32 - Undangan Khusus

1230 Kata
Agenda, dilanjutkan sesuai dengan jadwal sempat disampaikan oleh Hong Shiu ketika membuka pesta. Lelang sesi kedua selesai untuk kemudian acara makan malam, berlangsung. Mengikuti intruksi Hong Kui, seorang pekerja yang tampak ditugaskan sebagai pemimpin pekerja lain, menyampaikan segala perintah dari juragannya. Mengatur agar puluhan pekerja Toko Purnama dibawa pengawasannya, untuk lekas menyajikan segala hidangan telah disiapkan pada tiap-tiap meja undangan pesta. Segala macam hidangan lezat, dimana kebanyakan tampak khas Tionghoa, dikeluarkan dari ruang tertentu. Seluruh pekerja Toko Purnama, sibuk membawa nampan berisi hidangan. Hilir mudik dari satu meja ke meja lain. Menempatkan dengan benar agar tak hanya memiliki kesan mewah, juga terlihat estetik. Hong Kui sebagai Tuan Rumah yang menyelenggarakan acara pesta, tampak jelas sangat memperhitungkan segala detail. Sungguh terperinci dalam hal-hal kecil sekalipun. Beberapa kali mengingatkan kepada mandor para pekerja, saat sorot mata nan tajam tak henti menyapu sekitar, menemukan ada kurang baik. Ia sama sekali tak mentolelir kesalahan sekecil apapun, meski itu hanya sekedar penempatan tata letak hidangan yang tak sesuai seperti telah ia tentukan diawal. Sang Mandor sendiri, lekas meneruskan pengingat Juragannya dengan menegur pekerja dibawa pengawasan. Memberi intruksi agar hal tak sesuai, cepat dibenarkan. Pesta selamatan Toko Purnama, berjalan dengan sangat sempurna. Terutama ketika itu kini telah sampai disalah satu agenda utamanya. Makan malam besar. Selain sajian-sajian mewah, tak henti menyebar aroma nan menggugah selera, agenda makan malam, juga diiringi dengan alunan musik instrumental. Beberapa pelaku seni musik sempat tampil, kembali naik diatas panggung. "Hong Kui ini, benar-benar sangat pintar dalam usaha merawat bisnisnya! Padahal ini baru acara selamatan pembuka!" Raden Adipati Soeryo, mengomentari bagaimana agenda makan malam, sedang disiapkan. Tak henti menatap kagum hidangan mewah yang seperti tanpa henti terus berdatangan dimejanya. "Kebetulan aku cukup menggemari masakan Tionghoa! Terutama nasi gorengnya!" lanjut Sang Bupati Tuban. "Ohhh… Kau harus coba yang disebelah sana! Disebut Cap Cai!" balas Raden Mas Adiwangsa. Menanggapi kalimat pembuka obrolan sahabatnya. "Sayur-sayuran itu?" tanya Raden Adipati Soeryo. Melihat hidangan tertentu baru ditunjuk oleh Raden Mas Adiwangsa. "Ya…! Kujamin kau akan suka!" balas Raden Mas Adiwangsa. "Kirana! Kau juga harus mencoba!" Raden Mas Adiwangsa, melanjutkan dengan kini menatap anak gadis kesayangannya. "Itu memang lezat Ayahanda! Kirana kebetulan sempat beberapa kali mencoba!" balas Kirana. "Ohhh… Ya, aku lupa itu adalah salah satu makanan favorit ibumu! Kau jelas memiliki selera sama!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Mengelus lembut kepala Kirana. "Hei… Kebetulan sudah kembali santai, bagaimana dengan yang sempat kubahas tadi diawal?" Raden Adipati Soeryo, bertanya kepada Raden Mas Adiwangsa. Tatapan mata sendiri, bergantian memandang kearah Kirana dan Putranya duduk tepat disebelah. "Apalagi perlu dibahas?" Menyadari tatapan sahabatnya pada Kirana dan Raden Adipati Cahyo, Raden Mas Adiwangsa lekas bertanya balik dengan menampilkan raut wajah tak senang. "Masih bertanya? Tentu tentang rencana pertunangan tadi sempat kusampaikan! Antara Putra-putri kita! Rencana agar kau dan aku, bisa jadi besan!" tanggap Raden Adipati Soeryo. Tersenyum lebar. "Kau ini Soer! Lebih baik cukup nikmati suasana makan malam! Jangan merusak dengan hal-hal macam itu yang bisa dibicarakan lain waktu!" dengus Raden Mas Adiwangsa. Coba mengelak serta mengarahkan agar pembahasan tentang rencana pertunangan, dilakukan lain waktu saja. "Kenapa lain waktu jika bisa dilakukan sekarang? Mumpung suasana mendukung! Lagipula, kita sama-sama sibuk, cukup sulit mengatur waktu!" "Sebulan sekali dapat bertemu, itu sudah sangat bagus!" tanggap Raden Adipati Soeryo. Pantang menyerah, terus mengejar. "Percuma kau terus membahas ini! Jawabannya akan tetap sama! Kirana masih belum cukup umur!" ucap Raden Mas Adiwangsa. Ketus. "17 tahun? Apanya yang belum cukup umur sih? Kau ini!" "Seolah lupa, saat menikahi ibu Kirana, Istri ketigamu, bukankah itu ia masih 16 tahun?" tanya Raden Adipati Soeryo. Cukup lihai memakai fakta yang berhasil ia ingat kembali ketika pembahasan, harus tentang umur sekali lagi. "Beda kasus!" dengus Raden Mas Adiwangsa. "Apanya yang beda?" kejar Raden Adipati Soeryo. "Ya pokoknya beda!" tanggap Raden Mas Adiwangsa cepat. "Keras kepala kau ini, Di…!" "Ya biar! Memang siapa bapak Kirana? Itu aku, bukan kau! Jadi ya terserah aku!" dengus Raden Mas Adiwangsa. "Hahhh….! Awas saja sampai kau ternyata lebih memilih anak Bupati lain dari pada Cahyo ini! Anak sahabatmu sendiri!" Raden Adipati Soeryo, balas mendengus kesal. "Kau kok ngatur? Ya terserah aku, Soer!" Kalimat balasan dari puncak rasa kesal Raden Adipati Soeryo, berbalas juga dengan Raden Mas Adiwangsa, semakin kesal. Sementara itu, saat dua sosok orang tua mulai saling berdebat satu sama lain, Kirana yang berada disebelah Sang Ayah, kini kembali menundukkan wajah. Selain sebenernya juga tak nyaman dengan topik pembahasan selalu diangkat oleh Raden Adipati Soeryo, ia juga selalu dibuat tak nyaman dengan bagaimana Raden Adipati Cahyo, Putra Sang Bupati Tuban, terus menatap kearahnya. Bagaimanapun juga, tiap kali Raden Adipati Soeryo mengangkat tentang niat pertunangan, Sang Putra, lekas menatap kearah Kirana dengan sorot mata membara. Seperti sudah tak sabar ingin melompat untuk mendekapnya. Pada dasarnya, itu memang yang tengah dipikirkan oleh Raden Adipati Cahyo. Gelora dari hasrat muda yang menggebu, membuat Putra Bupati Tuban ini, seolah sudah tak sabar menjadikan Kirana sebagai istri. Membayangkan malam-malam indah nan menggairahkan nantinya selalu ia lewati. Tak henti menatapi tubuh indah Kirana berbalut kebaya sedikit transparan. Koneksi antara Sang Ayah, Raden Adipati Soeryo dengan Raden Mas Adiwangsa Ayah Kirana yang memang merupakan sahabat dekat sejak masa sekolah di HBS Surabaya, membuat Raden Adipati Cahyo, merasa cukup yakin bahwa ia berada di urutan terdepan dari perlombaan memenangkan gadis yang saat ini menjadi idola banyak generasi muda seumuran dihadapannya tersebut. "Mohon maaf mengganggu!" Meja Kirana, masih cukup sibuk dengan dua sosok Raden Mas Adiwangsa dan Raden Adipati Soeryo, berdebat tentang pertunangan saat secara tak terduga, satu sosok hadir datang mendekat sembari menyampaikan permintaan maaf karena baru menyela percakapan antar dua Bupati. Baru hadir, tak lain adalah Hong Shiu. Sang pemandu acara pesta yang juga merupakan satu dari tiga pusat keindahan sedari tadi menjadi perhatian utama para pemuda. "Saya hendak menyampaikan bahwa undangan khusus, diberikan kepada Bupati Sidoarjo, Tuan Raden Mas Adiwangsa, untuk bergabung dengan meja jamuan khusus di ruang terpisah!" Bertahan dengan senyum simpul tak henti tampil menghiasi wajah, Hong Shiu, mengucap kalimat yang cukup tak terduga. "Undangan khusus? Aku?" tanya Raden Mas Adiwangsa. Mengerutkan kening. "Benar Tuan, bersama Putri anda yang luar biasa cantik ini, Raden Rara Kirana!" balas Hong Shiu. "Kakak… Jangan begitu! Kau lebih cantik!" tanggap Kirana cepat. Tersipu malu saat itu sosok Hong Shiu yang menurutnya memang sangat cantik, dimana juga tak henti membuatnya kagum dengan tiap aksi menawan diatas panggung memandu acara, tiba-tiba melempar pujian. "Hehe… Kirana, kau memang cantik!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Mengelus kepala Sang Putri yang kini menggelayut manja tersipu malu. "Nona Hong Shiu, apa ada hal tertentu sampai Hong Kui memberi undangan khusus makan malam diruang terpisah?" tanya Raden Mas Adiwangsa kemudin. Sejujurnya, cukup penasaran. "Ya, kenapa hanya Adiwangsa?" Raden Adipati Soeryo, ikut bertanya. Tampak sedikit iri. "Ohhh… Tuan pembesar sekalian sepertinya salah paham!" balas Hong Shiu. Sempat menatap dengan sorot ramah kearah Kirana. Tampak suka dengan kepolosan anak gadis Raden Mas Adiwangsa tersebut. "Salah paham bagaimana?" tanya Raden Mas Adiwangsa. Semakin penasaran. "Itu, bukan Paman Hong Kui yang mengundang! Tapi sosok lain lebih penting!" balas Hong Shiu. "Wahh, siapa kiranya?" tanya Raden Mas Adiwangsa. Saat Hong Shiu, tak lekas melanjutkan. "Tuan Willem van der Beele yang mengundang, serta telah meminta untuk disediakan ruang khusus jamuan makan!" balas Hong Shiu. Kalimat balasan yang lekas membuat raut wajah baik itu Raden Mas Adiwangsa, ataupun Raden Adipati Soeryo yang mendengar, menjadi sangat terkejut. Serentak otomatis cepat mengalihkan pandangan kearah meja VIP Totok Belanda. Dan benar saja, sosok Willem, tak lagi berada ditempat seharusnya ia duduk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN