Bab 8. Ke Rumah Dewangga

1010 Kata
“Well, papaku arsitek di banyak perusahaan, dan ibuku adalah desainer musiman,” ujar Reyna, menanggapi tatapan curiga Igun. Igun mengamati Reyna dengan seksama sekali lagi. “Kamu yakin menikah kontrak dengan Dewa?” “Ya, bagiku satu tahun tidak lama. Lagi pula aku juga tidak akan melayani kebutuhannya sebagai seorang istri. Tahu maksudku?” Igun menghela napas panjang. “Ya. Aku … hanya khawatir, Anggi pasti tahu soal ini.” Reyna tersentak, baru menyadari satu hal. “Ya, Anggi memang pergi dan berjanji satu tahun akan kembali. Jangan khawatir, Rey. Aku di pihakmu.” Igun menepuk-nepuk pundak Reyna, memberi semangat. “Terima kasih, Gun,” ucap Reyna, cukup tenang dengan dukungan Igun kepadanya. Lalu saat Igun hendak beranjak dari duduknya, dia bertanya, “Anggi itu orangnya bagaimana?” Igun sudah berdiri dari duduknya. “Dia baik. Ya … baik dan ramah. Tapi aku nggak tau kenapa aku nggak pernah menyukainya. Itu saja yang aku tau. Aku mengenalnya, tapi tidak dekat. Dewa dan Anggi sama-sama tertutup. Bahkan dulu si Leni, mantan asisten pribadi Dewa, juga tidak begitu tahu tentang kehidupan pribadi keduanya.” Reyna mengangguk pelan. Igun kembali menepuk pundak Reyna. “Nanti malam kamu akan ke rumah keluarga Dewa. Aku beri tahu kamu satu hal, jangan terlalu menonjolkan diri, meskipun kamu adalah bintangnya malam ini. Berhadapan dengan orang-orang kaya seperti keluarga Dewa harus banyak memuji, tapi pujian yang tulus, dan tidak dibuat-buat.” Reyna mengernyitkan dahi, tidak mengerti. “Aku yakin kamu bisa menyesuaikan diri di depan mereka. Pilih pakaian berwarna gelap, mereka tidak suka warna terang.” Reyna tersenyum tipis, padahal dia suka warna terang. *** Tidak ingin terlalu mengikuti saran Igun, Reyna justru memakai gaun berwarna krem lembut. Dia ingin menjadi dirinya sendiri. Lagi pula, ini bukan pernikahan sesungguhnya. Reyna tahu pernikahan akan dilaksanakan serius dan sah di mata hukum, dan seharusnya dia berhak menuntut, tapi baginya status adalah segala-galanya. Reyna sudah terlanjur terlibat dalam malam panas dengan Dewa, dan dia menganggap pernikahan dengan berbagai kesepakatan ini adalah bentuk tanggung jawab Dewa terhadap apa yang telah dia lakukan. Di masa depan, pria yang serius dengannya tidak lagi bertanya-tanya tentang keperawanannya, karena jelas dia pernah menikah. Dewa langsung menyembunyikan perasaan kagumnya saat melihat penampilan Reyna malam ini, gadis itu cantik sekali dengan make up lembut di wajahnya, Dewa pangling, tapi wajahnya sedikit berubah ketika menyadari warna gaun pilihan Reyna. Sejenak menenangkan diri, Dewa memutuskan untuk tidak membahas penampilan Reyna, memilih fokus melewati malam ini sesuai dengan yang rencanakan. Bagaimanapun, Dewa menghargai usaha Reyna, bahwa mereka telah berhasil melalui tahap awal, perkenalan dengan keduaorangtua Reyna dan mereka setuju dengan pernikahan Sabtu ini, sepakat menyaksikannya via teleconference, dan papa Reyna tetap menjadi wali nikah Reyna. “Ini kamu pakai,” ujar Dewa saat mobil sudah berhenti tepat di depan rumahnya. Dia menyerahkan seperangkat perhiasan berupa kalung, cincin dan anting-anting. Dalam hati Reyna sedikit mengutuk, kenapa tidak sedari awal Dewa menyuruhnya memakai perhiasan tersebut, sehingga dia tidak perlu lagi menunggu lama turun dari mobil dan segera melewati perkenalan malam ini. Reyna tentu saja tidak mau membantah, tidak ada waktu untuk berdebat. Dia memakai sendiri kalung dan cincin tanpa bantuan Dewa. Namun, sepertinya dia kesulitan memakai anting-anting di telinga kirinya, tapi Dewa sibuk memperhatikan ponselnya. “Ayo, turun,” suruh Dewa, sementara Reyna masih belum selesai memakai anting-anting kirinya. Reyna tidak mau membantah, dia memegang anting-anting di tangannya dan turun dari mobil setelah pintu mobil dibukakan Yadi untuknya. Reyna menelan ludahnya saat melihat rumah mewah dan besar Dewa, dia mendadak mual saat melihat beberapa pria penjaga berseragam lengkap dengan senjata di pinggang, menyambut kedatangan mereka. Pantas saja tidak ada yang berani membantah perintah Dewa, bisa-bisa mereka bertindak. Reyna mengusir pikiran buruknya, dan dia masih menggenggam anting-anting. Saat sudah berada di pintu utama, Reyna memanggil Yadi untuk membantunya memasang anting-anting di daun telinga kirinya, mengeluh tidak bisa memasang dengan sempurna, dan dia khawatir akan jatuh. Melihat keduanya berdekatan, Dewa berdecak sebal, dia mendekati Reyna dan mengambil alih memasang anting-anting ke telinga Reyna. Tentu saja Reyna pasrah, dia tampak kikuk, juga Dewa yang menelan ludahnya ketika tatapan matanya tertuju ke wajah mulus Reyna. Tiba-tiba saja kedua orang tua Dewa muncul dari pintu utama rumah yang sudah terbuka lebar, seorang wanita tua berpakaian abu-abu gelap. “Dewa!” Mama Dewa terpana melihat Dewa yang sedang memasang anting-anting Reyna, dia memegang dadanya dan tersenyum melihat kemesraan keduanya. Dia mengira Dewa dan Reyna yang mungkin terlibat kisah asmara kilat, dan dia menyukai keduanya. “Reyna. Oh, wow.” Martha mendekati Reyna, memandang wajah dan sekujur tubuh Reyna beberapa saat, penuh rasa kagum. Tanpa ragu menggamit lengan Reyna dan sepertinya dia tidak mempermasalahkan gaun yang dipakai Reyna malam ini. “Ayo, masuk.” “Iya, Bu.” “Panggil Mama saja.” “I … iya, Ma.” “Bagaimana perjalanan menuju ke sini?” Martha beralih ke Dewa. Dia memegang erat lengan Reyna, seolah sudah mengenal lama. “Ya, biasa, Ma. Macet sebentar,” jawab Dewa malas-malasan, dia tidak menyukai pertanyaan basa-basi. “Semua sudah berkumpul di ruang makan. Kita makan-makan dulu ya?” ujar Martha sambil menoleh ke arah Reyna. Dia tampaknya sangat puas dengan penampilan Reyna, matanya bergerak-gerak naik turun mengamati Reyna. Reyna sendiri terkaget-kaget, karena sikap mama Dewa benar-benar di luar dugaan, ternyata sangat ramah dan penuh senyum. Ini kesan pertama yang sangat baik baginya. Mereka bertiga sudah berada di ruang makan, yang ternyata sudah ada beberapa anggota keluarga Dewa yang duduk rapi di depan meja makan. Semua mata kontan tertuju ke sosok Reyna. Benar kata Igun, semua berpakaian gelap, hanya dirinya yang memakai gaun terang, tapi Reyna tetap percaya diri. Dia memasang wajah senyum, ada beberapa perempuan muda berbisik-bisik atau saling pandang penuh makna saat melihat dirinya, dan Reyna tidak peduli, tetap bersikap apa adanya. Entah kenapa Reyna merasa dirinya masuk ke dunia lain di ruang ini, dan dirinya malah merasa tertantang. Reyna duduk berdampingan dengan Dewa. Tak lama kemudian, semua mulai makan setelah Martha memberi aba-aba. Reyna tampak semangat dengan menu yang tersedia di depannya, dia bisa menguasai diri malam itu di depan keluarga besar Dewa, dengan tetap bersikap elegan. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN