02-Pertemuan

1244 Kata
happy reading Saat istirahat, Rafe menanyakan keberadaan Rangga dan Key pada Dicky dan Via yang memang sekelas dengan Key. "Sepertinya mereka bertengkar lagi," jawab Via sembari meneguk sodanya. Dicky mengangkat bahunya tak peduli, terlalu bosan mendengar masalah Key dan Rangga. Terlalu kekanakan menurutnya. "Apa tadi pagi Key marah lagi sama Rangga?" Naya bertanya pada Rafe selaku pacarnya juga kakak dari Rangga. "Sedikit, tapi sepertinya mereka sudah baikan," jawab Rafe ikut frustrasi memikirkan hubungan Key dan Rangga yang sebenarnya belum terikat apa pun itu. Hanya merasa saling memiliki. Terlihat Rangga memasuki kantin dan bergabung dengan yang lain. "Vi, Key mana? Tadi aku pikir udah di sini sama kalian, soalnya aku cari di kelasnya nggak ada," ucap Rangga to the point pada Via dengan posisi masih berdiri. "Salahmu membuatnya bad mood. Tadi pagi hampir sekelas kena amukannya," adu Via dengan nada kesal. Rangga merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi Key lagi. "Kamu apakan lagi gadis manjamu itu?" tanya Dicky menyelidik. "Hanya masalah sepele," jawab Rangga jengkel karena masih menghubungi Key dan tak kunjung mendapat jawaban dari seberang sana. "Walau masalah sepele tapi kamu tahu kan akan jadi runyam," ucap Via mengingatkan dan ikut jengkel. "Key, kenapa gak angkat telepon, sih?" gerutu Rangga tanpa peduli dengan ocehan Via atau yang lainnya. "Karena ini kamu harus bertanggung jawab, seisi kelas jadi sasarannya tadi pagi," tambah Via. "Itu lebih baik daripada Key menyimpan masalahnya tanpa pelampiasan." Jawaban Rangga membuat Rafe, Via, Naya dan Dicky mendelik tajam menatapnya. "Untung kamu ini adikku, kalau bukan aku pasti sudah membiarkan 3 orang ini menghabisimu di sini." Rafael mendengus kesal. "Sebelum itu terjadi lebih baik aku pergi mencari Key." Rangga berlalu begitu saja dengan cengiran tak berdosa tanpa peduli ekspresi dari 4 orang di sana yang benar-benar ingin mengulitinya di tempat. "Aku selalu berdoa agar hanya ada satu pasangan saja yang seperti itu di dunia ini," ujar Dicky menatap punggung Rangga dengan jengah. Yang lain pun mengamini dengan sungguh-sungguh. * * Rangga menelusuri gedung kampus yang tak bisa dibilang kecil itu dengan langkah besarnya. Rasanya sangat khawatir ketika mengingat Key menghindar darinya karena sedang kesal. Gadis itu... errr... "Key, angkat dong," gumam Rangga masih mencoba menghubungi Key.Langkahnya pun ia percepat. "Rangga."  Rangga menoleh saat namanya dipanggil seseorang. "Kamu cari Key?" tanya orang yang baru saja memanggilnya itu. "Kamu melihatnya?" tanya Rangga antusias. "Sekitar 15 menit lalu dia ditarik Bisma ke sana." Orang itu menunjuk arah depan. Rangga membulatkan matanya dan segera berlari ke arah yang ditunjukkan orang tadi. Rangga mengedarkan pandangannya dan ia tak menemukan petunjuk apa pun. "Key," panggil Rangga. Keadaan sangat sunyi, membuat Rangga semakin khawatir pada Key. Pasalnya tidak biasanya Key berurusan dengan Bisma. Bahkan Rangga yakin Key tak mengenalnya. Rangga terus menelusuri lorong sepi itu. Ini bagian belakang kampus yang beberapa ruangannya kosong dan beberapa dijadikan gudang. "Lepas!" Rangga menghentikan langkahnya saat mendengar suara yang sangat ia kenal. "Key." Ia bergumam pelan dan mengedarkan pandangannya untuk mencari sumber suara. "Aku hanya ingin bersama Rangga!" "Key!" Rangga menghampiri sebuah pintu yang diyakininya suara Key berasal dari sana. "Rangga!!" Suara Key terdengar membalas teriakannya. "Key, kau baik-baik saja?" Rangga menggedor pintu dengan panik. Tak ada balasan dari dalam dan itu semakin membuat Rangga cemas. "Key! Jawab aku!" Rangga mencoba mendobrak pintu berkali-kali. "Astaga, Key, katakan sesuatu!" teriak Rangga frustrasi. Kenapa Key diam saja? Brakkk! Rangga berhasil mendobrak pintu itu. Tak peduli jika lengannya akan memar setelah ini. "Key!" Rangga membelalakan matanya saat melihat Key sudah ditahan Bisma dengan pisau lipat di tangannya. Bisma tersenyum sinis dan memainkan pisaunya di leher Key dengan gerakan lembut. "Bi-Bisma, jauhkan benda itu dari Key!" Suara Rangga tercekat saat melihat Key ketakutan setengah mati. "Ra-Rangga, pe-pergi dari si-ni," ucap Key pelan karena ia sedang sangat ketakutan. "Apa maumu?" Rangga menatap Bisma dengan sengit. "Key." Hanya itu yang Bisma ucapkan. Nadanya datar. Tak ada ekspresi yang berarti di wajahnya. "Rangga, pergi dari sini. Dia akan melukaimu." Key berucap gusar. Rangga menggeleng tegas. Tak mungkin membiarkan Key dalam bahaya dan ia tak melakukan apa-apa. Ia pun berjalan mendekat. "Berhenti di sana," instruksi Bisma dan Rangga langsung melakukannya. "Sayang sekali gadis ini lebih memilihmu." Bisma mencium sudut bibir Key sekilas. Mata Rangga memerah menahan amarah. Key terlihat menolaknya, tak sudi Bisma menyentuhnya. Oh ayolah... Rangga saja tak berani melakukan itu. Tapi Bisma, ia begitu santai melakukannya. "Ada 2 pilihan untukmu Rangga." Bisma menyeringai. "Baiklah, apa pun itu. Tapi lepaskan Key." "Rangga." Key berucap seperti tak terima Rangga mengucapkannya. Ia tahu apa yang Bisma inginkan datinya. "Kau melepaskan Key untukku. Atau... kau yang akan membuat pisau ini menyayat leher jenjangnya. Hm?" Bisma kembali menyeringai iblis. Rangga menatap Key. Key tak berani bergerak. Keringat membasahi keningnya. Rangga tak tahan melihatnya. "Ba-baiklah-" "Tidak!" Key berteriak memotong. "Rangga, kamu hanya perlu segera pergi dari sini. dia tidak akan berani menyakitiku. Kamu yang akan terluka. Dia... psychopath," ujar Key kembali melemahkan suaranya dan di akhir kata, ia sengaja tidak menggunakan suara agar Bisma tak mendengar. "Apa?" Rangga kembali mengamati Bisma dengan saksama. Mahasiswa pendiam ini psychopath? Sulit dipercaya. "Apa katamu, Sayang?" tanya Bisma seraya menempelkan sebelah pipinya pada pipi Key. Key tampak ingin menolak tapi Bisma sengaja menekan leher Key dengan ujung ibu jarinya yang memegang pisau hingga tubuh Key semakin menegang ketakutan. Bisma hanya menggertak. "Oke, Bisma, apa pun masalahmu denganku. Aku minta maaf. Benar-benar minta maaf. Tolong lepaskan Key sekarang," ujar Rangga menahan dirinya agar tak gegabah mengambil tindakan. Bisma menatap Rangga dengan jeli. Dan Rangga baru sadar dari tatapan itu ia tak memungkiri bahwa ia juga yakin Bisma ini bukan orang normal. Tapi... seorang psychopath? Apa itu tak terlalu berlebihan sebagai dugaan awal? Ia merasa tak pernah punya masalah dengan Bisma, tapi apa maksudnya sekarang? Mengancamnya dengan menggunakan gadis yang sangat penting baginya itu. Sebentar, walau di saat seperti ini, Rangga masih bisa berpikir jernih. Bisma menginginkan Key? Ohh... "Bisma, apa kita ada masalah sebelumnya?" tanya Rangga dengan nada yang sedikit lebih tenang. Key menatap Rangga dengan bingung. Ia sangat mengenal Rangga, dari perubahan suaranya pun ia tahu ada sesuatu di balik itu. Rangga seperti sedang merencanakan sesuatu. Bisma mengerutkan keningnya. "Masalah kita hanya pada Key. Tinggalkan dia dan masalah kita selesai." Benar dugaan Rangga, Bisma ternyata terobsesi pada Key. "Baiklah, Key milikmu," ujar Rangga tanpa berani menatap Key yang hatinya sudah hancur berkeping-keping karena ucapannya. Air mata Key menetes saat itu juga. Entahlah, rasanya sakit sekali. Key tak percaya Rangga akan mengambil keputusan itu. "Tidak." Key berucap lirih. Ia tak terima jika Rangga meninggalkannya begitu saja. Key sangat mencintainya. "Benarkah?" tanya Bisma seperti ingin memastikan, tapi nyatanya ia hanya berbasa-basi. Rangga mengangguk meyakinkan. "Tapi biarkan aku memeluknya untuk yang terakhir. Aku akan mengucapkan perpisahan padanya." Rangga benar-benar mengubah suaranya menjadi sangat tenang. Seperti air yang tak tersentuh. Great! Dan itu membuat Bisma mengangguk setuju. "Key." Rangga mengulurkan tangannya pada Key. Perlahan Bisma melepaskan tangan Key yang ia tahan di belakang. "Kemarilah, jangan membuatnya kaget," ucap Rangga pelan pada Key yang sudah dekat dengannya. Key mengangguk paham dan perlahan meraih jemari Rangga. "Aku seperti sedang menonton drama di sini," ucap Bisma tak sabar. Rangga memeluk tubuh Key dengan sangat erat. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Rangga. "Aku takut," lirih Key dan menangis. "Hitungan ketiga, kita keluar dari gudang ini," ucap Rangga berbisik. "Tapi dia psychopath." Key mendongak menatap Rangga. "Maka dari itu aku nggak mungkin melawan dia. Tapi aku juga nggak akan relain kamu buat orang gila seperti itu. Jalan satu-satunya adalah menghindar, Key. Kamu paham?" Key mengangguk akhirnya. "Satu" "Kurasa sudah cukup basa-basinya," ucap Bisma berjalan mendekat. "Dua." Rangga mulai merenggangkan pelukannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN