33 - Ibu Sambung

1232 Kata
"Hei, Di! Ada urusan apa Tuan Willem secara khusus memberi undangan macam ini kepadamu?" tanya Raden Adipati Soeryo. Menjadi heran sekaligus penasaran. "Ya mana kutahu! Selama ini urusanku selalu ada pada Tuan Jan van der Beele yang merupakan Asisten Resident Kota Surabaya! Sementara Putranya, Tuan Willem, aku jarang berinteraksi langsung!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Nyatanya juga berada dalam situasi heran serta penasaran sama. "Nona Hong Shiu, kiranya ada permasalahan apa?" Lekas mengalihkan pandangan, Raden Mas Adiwangsa bertanya kepada Hong Shiu. "Aku sendiri juga kurang begitu paham Tuan, sekedar melaksanakan intruksi dari Paman Hong Kui, menyampaikan tentang undangan khusus Tuan Willem ini!" balas Hong Shiu. Dengan intonasi nada terdengar sepenuhnya sopan. "Namun, melihat jamuan yang telah dipersiapkan diruang sebelah, menurutku, tak ada permasalahan apapun!" Raden Mas Adiwangsa masih tampak mengerutkan kening mendengar balasan awal Hong Shiu saat gadis muda nan menawan tersebut, cepat melanjutkan. "Begitukah?" gumam Raden Mas Adiwangsa. "Seharusnya seperti itu! Tak nampak ketegangan pada wajah Tuan Willem maupun Paman Hong Kui saat terakhir aku berjumpa langsung sebelum kesini!" balas Hong Shiu. "Mereka sudah menunggu diruang khusus, sembari melakukan percakapan ringan tentang bisnis tertentu!" lanjut Hong Shiu. "Bisnis ya?" Mendengar Hong Shiu mengangkat tentang percakapan bisnis, Raden Mas Adiwangsa lekas memiliki dugaan tertentu mungkin nanti akan menjadi topik pembahasan, adalah terkait bisnis. "Ohhh… Jika itu benar, maka kau harus manfaatkan dengan baik kesempatan apapun nanti ditawarkan, Di!" tanggap Raden Adipati Soeryo. Ikut mendengar penyampaian Hong Shiu. "Bagaimanapun juga, jika itu memang tentang bisnis, kau tentu cukup beruntung! Dua orang sedang menunggu, bisa dikatakan merupakan sosok paling top saat ini untuk hal-hal terkait bisnis!" lanjut Raden Adipati Soeryo. "Satu merupakan pemilik Perusahaan Pertanian der Beele! Sementara yang lain, Saudagar Tionghoa paling sukses dengan beberapa bisnis berkembang pesat waktu belakangan!" tutup Raden Adipati Soeryo. Bupati Tuban, menyusun kesimpulan yang sebenarnya sudah diketahui oleh Raden Mas Adiwangsa. Lagipula, siapa tak kenal Willem van der Beele dan Hong Kui. Terutama jika itu tinggal di Surabaya dan sekitarnya. "Hmmm… Menjadi pertanyaan dalam benakku, kenapa Kirana juga turut mendapat undangan?" gumam Raden Mas Adiwangsa. "Hal-hal sampingan macam itu, dipikirkan nanti saja, Di!" balas Raden Adipati Soeryo. "Mungkin cuma karena hal sepele, jika Kirana tak ikut, kasian juga sendiri disini! Meski aku dan Cahyo bisa menemani, tapi siapapun juga tahu ia tampak nyaman jika bersamamu!" "Benar juga! Tumben kau tak mengambil kesempatan dalam kesempitan, bersikap seolah bijak!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Jelas merujuk pada kebiasaan Raden Adipati Soeryo selalu coba menjodohkan Kirana dengan Putranya Cahyo. Mengambil tiap kesempatan untuk coba mendekatkan keduanya. Melihat kini Sang Sahabat justru menyampaikan kalimat bahwa akan baik Kirana ikut dengannya dari pada harus tinggal, tentu Raden Mas Adiwangsa berkembang menjadi heran. "Hei… Bersikap sok bijak kepalamu! Bagaimanapun juga, aku ini sama Bupati juga! Pembesar memimpin Tuban!" dengus Raden Adipati Soeryo. Cukup kesal dengan lempar kalimat akhir disampaikan sahabatnya. "Hahahhaa….! Kan Bupati dihadapan warga Tuban! Sementara aku, sejak masih sama-sama muda, sangat tahu dan paham bagaimana tabiat pribadimu yang asli!" balas Raden Mas Adiwangsa. Justru menambah bara api sengaja memanaskan Raden Adipati Soeryo. "Ehhh… Kau serius mau bermain semacam ini, Di?" balas Raden Adipati Soeryo. Lekas menampilkan senyum tipis penuh maksud. "Membahas tentang tabiat asli dan sejenisnya? Aku bisa juga lho membongkar beberapa…" lanjut Raden Adipati Soeryo. "Uhuuukkk… Sudah… Sudah…! Lebih baik kau diam! Aku sekedar mengatakan tanpa membuka apapun!" dengus Raden Mas Adiwangsa. Sempat terbatuk sembari melirik kearah Kirana. "Hehehe… Jangan macam-macam kau ini denganku! Terlebih jika tak ingin Kirana tahu beberapa hal tertentu masuk kategori rahasia tabiat masa muda kita!" ucap Raden Adipati Soeryo. Bertahan dengan senyum tipis penuh maksud nan membuat penasaran. Terutama bagi Kirana yang melihatnya. "Lagipula, aku sendiri tentu tak ada masalah Cahyo mengetahui hal-hal macam ini! Toh sama-sama lelaki!" tutup Raden Adipati Soeryo. "Wahhh… Paman Soeryo, apa gerangan sedang dibahas ini? Kirana benar-benar ingin tahu!" tanggap Kirana. Tak mampu menahan lagi dengan aksi berbalas kalimat serta tatapan isyarat dua sosok Bupati. "Hahhaha… Tak, jangan dulu! Tunggu nanti jika Ayahandamu ini coba macam-macam denganku!" balas Raden Adipati Soeryo. Balasan yang lekas bersambut wajah cemberut Kirana. "Aduh… Kau ini begitu menggemaskan! Apalagi kalau sudah cemberut macam itu! Pantas Cahyo sangat tergila-gila!" ucap Raden Adipati Soeryo. "Oh ya, bisa berhenti memanggil paman? Mulai sekarang, kau bisa coba membiasakan dengan sebutan Ayahanda juga! Bagaimanapun, nantinya aku akan jadi mertuamu!" lanjut Raden Adipati Soeryo. Lekas kembali pada kebiasaan tentang hal-hal berbau perjodohan. Pembahasan yang juga lekas membuat Kirana menarik wajah cemberut sempat ia tampilkan untuk sekali lagi menunduk. Tak ingin kebetulan bertukar pandangan dengan Raden Adipati Cahyo, Putra sosok Bupati Tuban sahabat ayahnya tersebut. Dimana akan selalu lekas menyasarkan tatapan penuh minat tertentu tiap kali ayahnya membahas tentang perjodohan atau pertunangan. Benar saja, itu memang Raden Adipati Cahyo kini sedang menatap dengan sorot gairah pada beberapa lekuk bagian tubuh Kirana. Meski sejak awal tak ada baik itu Raden Mas Adiwangsa ataupun Raden Adipati Soeryo menyadari bagaimana Raden Adipati Cahyo memandang Kirana, Hong Shiu yang masih berdiri dilokasi, cepat menangkap situasi tak nyaman sedang dialami oleh Kirana. Bagaimanapun juga, sebagai sesama gadis, terutama juga sama-sama memiliki paras cantik berlebih, Hong Shiu sudah terbiasa mengalami hal sama saat ini sedang dialami Kirana. Sudut pandang seorang wanita dengan kaum laki-laki, memang cukup berbeda. Hong Shiu mampu menangkap atau melihat hal tak disadari oleh Raden Mas Adiwangsa ataupun Raden Adipati Soeryo. Dua orang ini, dari tadi menganggap tatapan Raden Adipati Cahyo, sebagai kewajaran bagi seorang lelaki. Tak memikirkan lebih. Tak menyadari situasi yang berkembang membuat Kirana menjadi tak nyaman. "Jadi, Tuan Raden Mas Adiwangsa, bagaimana? Apakah berkenan memenuhi undangan?" Coba menyelamatkan Kirana dari situasinya, Hong Shiu melempar pertanyaan. Sengaja menjeda percakapan Raden Mas Adiwangsa dan Raden Adipati Soeryo agar perhatian, teralih kepadanya. Aksi yang lekas bersambut tatapan seolah berterimakasih dari Kirana. Tatapan yang bersambut senyum simpul sederhana Hong Shiu. Seolah mengisyaratkan tak perlu terlalu dipikirkan. Dua sosok gadis, cepat menjalin kesepahaman masing-masing meski tanpa harus mengucap kalimat interaksi langsung. "Ohhh…. Tentu aku menerima undangan! Bagaimana bisa menolak saat itu Tuan Willem pribadi harus repot-repot mengundang! Juga Hong Kui telah menyediakan tempat serta segala hidangannya!" balas Raden Mas Adiwangsa. Tersenyum kepada Hong Shiu. "Ayahanda! Ingat, Istrimu sudah tiga! Juga sudah tak muda! Jangan coba aneh-aneh!" "Lagipula, dilarang agama menambah Istri! Tiga sudah paling banyak!" ucap Kirana. Sedikit menyikut Raden Mas Adiwangsa saat menyadari bagaimana senyum tampak coba dibuat semenawan mungkin saat ini sedang ditampilkan Ayahnya tersebut kepada Hong Shiu. "Hahhaha… Ya… Ya…! Kau ini, sudah menjadi semacam mandor pengawas saja!" balas Raden Mas Adiwangsa. Tertawa dengan wajah ceria menanggapi sikap anak gadis paling disayang yang menurutnya, menggemaskan. "Nona Kirana! Apakah kau merasa aku tak cukup baik untuk menjadi Ibu sambungmu?" Sementara itu, Hong Shiu yang mendengar kata-kata pengingat nan menggemaskan baru ia sampaikan Kirana kepada Sang Ayah, justru lekas melempar kalimat godaan. "Ehhh… Nona Hong Shiu! Bukan begitu maksudku! Kau malah terlalu cantik! Jangan sampai terjebak oleh Ayahanda ini yang sudah tak lagi muda! Aduh, jangan ya!" balas Kirana. Tampak menjadi panik. Ekspresi panik yang justru membuat raut wajahnya terlihat semakin menggemaskan. "Hehhehe…. Nah, Kirana, dengar sendiri, Nona Hong Shiu terlihat mau-mau saja!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Mengikuti permainan, turut menggoda anak gadisnya. "Tidak Ayahanda! Meski Nona Hong Shiu mau, jelas tak boleh! Ingat, dilarang agama! Paling banyak cuma tiga Istri!" balas Kirana cepat. Semakin panik. Memandang kearah Hong Shiu dengan tatapan seolah meminta gadis cantik tersebut, memikirkan sekali lagi. Tanggapan Kirana, justru bersambut gelak tawa. Bagaimanapun juga, Hong Shiu jelas sekedar bercanda dengan kalimat tadi sempat ia sampaikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN