa paperbag pemberian Popy dan Roby. "Iyuh! Gak semua orang suka lihat keintiman orang lain kan? Bisa-bisanya mereka melakukan di tempat -tempat yang gak seharusnya." "Kayaknya sih udah masuk fetish." jawab Banyu dengan entengnya dan duduk di stool mini barnya. "Mata gue jadi ternoda tahu gak! Amit-amit mereka main kesini lagi." "Halah! Bilang aja lo juga pengen." "MULUT LO!!" *** "Halah! Bilang aja lo juga pengen!" "MULUT LO!!" Hampir saja paperbag di tangan Sara melayang ke muka Banyu. Untung ia masih punya pengendalian diri yang baik. Lagian paperbag ini agak berat, sebenarnya isinya apa sih? Sara pun membukanya di atas meja makan. Ternyata isinya ada satu box berisi cheese cake. Namun ada satu box lagi tapi kali ini ukurannya lebih kecil. Banyu menghampiri, menyambar kue itu dan memotongnya. Sementara Sara membuka box satunya berwarna biru tua, ada pita dan surat kecilnya juga. "Apa sih isinya?" tanya Banyu yang juga penasaran sambil mengunyah. Sara hanya mengedikkan bahunya dan membuka box itu. Ia membaca suratnya terlebih dahulu. "Halo, kata tetangga yang lain, kalian baru menikah. Happy wedding, semoga berkenan dengan hadiah kecil ini. Salam, Roby & Popy." Sara membacakan surat itu dan Banyu mendengarkannya. Tangan Sara membuka bungkusan hitam di dalamnya dan isinya adalah ... "Aaaaa!!!" Sara melempar box itu begitu saja saat tahu isinya. "Apasih teriak-teriak!" Karena Banyu juga penasaran, ia mengambil box itu yang sudah terlempar di ujung meja. "Orang gila!!" teriak perempuan itu dengan kesal. "Ya ampun! Gini aja histeris lo. Gigit juga enggak, nusuk sih iya." kata Banyu dengan entengnya, dikira cuma jarum bisa nusuk? "Ihhh Bay, kok lo tahu barang begituan, jangan bilang lo juga punya." "Ngawur! Gue buat apa, justru perempuan yang biasanya punya ini." Sara lebih bergidik ngeri. "Lo simpan aja deh!" "Ya elah, cuma vibrator. Orang-orang kota kalau kasih kado nikah juga aneh-aneh begini, wajar lah. Gitu aja heran. Belum pernah ngerasain pakai ini ya lo berarti?" "Ya belom lah gila!" "Mau gue bantu cobain?" "SINTING!!" Sara pun berlari ke kamarnya, ternyata semua lelaki sama saja, otaknya kalau tidak jahil ya m***m. Sara curiga Banyu pro sekali dalam mengelabuhi perempuan. Kira-kira sudah berapa banyak perempuan yang tidur dengannya, mengingat Banyu itu tidak jelek, ganteng malah. Macho juga dan roti sobek di— Ahhh!! Pikiran Sara mulai kemana-mana lagi. Tapi pasti roti sobeknya keras sekali. Banyu pasti rajin ke gym dan mengolah otot-ototnya jadi sedemikian bagus. Ya ampun! Sara menepuk jidadnya lagi karena pikirannya tidak bisa dikontrol. Tinggal dengan Banyu ternyata lebih bahaya dari tinggal di camp perbatasan wilayah sengketa. Ia pun menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Sial, ia tidak jadi makan lagi. Duh, perutnya semakin tidak karuan. *** Banyu tertawa terbahak melihat Sara ngibrit setelah tahu bahwa isi dalam box yang diberi oleh tetangga barunya itu adalah vibrator. Jujur Banyu juga kaget, mengapa dari sekian banyak kado untuk pernikahan, mereka malah memilih benda vulgar ini. Ia pun kembali memasukkan benda laknat itu ke dalam box dan memakan cheese cake lagi. Ia lapar sekali. Lalu, ia melihat ponsel Sara tertinggal di meja makan. Ia pun meraihnya dan layarnya masih menampilkan tutorial cara membuat omelet. Perempuan itu pasti lapar. Tidak lebih dari setengah jam, Banyu sudah selesai berkutat di dapur. Ia membuat omelet telur keju, sosis bakar dan pasta garlic. Ia sudah menyiapkannya di meja makan. Terakhir ia menuangkan jus di dalam dua gelas. "Lo bisa masak Bay?" "Hmm ... duduk, makan." perintahnya. Banyu ini sepertinya punya kepribadian ganda. Entah mengapa ia bisa bersikap jahil, sebentar lagi marah, ramah dan sekarang? lelaki yang hangat dan bisa masak. Sara masih menganalisis, kepribadian mana lagi yang akan Banyu tunjukkan selanjutnya. "Kok diem. Lo gak kasihan cacing di perut lo konser terus. Mana bunyinya kenceng banget lagi." "Iya gue makan. Sini gue cobain enak gak masakan lo." Banyu memiringkan bibirnya. "Jangan minta nambah kalau ternyata enak." Mereka pun makan dalam diam. Siapa sangka bahwa yang pertama habis adalah Banyu. Tapi makanan itu tidak sampai ke dalam perutnya karena Sara mencomot satu per satu sosis yang ada di piring Banyu. Terakhir, piring pastanya sudah beralih tempat menjadi di depan Sara. Ya, Banyu hanya makan omelet telur kejunya saja. Ia baru tahu rupanya Sara lahap juga makannya, tubuhnya langsing-langsing saja, tapi perutnya segentong. "Laper apa doyan sih?!" "Gue laper Bay, sehari belum makan dan lo adalah salah satu penyebabnya." "Kok nyalahin gue sih? Ya lo sendiri, udah gue kasih kartu digunain baik-baik buat beli makan. Kalau sakit gue juga yang repot Siti!!" Sara hanya menyengir kuda. Kalau sudah kenyang saja bisa tersenyum. Biasanya cemberut saja, bahkan Banyu mengira Sara tidak bisa tersenyum. Ternyata kelemahannya adalah makanan. Oke, noted!! "Habis ini layani gue." ujar Banyu dengan nada santainya. Mata Sara langsung mendelik tajam, hampir saja bola matanya keluar. Apa Banyu bilang? Layani apa? Di ranjang? Sara mau menangis sekarang juga. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN