Pria itu menggeleng. “Tidak, terima kasih.” Wendel tidak menyukai olahan makanan dari pemanis buatan seperti kue. Oleh karena itu, dia menolaknya saat istrinya menawarkan padanya.
Pria itu melengkung bibirnya membentuk sebuah senyuman yang menggoda banyak wanita. Dia menatap gadis itu dengan seksama.
Tatapannya tertuju pada sudut bibir mungil gadis itu. “Gadis kecil mengapa kamu makan berlepotan seperti itu? Haha, kamu terlihat sangat menggemaskan.”
Lizy mengeluarkan tisu dan membersihkan noda kue yang menempel di bibir mungilnya.
Tiba-tiba gadis itu melihat seorang pria tua yang dituntun oleh Geral ke atas.
Dengan rasa ingin tahu yang kuat, dia bertanya dengan heran pada wanita itu yang sedang menikmati kue bersamanya. “Nenek, siapa itu?”
“Oh, itu Tuan Rendra. Dia datang ke sini sebulan sekali.”
Lizy merasa tidak asing dengan nama itu. Dia sepertinya pernah mendengarkan nama orang itu.
Bukankah pria tua itu berasal dari Asia? Karena kemampuannya dia menjadi terkenal di dunia.
Banyak orang yang mengundangnya untuk meminta bantuannya, termasuk keluarga Davis.
Setelah mengingat pria yang disebutkan oleh wanita tua itu, tiba-tiba Lizy ingat tentangnya.
Iya dia adalah salah satu guru yang memiliki keahlian di bidang pengobatan seperti hipnotis.
Sebagian orang berhasil disembuhkan olehnya dengan menggunakan metode dihipnotis tetapi tidak pada Wendel.
Meskipun, dia telah berusaha melakukan yang terbaik tetapi usahanya tidak membuahkan hasil.
Karena merasa khawatir, Lizy pun menyusul pria tua itu ke atas untuk melihat keadaan Wendel.
Suara Wendel yang meraung terdengar oleh gadis itu.
Dia mengerutkan keningnya dan melipat bibirnya dengan cemberut. Langkah kakinya menuju ke sebuah ruangan di dekat kamar mereka.
Ruangan itu adalah ruang belajar. Perasaan cemas menyelimutinya, dia dengan cepat membuka pintu ruangan itu.
Kerutan alis Lizy semakin dalam saat dia melihat ruangan itu sangat berantakan. Beberapa dokumen berserakan di atas di lantai.
Selain itu pecahan arloji juga terlihat. Sepertinya, itu jam tangan milik pria tua itu.
Pria kekar yang menderita penyakit isomnia ini terlihat sangat menyeramkan.
Seolah-olah dia seperti singa yang sedang melihat mangsanya.
Pria ini mendongkak saat dia melihat pintu terbuka dan tatapannya tertuju pada Lizy.
Meski begitu, Lizy tidak takut dengan tatapan liar dari pria itu.
Pria itu berteriak dengan keras, “Keluar!”
Gadis itu tidak mengikuti intruksinya. Dia masih berdiam di sana.
Sementara Geral meraih arloji pria tua itu dan menuntunnya keluar dari ruangan itu.
Namun sebelum pria tua itu keluar, Lizy bertanya dengan rasa ingin tahu yang kuat. “Tuan, bagaimana keadaannya?”
Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya. “Awalnya, aku masih bisa menghipnotisnya agar dia bisa tidur tetapi sekarang tidak.”
Lizy tidak terkejut mendengar jawaban dari pria tua itu. Dia memahami keadaan suaminya.
Geral menghentikan langkah Lizy saat dia hendak melangkah ke kamar itu. “Nyonya, itu berbahaya.”
Lizy menoleh ke arahnya dan tersenyum sambil menenangkan kecemasan yang tampak di wajah Geral.
“Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja seperti waktu itu. Apakah kamu mempercayaiku?”
Geral memucat. Kemudian gadis itu masuk untuk melihat keadaan Wendel saat ini.
Sorotan mata yang tajam pria itu menggelap saat dia kembali menatap gadis itu.
Dia berkata dengan dingin. “Keluar! Jangan membuatku mengulangi perkataan itu lagi!”
Lizy melangkah maju dengan santai. Dia menyungging senyumannya sebelum dia menanggapi pria di depannya.
“Tuan Davis, aku ingin tahu apa yang ingin kamu lakukan jika aku masih ada di sini?”
Pupil mata Wendel melebar dan matanya semakin memerah, dia berubah menjadi liar dan kehilangan kendalinya saat dia mencengkeram lengan Lizy dengan kuat.
“Pergilah kau dari sini!” Dia mendorongnya tanpa sadar.
Dengan begitu, Lizy kehilangan keseimbangannya, sehingga dia tidak bisa menghindar dari dorongan Wendel dan pada akhirnya membuat keningnya berdarah karena membentur sudut meja.
Darah segar menetes di kening gadis itu. Lizy meringgis kesakitan, meski demikian dia mencoba untuk berdiri dan menekan kesakitan itu.
Pria itu tercengang saat melihat pemandangan itu.
Dia langsung mendekati gadis itu dan menatapnya dengan perasaan yang bersalah.
Detik berikutnya, dia melangkah dengan cepat untuk mengambil kotak P3K dan merawat luka Lizy.
“Ini akibatnya jika kamu melawan perkataanku. Lihat kamu terluka sekarang.”
Lizy menanggapinya dengan tatapan dinginnya. “Ini kekerasan dalam rumah tangga!”
Setelah merawatnya, Wendel merapikan plester luka di kening Lizy dan tersenyum penuh kasih.
“Dasar gadis nakal. Beraninya kamu menyakiti diri sendiri! Bukankah kamu sudah tahu bahwa aku akan berubah serigala saat aku tidak bisa mengendalikan emosiku.”
Lizy melototinya sambil berkata dengan percaya diri. “Aku tahu itu tapi aku tidak takut denganmu. Apakah kamu menganggapku anak kucing yang takut dengan buaya?”
Pria itu menatapnya sambil merapikan rambut gadis itu.
Dia berkata dengan suara yang berat. “Keluarlah. Biarkan aku di sini sendirian.”
Dengan begitu, Wendel membantu Lizy untuk keluar dari ruangan itu tetapi uluran tangan Lizy membuat pria itu membeku.
Lengannya yang ramping berhasil melingkar di pinggang pria itu. Sedangkan lengannya yang lain meraih leher pria itu.
Lizy meringkuk di dalam pelukan pria itu sambil berbisik, “Biarkan aku menemanimu, Tuan Davis.”
Wendel kembali merasakan ketenangan saat dia mengendus aroma itu. Itu menenangkan saraf-sarafnya.
Perlahan aura yang menyeramkan itu hilang dari dirinya. Tangannya terangkat untuk memeluk punggung gadis itu.
Wendel mencium aroma yang berbeda kali ini. Itu aroma buah bluberry dari kue yang dimakan oleh Lizy tadi.
Setelah terjadi hening sesaat, Lizy memainkan tangannya yang halus di punggung tubuh yang kekar pria itu.
Pria itu berbisik, “Aku akan membiarkanmu untuk membalasku. Kamu bisa menggigitku.”
“Apakah kamu yakin dengan ucapanmu? Baiklah aku akan melakukannya.”
Pria itu terkekeh sebelum dia berkata, “Maksudku dalam mimpimu.”
Lizy berjinjit untuk menggigit bahunya yang lebar. Detik berikutnya, darah segar mengalir membasahi baju kemeja pria itu.
Ekpresi Wendel berubah menegang karena merasa kesakitan. Dia menggigit dengan kuat sehingga hampir merobek sepotong dagingnya.
Wendel mundur beberapa langkah sambil memeluk gadis itu.
Keduanya terjatuh ke atas sofa ketika kaki Lizy membentur tepi meja. Posisi Lizy di bawah pria itu.
“Kamu, benar-benar menggigitku.”
Lizy menyeringai dengan dingin sebelum dia berkata dengan cemberut. “Kamu pikir, kamu bisa bermain-main denganku? Anggap saja ini imbalan untukmu karena telah mendorongku tadi. Apa kamu lupa apa yang kamu lakukan?”
Gadis itu hendak bangun dari posisinya tetapi pria itu menekannya sehingga dia terkunci di dalam pelukannya. “Apa yang kamu lakukan?”
“Kamu sangat harum dan kamu belum memberitahuku parfum apa yang kamu gunakan?” Tatapan Wendel membuatnya tidak nyaman.
Lizy tersenyum dingin dan berkata dengan kerutan alis yang dalam. “Tuan Davis, bukannya aku sudah mengatakan padamu, bahwa aku tidak menggunakan parfum apa pun, mengapa kamu menanyakan itu lagi? Jangan bilang kamu ingin menggodaku hari ini.”