03-Curiga

1292 Kata
Jangan lupa vote sebelum baca, ya Happy reading   "Satu." Rangga mulai menghitung lalu merenggangkan pelukannya. "Kurasa itu cukup," ucap Bisma jengah. "Dua " Bisma mulai mendekati mereka. "Sekarang!" Rangga meraih pergelangan tangan Key dan segera menariknya keluar. "b******k! Kalian menipuku!" Bisma pun mengejar mereka. "Rangga, dia mengejar kita," ujar Key panik. Langkahnya entah mengapa sangat ringan mengikuti Rangga yang menariknya. Mungkin karena Key terlalu takut. "Tidak akan lama, terus berlari dan dia akan berhenti saat di tempat ramai nanti." Rangga terus menarik Key. Benar saja, Bisma sudah tak terlihat ketika Rangga dan Key sampai di koridor yang banyak orang. Bisma tak benar-benar mengejar mereka. Ia hanya berpura mengejar sebentar lalu berhenti. Pria itu menjilat mata pisau di tangannya dengan seringai mengerikan. "Ini belum saatnya, Keyra." Rangga menghentikan langkahnya dan membalik tubuh Key ke hadapannya. "Apa yang sakit?" Rangga memeriksa tubuh Key. Lalu memastikan leher gadis itu yang tadi menjadi incaran Bisma masih baik-baik saja. "Ini." Key memegangi dadanya dengan napas tak beraturan. "Astaga, dadamu terbentur sesuatu?" Rangga bertanya dengan panik. "Di sini terluka," jawab Key dengan nada kesakitan. "Kita ke rumah sakit sekarang." Rangga kembali menarik Key. Tapi Key balik menariknya. "Aku terluka saat kamu merelakanku untuk pria gila itu. Aish! Aku jadi patah hati mendengarnya." Key mendengus menatap Rangga. Rangga tertawa kecil lalu mengusap kepala Key. Bersyukur bahwa Key tak benar-benar terluka. "Aku tidak bermaksud begitu, maaf ya?" Rangga menangkup wajah Key. Key langsung memeluk Rangga dikeramaian itu. Dengan senang hati Rangga membalas pelukannya. * * Hari ini Rangga berangkat dengan mobilnya bersama Key karena motornya dibawa Rafael. "Aku jadi takut ke kampus," ucap Key saat mobil Rangga mulai memasuki gerbang kampus mereka. "Aku juga jadi lebih takut lagi membuatmu ngambek, Key." Rangga mengacak gemas rambut Key. "Itu malah bagus," ledek Key sambil merapikan rambutnya kembali. Rangga memarkirkan mobilnya. "Ingat pesanku, jangan pergi tanpa Via. Jangan marah-marah nggak jelas lagi. Tunggu aku saat istirahat nanti. Oke?" pesan Rangga. "Iyaaa... aku mendengarmu, Rangga. Kamu mengulanginya 6 kali pagi ini," ucap Key tak kalah gemas dengan sikap Rangga ini. "Aku serius, Key, pergerakan Bisma tak terbaca. Aku yakin dia benar-benar sosiopath. Buktinya tak ada yang menyandarinya selama ini kan." Key menggeleng. "Aku meralat tuduhanku pada Bisma. Sepertinya bukan psychopath, buktinya dia tidak berani melukai aku, Rangga. Ada sisi lain yang terlihat darinya kemarin, dia tidak tega melukaiku, kan?" "Belum." Rangga meralat. "Tapi sebelum itu benar-benar terjadi, kita hindari makhluk gila itu." Key akhirnya hanya bisa mengangguk paham. Membuat Rangga tenang adalah hal yang harus ia lakukan karena Rangga adalah orang yang paling panik jika Key terluka, sedikit pun. * * * Entah apa yang terjadi, 5 menit lalu kampus tiba-tiba ramai seperti ini. Orang-orang yang berlalu lalang tak bisa ditanyai karena mereka juga terlihat panik, lebih tepatnya penasaran dengan apa yang terjadi. "Key, ayo." Via menarik tangan Key tak sabaran mengikuti orang-orang yang berlari. "Ada apa?" Key membuka suara pada Via. "Entahlah," jawabnya dengan kedua bahu sedikit terangkat. "Sya, ada apa?" Via bertanya pada Asya yang kebetulan ada di bagian belakang kerumunan di depan tangga darurat. "Seorang mahasiswi sastra spanyol meningggal di lantai 3 dengan mengenaskan," ucap Asya Yang membuat bulu kuduk mereka langsung meremang. "Rangga." Key bergumam pelan lalu menekan speed dial 1 di ponselnya untuk panggilan cepat ke Rangga. "Hallo, Key." Hanya dengan mendengar suara Rangga, Key merasa tenang. Gadis itu menghela napasnya lega. "Kamu di mana?" tanyaku tanpa nada pertanyaan karena ingin Rangga cepat menjawab. "Kamu yang di mana, biar aku yang ke sana." Key berdecak, kebiasaan buruk Rangga memang selalu ingin menghampirinya. Rangga akan balik bertanya dia di mana jika Key bertanya Rangga sedang ada di mana. "Kita bertemu di kantin," ucap Key masih dengan nada cepat. "Baiklah," jawab Rangga Key segera pergi dari kerumunan itu juga meningggalkan Via. Rasanya sesak sekali ia harus berdesakan seperti itu. Dan Via adalah orang yang sangat ingin tahu akan hal-hal seperti ini, jadi tak mungkin ia mau diajak pergi sebelum keingintahuannya terobati. Sebenarnya saat mendengar berita tadi, di kepala Key ada satu nama yang terlintas. Bisma. Apa karena kejadian kemarin Key jadi berprasangka buruk padanya? Key yakin jika ada sesuatu dari pria itu. Tapi... seorang sosiopath? Key merasa dugaannya itu berlebihan. "Memikirkanku, Nona?" "Astaga!" Key memekik kaget saat di depannya sudah berdiri orang yang tadi sedang ia pikirkan. Hampir saja ia terjungkal ke belakang karena terkejut. Bisma tiba-tiba saja sudah muncul di sana. Key mengedarkan pandangan. Ia bersyukur karena di sini ramai. Jadi ia tak perlu khawatir kalau Bisma berniat macam-macam. "Apa pesonaku begitu menyita perhatianmu, huh?" Bisma kembali berucap tenang, bukan, tapi datar. Tak ada ekspresi apa pun darinya. "Kau..." Key bingung harus berucap apa. Katakan saja ia sedang takut setengah mati saat ini. Bagaimana tidak, kejadian kemarin bukankah mengerikan? Key kemarin benar-benar merasakan ujung pisau Bisma yang dingin menyentuh lehernya. "Apa kamu... tahu tentang berita pagi ini?" tanya Key gugup. "Siang ini maksudku." Key meralat cepat. Ia sendiri merasa heran kenapa ia bisa segugup ini. "Memangnya kenapa?" Tak ada nada tanya di sana melainkan hanya kalimat datar tanpa emosi. Kedua belah tangannya masuk ke dalam saku celana jeansnya. "Kamu terlibat?" tanya Key spontan. Setelahnya gadis itu mengutuk mulutnya yang sulit terkendali itu. Ia menjadi lebih gugup dari sebelumnya. Bisma memiringkan kepala, menatap Key begitu intens. Tapi Keh tak menemukan perubahan ekspresi yang berarti darinya. Tetap tenang. "Kamu ingin tahu?" Key bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang Bisma. Sudah jelas Key menuduhnya tanpa bukti seperti itu tapi Bisma sama sekali tak marah. Jika Key yang dituduh tanpa bukti seperti itu, mungkin orang yang menuduhnya sudah Key siram ke toilet kampus. Jangan lupakan suara melengkingnya pastj akan memaki orang itu di depan umum juga. "Aku di sini. Jangan banyak melamun karena memikirkanku, Nona." Lamunan Key buyar begitu saja. Ia mengerjapkan mata beberapa kali karena cukup kaget. Key mencoba menyadarkan dirinya agar lebih fokus dan tidak banyak berpikir hingga ia terlihat i***t di hadapan Bisma. "Kamu belum menjawab pertanyaanku," ucap Key mengingatkan. "Kamu sungguh penasaran, ya?" Satu tangan Bisma bebas dari saku celana lalu mengusap dagunya sendiri seperti sedang berpikir. Bisma mendekatkan wajahnya pada Key. "Di sini banyak orang, aku ingin menjawabnya secara eksklusif." Bisma berbisik tepat di sebelah telinga Key. Key mematung di tempat. Ia tak bisa menjauh dari pria di hadapannya. Mundur selangkah pun tidak. Key seolah terpaku di tempat. "Jadi..." Bisma menjauhkan sedikit kepalanya untuk menatap Key. "Temui aku di taman belakang 20 menit lagi," ucapnya kemudian berbalik pergi meningggalkan Key yang masih mematung seperti orang bodoh. Key menggelengkan kepalanya dengan embusan napas keras dan segera berlari menuju kantin. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin guna mencari keberadaan Rangga. "Apa lama?" tanya Key saat ia sampai di meja Rangga. Rangga tersenyum lembut lalu menggeleng. "Kamu mau pesan apa?" tanya Rangga yang sudah mengangkat tangannya. Key meraih tangan Rangga lalu menariknya turun. "Aku tidak lapar," jawab Key dengan senyum tipis. "Kamu berlari?" tanya Rangga sembari mengusap kening Key yang sedikit basah. Key membersihkan sisa keringat di keningnya. Sepertinya itu keringat gugup saat berhadapan dengan Bisma tadi. "Aku tidak sabar ingin bertemu kamu," ucap Key sembari mengedipkan sebelah matanya. Ia tak ingin Rangga curiga. "Kamu sedang menggodaku, Key?" Rangga terkekeh geli. Key melihat jam di ponselnya. 11 menit lagi. Apa ia harus berlari lagi ke taman belakang? Hari yang melelahkan, Key. "Aku harus kembali ke kelas." Key segera berdiri tapi Rangga menahan lengannya. "Kelas? Bukankah kelasmu hari ini sudah selesai?" "Aku ada urusan lain, dan aku nanti akan pulang sendiri. Jadi pulanglah duluan." "Kau sedang berkencan dengan pria lain, huh?" Rangga bertanya dengan nada sinis yang dibuat-buat. Gantian kali ini Key yang tertawa geli. "Aku milikmu, Rangga." Key mencubit sekilas pipinya yang menggoda untuk dicubit itu. "Selalu bilang kamu ini milikku, awas saja berani berkencan dengan pria lain," ancamnya. "Aku takut dengan ancamanmu," jawab Key kemudian meningggalkannya untuk segera ke taman belakang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN