chapter 3

1027 Kata
Hari ini Falisha akan rapat bersama team majalah. Mereka ingin membicarakan konsep untuk bulan depan. Dan baru kali ini kepala redaksi turun dalam rapat secara langsung selama Falisha bekerja. Karena dari Falisha masuk kerja di kantor ini, kepala redaksi sedang menghadiri urusan penting di luar negeri. Karena itu biasanya team redaksi, fotografer dan fashion stylist untuk membahas konsep. Tapi untuk kali ini kepala redaksi berencana datang. Semua terlihat sangat gugup dengan kabar kepala redaksi pulang. Semua sudah mencocokan konsep satu sama lain. Untuk kali ini mereka mengusung konsep bohemian style. Falisha sudah membuat sebuah proposal untuk konsep yang akan dia pakai nanti, sebagai fashion stylist Falisha sudah memikirkan pakaian dan makeup yang cocok untuk konsep kali ini. Dia merasa sudah sangat sempurna, tapi dia merasa gugup membayangkan maju ke depan dan mengutarakan konsepnya di depan kepala redaksi. Rasanya dia ingin menyuruh Sofia untuk menggantinya. Tidak berapa lama pintu ruang rapat terbuka, seorang pemuda dengan rambut hitam legam seperti arang dan wajah yang sangat tegas masuk ke dalam ruangan. Langkah pria itu masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang cepat dan mengambil tempat duduk. Pria itu terlihat sangat santai dengan kepribadian yang kuat. kasak-kusuk di kiri-kanan Falisha sudah terdengar, bukan untuk membicarakan konsep melainkan si bapak kepala redaksi tersebut. Falisha menelan ludahnya, dia tidak memiliki waktu untuk mengagumi ketampanan pria itu. Karena perasaannya yang agak merasa gugup. Falisha tidak tahu kenapa, dia merasa pria itu sempat menatapnya sekilas dan menyembunyikan keterkejutannya. Sebelum akhirnya dia memulai rapat. **** Yang Falisha takutkan tidak terbukti, mungkin ada beberapa kesalahan dalam mengambil konsep. Tapi kepala redaksi itu memberikan beberapa saran yang akan Falisha pertimbangkan nanti di ruangannya. Falisha mencoba menarik napas dan menghembuskannya. Jujur saja dia merasa gugup dan takut. Mata pria itu menatapnya seakan seperti singa yang ingin menerkam buruannya. Falisha menundukkan kepala saat pria itu berdiri dan membenarkan jasnya. "Saya rasa hari ini sudah cukup. Besok saya mau hasil yang lebih baik!" ucapnya tegas. Dan tanpa berkata apa pun lagi dia pria itu keluar dari ruangan. Semua serasa bisa menarik napas dengan lega. Setidaknya kepala redaksi itu tidak sehoror dengan apa yang orang-orang katakan. Semua pun berusaha menyemangati satu sama lain dan berjalan keluar. Falisha berjalan ke ruangannya dan tanpa sengaja dia melihat si bapak kepala redaksi itu masih ada di lantai tiga. Falisha hanya melihat lelaki itu berbicara dengan seseorang yang mungkin temannya. Tapi saat Falisha lewat dan mencoba menyapanya dengan hormat pria itu seperti menatapnya dengan tatapan aneh. Apa mereka pernah bertemu? "Siang Bapak Candra," sapa seorang karyawan yang juga melewati pria itu. Falisha baru tahu nama pria itu, karena rasa panik dia sampai tidak tahu nama lelaki itu. Tapi, kenapa Falisha merasa tidak asing dengan nama itu? Seakan dia pernah bertemu dengan orang yang bernama Candra. Tapi sepertinya dia tidak memiliki teman bernama Candra. Mungkin hanya pernah dengar saja. Falisha menekan lift agar terbuka. Dia butuh kafein untuk menenangkan otaknya. Dia masih harus merevisi pekerjaannya untuk untuk fashion dan makeupnya. Memang tidak terlalu banyak, tapi itu cukup membutuhkan tenaga. Dan tanpa Falisha sangka, si Bapak Candra ikut masuk ke dalam lift. Sendirian tanpa teman yang tadi dia ajak bicara. Suasana lift mendadak menjadi pengap, Falisha seperti lupa caranya bicara. Dia ingin berpura-pura memainkan ponsel, tapi tidak ada sinyal. Dan saat pintu lift hampir terbuka, Candra seperti mengeluarkan sesuatu dari saku jas dan memberikan sesuatu pada Falisha. Tanpa berkata apa pun pria itu berjalan keluar dari lift, meninggalkan Falisha dengan kerutan kening. Seperginya si Bapak Candra, Falisha melihat apa yang Candra berikan dan saat itu juga dia langsung membekap mulutnya agar tidak berteriak. **** Falisha tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi malam itu. Tapi dia memang ingat kalau sebelah antingnya hilang. Anting mahal yang dia beli dengan uang tabungannya sendiri. Dan dia benar-benar tidak bisa berkata-kata saat Candra memberikan sebelah anting itu padanya. Rasanya dia ingin terjun ke sungai, atau melompat bebas dari atas gedung ini. Dia benar-benar malu dan rasanya dia tidak memiliki muka untuk bertemu dengan bapak Candra lagi. Falisha mengguncangkan kakinya dan menelungkupkan wajahnya ke meja. Mencoba bersembunyi dari kebodohannya, tapi rasanya itu tidak akan bisa terjadi. “Heh! Kenapa lo? kesurupan?” celetuk Sofia yang baru saja kembali dari toilet. “Sofiaaa....” Keluh Falisha yang rasanya ingin menangis. “Napa neng? Mau lolipop? Entar gue beliin di warung Ve-De,” ucap Sofia. Yang ia maksud warung adalah bar Ve-de, tempat mereka biasa bermain. “Sialan lo! bukan itu, ini tuh lebih urgent!” ucap Falisha. “Apaan?” tanya temannya itu. Falisha memperlihatkan sebelah antingnya yang sudah ia pikir hilang. “Kok bisa ketemu? Lo lupa naro, kan?” tanya Sofia. “Gue dapet ini anting dari one night stand gue!” ucap Falisha. “What? Siapa? Orang kantor sini?!” teriak Sofia. Falisha pun menjelaskan dari mana dia menemukan antingnya itu dan siapa yang memberikan. Sama seperti Falisha, Sofia juga terlihat tidak percaya. “Biasanya nih, ya. Cowok kalau ngembaliin barang si cewek, itu artinya dia puas sama permainan si cewek dan minta lagi!” terang Sofia membuat Falisha semakin stress. “Gila!” teriak Falisha. Sofia pun tertawa melihat temannya itu semakin stress karena kejadian ini. Karena dia tahu kalau Falisha tidak akan mengingat apa pun yang ia lakukan saat mabuk. Kalau pun cowok itu menculiknya ke Singapura sekali pun, Sofia yakin Falisha tidak akan sadar. “Tapi Fal, ngomong-ngomong itu kepala redaksi masih lajang loh,” ucap Sofia yang langsung mendapat tatapan tajam dari Falisha dan bonus lemparan majalah. Falisha tidak mempedulikan perkataan temannya itu. Dia lebih memikirkan bagaimana caranya menghindari bosnya itu. Lagi juga, kenapa mereka harus ketemu dalam situasi yang seperti itu? Rasanya ini benar-benar bodoh. Falisha memandang anting yang ada ditangannya. Entah apa pun maksud dari kepala redaksi, Falisha tidak ingin memikirkannya. Mereka hanya melakukan itu sebagai one night stand, jadi Falisha tidak perlu memikirkan apa yang harus ia lakukan pada pria itu. Mungkin saja dia murni ingin mengembalikan antingnya. Tanpa berpikir memikirkan apa pun. Falisha bertengkar pada pemikirannya sendiri. Dia benar-benar menjadi gila karena Candra mengembalikan antingnya. Falisha pun kembali menelungkupkan wajahnya. Dia benar-benar stress dengan keadaan ini. “Kenapa dia harus balikin antingnya? Kenapa gak dia buang aja!” rutuk Falisha kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN