4-PERTEMUAN TEMAN LAMA

1671 Kata
Pukul sebelas malam, Meyka dan Rado dalam perjalanan pulang. Tentu saja Meyka yang ngotot ingin pulang. Sedangkan Rado masih ingin menikmati suasana malam ibu kota. Selama di taksi, Meyka sengaja mendiamkan Rado. Dia sangat lelah dan mulai mengantuk, setelah makan agak banyak. Tentu saja Rado yang memaksanya makan. "Loh?" Meyka baru sampai dan pintu apartemen terbuka. Dia segera masuk dan mengedarkan pandang. "Kak Mer?" Rado berjalan di belakang Meyka dan menatap ke rak sepatu. Tidak ada sepatu asing yang mengisi. Dari awal Rado datang, hanya beberapa pasang sepatu di sana. "Kak!" Meyka menuju dapur dan tidak menemukan kakaknya. Dia mencoba mengingat, apakah tadi sudah mengunci pintu atau belum. "Ah, gara-gara dia tadi." "Merin belum dateng?" Meyka berbalik dan menatap Rado tak suka. "Gara-gara lo tadi langsung nyeret, jadi nggak sempet nutup pintu." "Kok gue?" Rado mendekat, membuka kulkas dan mengambil air mineral. "Tadi siapa yang maksa keluar?" "Kan, bisa sambil keluar nutup pintu." Meyka geleng-geleng. Dia merasa usia Rado hanya angka, sisanya tidak ada yang berubah. Daridulu Rado memang tidak mau disalahkan. "Ya udah," jawabnya lelah. Dia beranjak, tetapi ada tangan yang menahan. Rado menatap tangannya yang mencekal pergelangan tangan Meyka. Perlahan pandangannya tertuju ke Meyka yang tidak mau menatapnya. "Thanks buat hari ini." "Gue nggak ngelakuin apapun." "Lo bikin gue seneng." Sontak Meyka menoleh. Dia mendapati ekspresi Rado yang tampak berubah, tidak semenjengkelkan beberapa menit yang lalu. "Gue nggak happy." "Kenapa bisa gitu? Kan, jalan sama gue." "Itu bukan jaminan." Meyka menyentak tangan Rado dan beranjak. Tetapi, lagi-lagi lelaki itu mencekal tangannya. "Apa, sih?" Dia berbalik hendak protes, tetapi Rado tiba-tiba memeluknya. Tubuh Meyka tersentak. Dia mencium aroma musk yang menguar. Matanya terpejam, sebelum kesadaran menghantamnya. "Lepas!" "Bentar!" Rado menahan pelukan. "Lepas nggak?" Meyka bergerak ke kiri dan ke kanan lalu mendorong d**a Rado. Beruntung, lelaki itu segera melepas pelukan. Meyka menatap Rado tak percaya. Sebenarnya, apa sih maksud lelaki itu? "Kok pintu dibuka, sih?" Tiba-tiba ada suara yang menginterupsi. Rado dan Meyka sama-sama menoleh ke sumber suara. Meyka yang sadar itu suara Merlin, segera menjauh dari Rado dan masuk kamar. Dia bahkan tidak mau repot-repot menatap kakak sepupunya itu. "Ka!" Merlin sempat melihat Meyka yang berlari ke kamar. Kemudian dia berjalan masuk dan mendapati Rado keluar dari dapur. "Ngomel mulu," geram Rado sambil geleng-geleng. Dia memperhatikan Merlin yang baru datang dan wajahnya tampak lelah. "Jelek banget!" Merlin mendengus. "Gue belain pulang demi lo." "Lah kok demi gue?" Rado melewati Merlin dan duduk di sofa panjang. "Terus, Prima mana? Nggak nganter lo?" "Besok dia kerja," jawab Merlin sambil mendekati Rado. Dia menatap tas yang tergeletak di pintu dan pintu itu masih terbuka. "Kenapa pintu dibuka gitu aja?" "Oh, barusan habis pergi." "Ke mana?" "Nyari makan," jawab Rado apa adanya. "Oh. Gue kirain lupa nutup pintu." Merlin memejamkan mata lalu bersedekap. Napasnya naik turun dan rasa lelah itu semakin terasa. Rado diam-diam memperhatikan sahabatnya. Di antara teman lainnya, dia yang paling dekat dengan Merlin. Wanita itu tidak pernah menghakiminya dan selalu mencoba memahaminya. Dari sekian banyak teman hanya Merlin yang bertahan dengannya. "Terus gimana? Lo udah cari tempat tinggal baru?" tanya Merlin sambil membuka mata. "Udah, besok gue ke sana." "Perlu gue temenin?" "Harus!" Rado tentu tidak menoleh. Dia lebih nyaman ditemani daripada melakukan sendiri. Bukannya tidak mandiri, tetapi dia enggan dengan suasana sepi. "Ya udah, besok," jawab Merlin kemudian beranjak. Dia menutup pintu dan mengambil tas yang tergeletak. "Pakai kamar gue aja, gue di kamar Meyka." "Gue bisa tidur sofa." Merlin mengibaskan tangan meminta Rado tidak banyak protes. Dia membuka pintu kamar Meyka lalu melambaikan tangan ke Rado. Di kamar, Meyka baru selesai mandi. Dia menggosok handuk di kepala dan melihat wajah kakaknya yang kelelahan. "Kenapa nggak besok aja baliknya?" "Kasihan temen gue." Meyka meletakkan tas di dekat lemari kemudian melepas jaket yang membuatnya kepanasan. "Rado nyaman, kan, di sini?" Meyka seketika ingat kelakuan menyebalkan Rado. "Nyaman-nyaman aja. Kayak nggak kenal dia aja." "Bagus, deh!" Merlin berjalan ke kamar mandi sambil mengikat rambut. "Kok lo khawatir banget ke Rado?" tanya Meyka ingin tahu. "Sebelumnya, kalian nggak pernah ketemu, kan?" "Karena Rado temen gue." "Cuma itu?" Merlin berbalik, mendapati Meyka yang begitu penasaran. "Gue nggak bisa cerita banyak, pokoknya Rado lagi ada masalah." "Dia bilang mau tinggal di Jakarta sementara waktu. Bahkan nggak kerja." "Mungkin itu keputusan terbaiknya," jawab Merlin. "Udah, jangan khawatir." "Ih, siapa yang khawatir?" "Kali aja lo." Meyka bergidik. Dia sudah lama tidak melihat Rado dan berkomunikasi. Tahu-tahu lelaki itu muncul dan membuatnya sebal. Tentu saja dia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Terlebih, ucapan Merlin barusan. "Ck! Ngapain, sih, gue penasaran?" Meyka menjauhkan handuk dari kepala dan melemparnya ke keranjang kotor. "Ka! Ambilin baju-baju gue, dong!" teriak Merlin dari kamar. "Baju apa?" "Pakaian dalem sama baju tidur. Di kamar." "Yang bener aja!" jawab Meyka tak suka. Pandangannya lalu tertuju ke tas Merlin yang tergeletak. "Di tas lo nggak ada?" "Baju kotor semua itu. Please." "Ambil sendiri." Ceklek.... Merlin keluar kamar mandi dengan handuk yang melingkar. "Masa gue ke kamar kayak gini? Tolongin." "Salah sendiri biarin Rado nginep kamar lo." "Ka, Please." "Ck!" Meyka terpaksa beranjak sebelum kakak sepupunya itu ngamuk. Begitu sampai depan pintu kamar Merlin, Meyka tampak ragu. Dia mengedarkan pandang, berharap Rado berada di luar. Jadi, dia bisa masuk ke kamar Merlin dengan leluasa. Tetapi, tidak ada sosok Rado di ruang tamu dan dapur. Tok... Tok... Tok.... "Masuk!" teriak Rado dari dalam. "Gue mau ambil baju." "Masuk aja!" Meyka mengusap d**a lalu membuka pintu. Dia mengintip dan tidak mendapati Rado. Seketika dia membuka pintu lebih lebar dan melihat seseorang yang berdiri di balkon dengan bertelanjang d**a. Meyka menutup sisi wajah dan berlari menuju lemari. "Ada apa, Ka?" Rado melongok dari pintu balkon. "Ambil baju Kak Merlin." "Oh. Gue kirain mau ngajak ngobrol." Tidak ada respons. Meyka sengaja melakukan itu. Dia menarik baju tidur dan pakaian dalam kemudian buru-buru keluar. "Udah?" tanya Rado melihat Meyka berlari keluar. "Good night, Ka!" Meyka masih mendengar teriakan itu. Dia kembali ke kamar dan meletakkan pakaian itu di meja dekat pintu kamar mandi. "Tuh!" teriaknya lalu menuju kamar. Dia berbaring miring dan menarik selimut hingga menutupi keseluruhan tubuh. Pikiran Meyka seketika tertuju ke kejadian barusan. Dia melihat Rado yang bertelanjang d**a dengan celana pendek. Meyka memukul kepala, enggan memuji tubuh Rado yang sebenarnya cukup berotot. *** Dap... Dap... Dap.... Ada momen yang terus berulang hampir setiap minggunya. Merlin sudah hafal dengan hal seperti itu. Tetapi tidak dengan Rado. Rado berbangun karena mendengar suara berisik dan beberapa gerutuan yang mengganggu telinga. Sungguh, dia baru tidur menjelang pagi. Tetapi sudah ada yang mengganggunya. "Ya ampun! Udah jam segini aja!" Meyka melotot menyadari waktu telah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. "ID card gue!" teriaknya kemudian kembali ke kamar dengan tidak sabaran. "Huh...." Rado mengusap telinga mendengar omelan itu. Dia menendang selimut kemudian terpaksa turun. Dia membuka sedikit matanya dan memutuskan keluar. "Ada kebakaran atau apa?" Merlin yang duduk sofa menoleh. Dia menahan tawa melihat Rado yang berdiri bersandar dengan mata terpejam. "Nggak ada apa-apa. Balik tidur sana." "Berisik banget!" keluh Rado. "Untung ketemu!" Meyka berbicara kencang sambil keluar dari kamar. Saat menoleh ke kamar samping dia dibuat terkejut mendapati Rado seperti patung dengan mata terpejam. Kemudian dia menatap Merlin yang sibuk dengan ponsel. "Dia kenapa?" "Lo teriak-teriak. Dia nggak bisa tidur." "Oh, jadi salah gue?" tanya Meyka pura-pura tidak merasa. "Gue berangkat dulu." Rado membuka mata dan mendapati Meyka yang menahan tawa. Refleks dia membuka matanya lebih lebar, tapi sungguh matanya tidak bisa diajak bekerja sama. "Hai. Mau ke mana, Ka?" Meyka tidak menjawab dan memutuskan keluar. Setiap akan ke kantor setelah hari libur atau mengambil cuti, pasti dia seperti itu. Beberapa barang yang harus dibawa tercecer, akibatnya dia kerepotan sendiri. Merlin sudah menasihatinya ribuan kali, tetapi Meyka tetap mengulang kesalahan yang sama. Tring.... Meyka masuk lift dan menekan tombol. Lantas dia bersandar sambil bersedekap. Tiba-tiba dia teringat Rado yang sampai terbangun. Wajah lelaki itu tampak lucu dengan rambut berantakan dan bibir tertarik garis lurus. "Emang ganteng, sih, dia," gumam Meyka tanpa sadar. "Eh, nggak boleh!" Dia menggeleng tegas sambil menghilangkan pemikiran itu. *** Setelah makan siang, Rado bertemu dengan pemilik apartemen. Dia melihat kamar tipe studio yang menurutnya sangat cocok untuk ditinggali sendiri. Rado mengecek setiap sudutnya. Tidak ingin tiba-tiba ada kendala setelah dia memutuskan tinggal. "AC baru saja diganti kok Kak," ujar pemilik apartemen. Rado menatap sisi tembok AC dan tidak mendapati bekas air yang merembes. Dia mengusap tembok, memastikan jika cat tembok itu sudah lama. Bisa jadi jika tembok itu baru saja dicat, ada kekurangan yang sengaja ditutupi. "Cocok menurut gue." Merlin yang sebelumnya di balkon memutuskan masuk. "Tempatnya strategis." Rado mengangguk setuju. "Ya, gue udah cocok sama tempatnya," jawabnya kemudian mengeluarkan ponsel. "Gue transfer sekarang. Langsung bisa gue tempati, kan?" "Tentu saja bisa." Merlin melihat si pemilik apartemen tersenyum. Dia lalu kembali ke balkon, melihat beberapa gedung tinggi di seberang. Kemudian dia melihat bangunan mal yang juga menarik perhatian. "Kalau gue yang tinggal sini bakal betah, sih." "Mau tinggal bareng gue?" Rado tiba-tiba menimpali. "Prima mau dikemanain?" Rado menahan tawa. Dia berdiri di samping Merlin lalu matanya memicing melihat langit tampak cerah. "Gue iri hubungan lo sama Prima terus awet." "Haha. Sampe bulukan gue sama dia." "Nggak mau lo seriusin?" tanya Rado. Merlin tersenyum samar. "Udah ada rencana, paling lambat tahun depan," ujarnya. "Temenin gue, jangan ngilang lagi." "Kayaknya gue bakal iri kalau lo nikah." "Ck! Jangan ngomong aneh-aneh." Merlin menyenggol lengan Rado. Rado menunduk, menatap jalanan yang tampak kecil. "Tapi, sebelum itu coba pikirin dulu. Takutnya nyesel." "Do." Merlin menatap Rado. "Makasih atas saran lo." "Hehe. Gue kelihatan ngenes?" "Enggaklah." "Huh...." Rado mendongak, berusaha untuk tenang. "Oh, ya, si Meyka udah lama pacaran sama mantannya itu?" Merlin seketika ingat apa yang terjadi dengan sepupunya. "Gue sampai lupa tanya kondisinya," ujarnya. "Tapi, kayaknya dia udah baikan." "Bener. Dia udah nggak kelihatan sedih." "Lo yang hibur?" Rado berbalik dan memutuskan masuk. "Enggaklah. Emang gue bisa hibur orang sedangkan gue nggak bisa hibur diri sendiri?" Merlin segera mengikuti Rado. "Tapi, kelihatan dia nggak stres setelah tahu kondisi mantannya," ujarnya. "Pasti gara-gara lo, kan?" "Kalau gue sama Meyka, menurut lo gimana?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN