Episode 9 : Ketulusan dan Anugerah

1524 Kata
“Kenapa? Kenapa begini? Kenapa aku menjadi sangat lemah? Dan kenapa kekuatanku tak berfungsi? Bukankah sebelumnya, aku tak terkalahkan? Namun, kenapa sekarang aku justru nyaris tenggelam dalam kobaran api neraka? Enggak … enggak … enggak boleh begini! Aku enggak boleh nyerah!” batin Krystal. Krystal memang tengah mengeluhkan kenyataannya yang menjadi sangat lemah, tapi pandangannya terus mengamati setiap lekuk wajah Marchel. Iya, Marchel. Pembunuh berdarah dingin yang justru tengah menyelamatkannya. Marchel melempar rante yang mengikat tangan kirinya, ke atas. Sedangkan di atas sana, arwah penasaran Slamet sudah membungkuk dan siap menangkap lemparan rante Slamet. “Perjaka bau itu? Pantas, … pantas suasana neraka tambah bau bangke dan semua penghuninya nangis kebauan!” batin Krystal yang seketika menjepit hidungnya guna menghindari bau tubuh Slamet yang begitu menusuk dan telanjur menguasai suasana sekitar sana. Awalnya, Krystal sengaja menunduk. Namun, tiba-tiba saja ia teringat Grim Reaper. Di mana malaikat pencabut maut yang begitu keras kepala itu? Bukankah tadi, Grim Reaper tengah berusaha melenyapkan Marchel maupun Krystal? Namun, kenapa tiba-tiba Grim Reaper justru tidak ada? “Kalian ngapain ke sana? Itu api, lho. Masa iya, kalian mau renang di lautan api? Bisa aelah kalian ngelawaknya sampe bikin jantung kram!” ucap Slamet setelah berhasil menarik tuntas rante yang Marchel lemparkan.  Slamet yang terduduk ngangkang, terengah-engah bersama peluh keringat yang kian bercucuran. “Ini tempat kok mirip gambaran neraka, ya, kayak yang sering dijelasin di ceramah? Panas banget! Tapi ya tetap, sepanas-panasnya tempat ini, lebih panas julidan netijen. Sama … pas gebetan justru nyebar undangan terus kita cuma jadi tamu. Bukan mantennya!” Baik Krystal maupun Marchel, kompak diam. Keduanya menatap aneh Slamet. Slamet tengah menggunakan kaus lusuh yang dikenakan untuk kipas-kipas di depan wajah berikut leher. Dan setelah rante-rante yang mengikat Marchel lepas dengan sendirinya, Krystal membimbing Marchel untuk pergi dari sana, meninggalkan Slamet begitu saja. Krystal dan Marchel kompak berjalan mengendap-endap tanpa melepas jepitan tangan mereka terhadap hidung masing-masing, demi menghindari bau Slamet. Sedangkan Slamet yang masih membelakangi keberadaan mereka, masih sibuk mengoceh. “Tadi, aku habis keliling planet. Nah aku juga sampe ngambil beberapa batu warna buat dijadiin mata cincin, buat koleksi gitu. Nah, ini yang warnanya pink, buat pacar kesayangan …?” Slamet yang baru mengamati suasana sekitar dikarenakan tempat di sana terlampau sepi, baru menyadari jika lagi-lagi, dirinya hanya sendiri. Ke mana Marchel apalagi Krystal yang sudah ia anggap sebagai pacar kesayangan? Kenapa mereka mendadak tidak ada? “Kenapa sih, mereka kalau pergi enggak mau ngajak-ngajak? Apa, juga salahku? Bahkan aku langsung nolong mereka tanpa diminta!” uring Slamet yang seketika nyaris menangis. “Ini kenapa lagi, bau busuk enggak ilang-ilang? Aneh saja, sepanjang waktu aku selalu kebauan!” keluh Slamet yang kemudian mengendus tubuhnya sendiri. “Lho, … kok aku yang bau? Jadi ternyata, selama ini yang bau itu aku, atau … cuma kebetulan aja?”  Awalnya, Slamet terdiam merenung, masih tak percaya jika tubuhnya sangat bau. Namun, karena dari depannya terdengar rintih sakit sekaligus minta tolong dan itu tidak hanya satu atau beberapa suara dan terus terulang, Slamet menjadi ketakutan sendiri. Ketakutan luar biasa. Mata pria dekil itu melotot, tubuh gemetaran, sedangkan langkah larinya juga terseok-seok. “Ini beneran neraka, atau ruang horor yang penuh setan, sih? Ya ampun, merinding disko gini! Ya ampun … kenapa juga ini enggak sampai-sampai!” batin Slamet. Rasa takut yang Slamet tahan membuat arwah penasaran itu refleks pipis tanpa bisa ditahan. “Ya ampun, apalagi ini yang basah? Hujan apa gimana, ya?” Slamet menengadah, memastikan sumber air yang telah membuat kedua kakinya basah, dan ia yakini bersumber dari atas, hujan. Akan tetapi, ternyata Slamet salah. Karena sumber air itu ada di antara selangkangannya. Di sana, celana kolor kedodoran warna hitam yang Slamet kenakan basah. “Ya ampun, aku ngompol!” pekik Slamet kebingungan sendiri. “Bau … bau ….” “Tolong … bau ….” “Bau pesing … busuk ….” Suara raungan tersebut kembali mengusik Slamet. “Tuh, arwah-arwah jahat pada kebauan? Bukan bau gara-gara aku, kan?” pikir Slamet masih melangkah tergesa. Di bawah sana, di bekas Slamet ngompol, Grim Reaper terdiam menahan. Mata tajamnya melirik sengit kenyataan wajahnya yang basah, sedangkan hidungnya kembang kempis menahan kesal. “Tuh arwah penasaran beneran jorok! Sudah bau busuk enggak ketulungan, bahkan penghuni neraka sampai berulang kali pingsan tanpa harus menjalani hukuman, eh ini sampai kencing dan kencingnya merembes ke aku!” Dendam, itulah yang Grim Reaper rasakan kepada Slamet.  “Awas saja kamu arwah penasaran, setelah ini, aku akan langsung menangkap kamu!” Namun, tiba-tiba saja Grim Reaper mengoreksi ucapannya. “Kalau pun aku tangkap, apa enggak bikin aku sekarat? Gini saja aku sudah berulang kali muntah dan baru berhenti. Enggak … enggak. Mending yang lain saja yang urus. Krystal si pedagang asongan, contohnya.”  Dengan kata lain, Slamet akan tetap menjadi arwah penasaran jika tidak segera diamankan, dikarenakan sekelas Grim Reaper saja memilih angkat tangan. Lantas, bagaimana nasib Slamet selanjutnya sedangkan sekelas Grim Reaper juga memilih tak peduli? “Duh, gimana ini wajah sama pakaianku? Basah air kencing tuh arwah penasaran! Astaga … apes … apes!” “Tunggu. Kenapa mendadak ada dua arwah penasaran dan keduanya, sama-sama mengancam kehidupan?” Grim Reaper merasa ada yang janggal. Kenapa Slamet dan Marchel bisa hadir dalam waktu berdekatan?  **** Meski hanya diam, Krystal menyadari, alasannya dan Marchel bisa selamat dan sampai dibantu Slamet, tak lain karena ketulusan hati seorang Marchel yang mau menolong Krystal dengan tulus.  “Ketulusan … ketulusan memang selalu menjadi alasan Tuhan memberikan anugerah,” batin Krystal. Bersama Marchel yang meminta diantar ke Yiara, Krystal yang telah kembali memiliki penampilan cantik sekaligus modis, juga tengah membuktikan betapa ketulusan dari seorang Yiara yang begitu mencintai Marchel, menjadi salah satu alasan pokok Marchel lolos dari kejaran Grim Reaper. Yiara tak hanya sendiri, sebab wanita cantik itu ditemani oleh Tofan. Sedangkan di sebelahnya, di dekat pintu IGD keduanya terjaga, ada Keyra berikut Arden yang kerap wanti-wanti agar Marchel segera berhenti menjadi bagian dari anggota geng mafia. “Ini rumah sakit. Dan aura di sini kurang baik,” gumam Krystal yang kemudian melongok wajah Marchel. Wajah Marchel begitu serius dan menatap lurus pintu IGD. Dan di dalam sana, tubuh Marchel tengah menjalani penanganan intensif. “Sebenarnya aku kenapa? Aneh, … padahal aku sudah berulang kali menghadapi banyak hal yang seharusnya lebih membuatku berhadapan dengan kematian. Sementara ini, aku hanya terjatuh, tapi langsung membuat arwahku lepas dari tubuhku yang bahkan tidak dihiasi luka fatal?” pikir Marchel masih berusaha memahami keadaan. Krystal yang bisa mendengar keluh kesah tersebut, langsung salah tingkah dikarenakan guardian angel itu merasa bersalah. Karena andai saja Marchel tidak terpeleset oleh kulit pisang yang Krystal buang asal, tentu Marchel masih baik-baik saja. Meski jika diresapi, memang terbilang sangat konyol layaknya apa yang Marchel pikirkan. Bayangkan saja, Marchel yang sudah terbiasa berhadapan dengan maut, justru mati konyol hanya karena terpeleset kulit pisang! Diam-diam, ketika Marchel menatap sedih kedua pasangan yang terjaga di sebelah mereka, Krystal melongok isi tasnya dan dihiasi tiga buah pisang matang. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan Krystal memang hobi memakan pisang matang. Katakanlah, makanan favorit Krystal memang pisang matang. Sampai-sampai, jika sedang berdebat dengan Grim Reaper, malaikat maut itu akan mengatai Krystal sebagai jelmaan Monnyet dikarenakan makanan favorit Krystal sama dengan makanan favorit monnyet. “Jika Yiara memilih melepasku dan sama sekali enggak ada rasa kepadaku, kenapa dia ada di sini? Kenapa dia sampai menangis sesedih itu?” pikir Marchel yang kemudian melirik jam dinding di belakangnya. Melalui jam dinding tersebut, ia mendapati waktu yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. “Kak Key …?” Kali ini, tatapan Marchel teralih kepada sosok Keyra. Wanita cantik bertubuh semampai dalam dekapan Arden itu tak hentinya terisak. Isak tangis yang semakin lama terdengar sangat pilu. Marchel yang merasa sangat bersalah, sampai terenyuh, berkaca-kaca menatap sang kakak perempuan, penuh sesal. “Maaf, Kak, Key … lagi-lagi aku bikin Kakak kecewa,” lirih Marchel yang kemudian mendekati punggung Keyra. Marchel sengaja mendekap punggung Keyra meski wanita itu masih dalam dekapan Arden. Hanya saja, Marchel kembali menelan pil pahit dikarenakan ia tak mampu menyentuh Keyra. Ia hanya bisa menyentuh Krystal yang langsung menatapnya dengan tatapan malas. “Dunia kalian sudah berbeda, itu sebabnya kamu enggak bisa nyentuh mereka, sedangkan mereka juga sudah enggak bisa lihat kamu layaknya biasa,” ucap Krystal berusaha memberi Marchel pengertian.  “Lalu, apa yang harus aku lakukan, agar aku bisa kembali dan bersama-sama dengan mereka? Ayolah jawab, Ngel! Aku sungguh ingin menyatakan cintaku, aku ingin melanjutkan pernikahanku dengan Yiara!” Marchel benar-benar memohon. Krystal menunduk dalam sambil mendengkus. Tak seperti biasa, menangani kasus Marchel membuat Krystal tak bersemangat. Padahal sebelumnya, Krystal sempat antusias sekaligus yakin, Marchel akan menjadi sumber pundi-pundi uangnya dikarenakan dari penampilannya saja, Marchel terlihat memiliki banyak uang. Marchel bukan orang biasa. Atau jangan-jangan, karena Krystal merupakan penyebab Marchel menjadi arwah penasaran? “Angel ... kamu bilang, kamu Guardian Angel yang akan memberikan kesempatan arwah yang belum seharusnya mati untuk menjalani misi terakhir. Sebuah misi yang akan menentukan apakah arwah tersebut layak mendapatkan kesempatan untuk hidup, atau justru sebaliknya?” ucap Marchel yang sampai menahan kedua lengan Krystal. Pelan tapi pasti, Krystal berangsur menatap Marchel sesaat sebelum ia juga mengangguk pelan demi mempertegas jawabannya. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN