chapter 2

1130 Kata
Falisha langsung pergi dari apartemen bintang tujuh itu pada pukul lima pagi. Dia tidak ingat bagaimana caranya bisa ada di apartement itu. Karena saat sedang mabuk Falisha tidak akan mengingat apa pun. Dia hanya merasa ketidaknyamanan pada tubunya dan tubuhnya yang terasa sangat letih. Sudah lama Falisha tidak melakukan one night stand dan kali ini terjadi lagi. Falisha buru-buru turun dari apartement saat si lelaki itu masih di kamar mandi. Dia memanggil taksi dan memberikan alamat apartemennya. Falisha merasa tubuhnya sangat letih. Dia tidak pernah merasa seletih ini, seakan-akan kegiatan yang mereka lakukan semalam sangatlah berat. One night stand yang terakhir ia lakukan terasa sangat biasa dan tidak sepanas ini. Falisha juga harus mencuri kemeja lelaki itu karena dia harus menutupi tubuhnya yang di penuhi dengan kissmark dari pria itu. Terutama di d**a dan di lehernya. Seperti vampire kelaparan yang mencari mangsa.   Falisha sudah memikirkan untuk segera mengguyur tubuhnya sesampainya di apartemen. Tubuhnya benar-benar lelah seakan dia baru saja memanjat puncak yang amat tinggi. Dia sudah lama tidak pergi ke klub bersama Sofia, karena dia tahu kebiasannya setiap kali sedang mabuk dia akan pergi dengan sembarang pria dan tidak akan mengingat apa yang terjadi. Jadi kalau pun mereka ingin mabuk, Falisha dan Sofia akan minum di apartemen. Jadi setidaknya aman untuk dirinya. Falisha pun tidak tahu kenapa dia bisa seperti itu saat mabuk. Terakhir dia pergi ke bar saat akhir tahun beberapa bulan lalu. Dan itu pun dia berusaha untuk tidak melewati batas. Dan setelah itu dia berniat untuk tidak melakukannya lagi, selama ini dia selalu berusaha untuk tidak mabuk. Hanya karena dia menghargai pria ternyata tidak menghargainya.             “Udah balik?” suara Sofia terdengar dari kamar. Falisha yang baru masuk ke dalam apartemen terkejut dengan suara sahabatnya. Dia hanya menganggukkan kepala dan duduk di sofa.             “Lo pergi kemana?” tanya Sofia. Temannya itu hanya memakai kaos dan duduk di sebelah Falisha.             “Gak tau, yang pasti itu apartement mahal. Kebanting sama apartemen kita yang murahan,” jawab Falisha.             “Inget nama?” tanya Sofia. Diamnya Falisha sudah menjadi jawaban untuk Sofia. Temannya itu hanya menggelengkan kepala.             Falisha pun berbalik dan melihat Sofia,” lo sendiri? Kok udah balik?” tanya Falisha.             “mohon maap ya, neng. Kan yang kalo udah mabok lepas kontrol cuma lo doang,” sindiran Sofia hanya membuat Falisha mendengus. Lalu temannya itu kembali berkata,” dan gue juga dapet nomor telepon dan namanya Alvin.” Sofia tersenyum senang dan memamerkan foto pria itu pada Falisha. Tampan dan keliatan banget berpendidikan.             “Nanti dia mau jemput gue pulang kerja,” ucap Sofia. Falisha hanya tersenyum dan beranjak dari sofa.             “Mau kemana lo?” tanya Sofia.             “Masturbate, kali aja bakal keinget namanya,” jawab Falisha asal.             “Najis!”   ****   Falisha berendam di bathtub kamar mandi dan menyandarkan kepalanya. Entah sudah keberapa kalinya dia menghembuskan napas, seakan perasaan berat pada hatinya. Dia sudah tidak tahu keberapa kalinya hubungannya kandas begitu saja. Dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. Bahkan dengan cara yang tidak wajar.   Pria b******k itu memutuskannya lewat pesan singkat dan hanya berkata kalau mereka sudah tidak cocok. Bukankah itu sangat menyebalkan. Falisha tidak merasa marah atau pun kesal, dia kecewa pada b******n itu. Dia sudah menjajijkannya sejuta mimpi, tapi pada akhirnya dia memupuskan begitu saja. Falisha menarik napas dan memasukkan wajahnya ke dalam bak. Setelah beberapa saat ia kembali keluar dengan napas yang terengah-engah. Seakan itu adalah hukuman untuknya yang mudah percaya dengan pria. Mulai sekarang dia tidak ingin dengan mudahnya percaya dengan namanya cinta.   Lagi-lagi dia menarik napas, beranjak dari bathtub dan mengambil handuk yang ia sampirkan di atas kaitan bathtub. Melilitkan handuk pada tubuhnya, Falisha pun berjalan keluar dari kamar mandi. Baru saja dia ingin mengambil pakaian tidur, ponselnya berdering. Dia segera mengangkat, takut ada klien penting yang akan meminta jasa makeupnya.  Walau dia sudah mendapatkan kontrak tetap dengan sebuah perusahan model, Falisha sering menerima klien-klien di luar jam kerja atau hari sabtu dan minggu. Setidaknya itu cukup untuk mendapatkan uang tunai di setiap minggunya. Jadi dia tidak perlu menunggu akhir bulan untuk makan.   Tapi saat dia membuka ponselnya yang dia lihat adalah pesan dari ibu. Wanita tua yang sudah membesarkan dengan seluruh cintanya. Wanita tua yang mengharapkan seluruh kebahagiaannya dan tentunya menginginkan putrinya segera menikah. Falisha menatap ponselnya, rasanya semakin enggan untuk mengangkat telepon atau pun membalas pesannya. Bukan dia membenci ibunya, tapi karena dia tidak ingin memberikan harapan kosong lagi. Falisha menarik napas dan menghelanya. Perlahan ia membuka pesan dari ibu dengan sangat terpaksa dan membacanya.   Nak, gimana keadaan kamu? Ibu hanya mau tanya, gimana kamu dan Rio? Baik-baik saja, kan?   Rasanya sangat menyesakkan untuk Falisha. Dia terkadang tidak mengerti dengan perasaan seorang ibu yang sangat kental dan bisa menebak jika putrinya memiliki masalah. Padahal ibunya itu jarang sekali bertanya tentang Rio. Dia hanya sesekali mengajak Rio ke Bandung untuk bertemu dengan ibu. Dan pernah sekali Rio menginap disana, karena dia datang pada pukul sepuluh malam. Dan akan sangat sulit untuknya mencari tempat penginapan. Karena itu ibu menyiapkan kamar untuk Rio. Dan meminta Falisha mengunci pintu kamarnya. Tapi sayangnya, semua harapan ibu harus kembali pupus. Karena hubungannya dengan Rio yang tidak berjalan dengan baik. Falisha menghela napas dan membalas pesan ibu.   Lisha baik-baik aja, bu. Ibu gimana? Aku belum bisa pulang, banyak kerjaan di sini.   Syukur kalau kamu baik-baik saja, jangan lupa makan ya. Ibu tunggu kamu di rumah.   Falisha menghela napas dan menaruh ponselnya di kasur. Orang zaman dulu selalu bilang, keberuntungan itu hanya ada di satu tempat. Pada pekerjaan atau pada hubungan. Dan Falisha membenarkan itu. Dia bisa di bilang sangat lancar dalam setiap pekerjaan, tapi tidak pada sebuah hubungan. Dia pernah berpacaran hampir lima tahun, tapi berujung kandas karena orang tua kekasihnya yang tidak bisa menerima Falisha. Dia juga pernah menjalin cinta beda agama yang langsung ibu larang. Dan sekarang Rio yang mendadak menghentikannya tanpa pernyataan yang jelas. Mama Rio dan ibu sudah sama-sama setuju. Bahkan mereka sudah berbicara, walau melalui telepon. Tapi semua lagi-lagi kandas hanya karena Rio berkata kalau mereka tidak cocok. Dan itu ia utarakan di hari aniversary mereka yang ke enam. Falisha sudah mengharapkan dinner romantis di sebuah apartement, tapi yang ia dapatkan hanyalah sebuah perpisahan. Kalau memang dia merasa tidak cocok, untuk apa dia menghabiskan waktu enam tahun dengannya?   Kalau saja bisa, rasanya Falisha ingin mengirim santet online untuk cowok b******k itu. Lagi-lagi dia menghela napas dan beranjak dari kasur, lalu mengambil kaos putih dan celana pendek. Dia memilih untuk kembali naik ke kasur dan tidur. Kepalanya masih sangat pusing karena alcohol dan juga dia tidak ingat dengan siapa dia tidur semalam. Dia tidak mau mengingatnya lagi, Adara hanya ingin tidur dan melupakan semuanya. Dia ingin melupakan umurnya, kekhawatiran ibu dan juga Rio yang meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Falisha berusaha untuk menutup matanya dan perlahan ia pun tertidur.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN