"Aku mau bicara sebentar sama Vania. Kamu bisa pindah ke belakang dulu duduknya?" pinta Dilla pada Seruni. Seruni menatapku dan Dilla bergantian. Hingga kemudian perempuan itu bangkit berdiri setelah aku memberikan jawaban dengan lirikan mata, seolah memintanya untuk meninggalkan aku berdua dengan Dilla. Tidak apa-papa, aku yakin kali ini Dilla tak akan berani macam-macam lagi padaku. Paling hanya mulutnya yang berucap sinis. “Jadi, mau ngomong apa?” tanyaku pada Dilla yang tak kunjung bersuara. “A-aku… mau minta maaf sama kamu.” Aku terperangah. Aku tidak salah dengar, bukan? Seorang Dilla meminta maaf padaku? Dia yang selalu menebarkan fitnah dan berujar sinis padaku. “Aku benar-benar minta maaf sama kamu, Vania,” ulang perempuan itu. Aku menatap perempuan itu lekat—memperhatikan