Mobil yang dikendarai Pram sudah masuk pelataran Ocean Park, patung Gurita besar seolah menyambut mereka. Mimi memandangi bangunan itu dengan takjub, selama ini dia memang tak pernah ke tempat wisata yang ada kolam renangnya. Pernah ketika SMP dia ikut perpisahan kelas ke daerah puncak, kebetulan di Vilanya tersedia kolam renang, tapi bukannya ikut berenang, Mimi lebih senang pergi keluar dari kawasan Villa agar tidak melihat kolam itu.
Karena ketika Mimi melihat air dalam kolam, perutnya mendadak mual dan dia akan jatuh pingsan. Sehingga teman sekelas dan gurunya cukup kerepotan karena khawatir Mimi sakit. Merekapun membebaskan Mimi untuk tidak ikut acara di kolam, saat itu.
"Gue beli baju renang dulu ya." Ucap Mimi, Pram mengangguk dan membawa Mimi ke pertokoan alat renang di depan pintu masuk Ocean Park.
Mimi mulai memilih baju renang yang biasa dikenakan wanita berhijab sebuah setelan berlengan panjang, berwarna hitam dengan motif bunga-bunga di bagian d**a dan roknya. Karena dia masih belum percaya diri memakai baju renang pendek.
Setelah mendapat apa yang dicari dan setelah berdebat dengan Pram yang ingin membayar baju Mimi, akhirnya merekapun berjalan ke loket tiket dengan senyuman lebar di wajah Pram karena berhasil memenangkan perdebatan itu.
Dia memang sudah bilang dari awal tadi kalau hari ini Mimi tak boleh mengeluarkan uang sepeserpun karena dia yang akan mentraktir semuanya.
Pram masih antri di loket p********n, Mimi berjalan ke pagar besi yang dibawahnya terdapat kolam renang. Mimi mencengkram pegangan besi itu, matanya berkunang-kunang melihat air di hadapannya. Kilasan kejadian empat belas tahun silam itu berputar di otaknya, kali ini lebih jelas.
Mimi kecil berenang di kolam yang paling dalam, dia terus saja berenang masuk ke bawah, ada sesuatu disana, dia mengambil sesuatu... tangan... Ya Mimi menarik tangan seseorang! Dan Mimi tak ingat lagi. Kepala Mimi sakit. Dia bahkan sudah berjongkok sambil memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut. Pram berlari menghampiri Mimi. Mimi menangis, namun tak bersuara.
"Mi, sadar Mi, tenang ada gue, Mi kenapa?" Ucapan Pram seperti angin lalu, yang Mimi dengan hanya suara gelembung air yang keluar dari mulutnya. Blup blup blup. Mimi tak melihat apa-apa selain kedalaman air dan ubin kolam berwarna biru muda. Pram memeluk Mimi dan mengusap kepala Mimi menarik ke dadanya. Mimi bersandar dan seolah tersadar bahwa saat ini dia tidak berada di kolam.
"Pram, gue kenapa?" Tanya Mimi ketika memperoleh kesadarannya kembali. Dia mendongak menatap Pram yang memasang wajah khawatir. Pram hanya tersenyum.
"Enggak apa-apa elo Cuma kesenengan liat kolam itu!" Tunjuk Pram, Mimi hanya mengernyitkan alis dan diapun berdiri dibantu Pram.
"Pram, gue takut. Enggak tau takut apa? Tapi gue takut liat air."
"Elo mau kita pulang aja? Enggak apa-apa Mi. Gue malah takut elo jatuh sakit." Mimi menatap mata Pram dari jarak sedekat ini, dia bisa merasakan bahwa Pram sangat mengkhawatirkannya. Pandangan Mimi beralih ke tangan Pram yang memegang kedua bahunya. Juga gelang tiket yang sudah berhasil dibeli olehnya.
Mimi merasa tidak enak, diapun mengurut pangkal hidungnya pelan.
"Enggak Pram, kita masuk aja. Gue udah enggak apa-apa kok."
"Lo punya trauma sama kolam renang atau sama air?" Mimi terdiam, lanjut Pram. "Cara satu-satunya melawan ketakutan itu ya dengan menghadapinya. Lo harus bilang ke diri lo sendiri klo ketakutan itu bukan sesuatu yang perlu lo takutkan lagi, elo harus berani keluar dari trauma itu sendiri. Oke. Lagian ada gue Mi, kita kan gemuk di tubuh kita lebih banyak nampung udara jadi kita gak akan tenggelam." Mimi tersenyum lebar, dia ingat pesan guru renangnya kala itu. ketika dia takut tenggelam, kata-kata yang sama persis dengan yang diucapkan Pram.
Kata-kata itu memang hanya ditujukkan untuk anak SD tapi Mimi merasa tenang kala itu, sehingga dia lebih percaya diri untuk belajar renang. Setiap dalam air dia selalu merapalkan kata tersebut, sehingga dia tak pernah takut tenggelam.
Tapi mengapa dia tenggelam kala itu? Entahlah. Mimi ingin menjadi pribadi yang lebih berani sekarang. Lagipula ada Pram, dia harus percaya dengan laki-laki yang membawanya itu.
Setelah berganti baju, Mimi dan Pram menuju kolam yang sangat dangkal hanya semata kaki, mungkin kolam ini diperuntukan untuk bayi? Entahlah.
Di tengah kolam itu ada tempat berteduh yang di buat menyerupai jamur raksasa, Pram mengulurkan tangannya dan lebih dulu masuk ke sana. Mimi ragu, namun melihat kesungguhan di mata Pram, membuatnya luluh. Mimi pun menggenggam tangan Pram dengan erat, dia berfikir bahwa tak akan mungkin tenggelam di kolam sedangkal ini.
Hari ini cukup ramai mungkin karena bertepatan dengan libur sekolah. Pram berjalan di depan dengan tangan masih berpegangan pada tangan Mimi. Sesekali dia menoleh dan tersenyum melihat raut Mimi yang masih terlihat takut namun penasaran.
Mereka sampai juga di tengah kolam, tepat dibawah jamur tadi. Pram duduk diikuti Mimi, sementara kaki mereka berada di air.
"Masih takut?" Tanya Pram, Mimi menggeleng.
"Gak mungkin juga tenggelam disini." Imbuh Mimi, matanya menatap lurus ke kakinya yang berada di air. Ternyata tak semenakutkan yang dia kira.
"Kesitu yu ada badut!!" Jerit seorang anak laki-laki mungkin berusia enam tahunan, sambil tangannya menunjuk ke arah Pram dan Mimi. Mimi mencebikkan bibirnya kesal, dilirik perut buncitnya ya persis badut. Dia pun meringis. Sementara Pram tampak tertawa senang. Ada empat anak kecil yang menghampiri Mimi dan Pram.
Melihat itu Pram langsung berdiri dan menggelembungkan pipinya. Tangannya bertolak pinggang dan melangkah bak raksasa.
"Hayoo Om badut belum makan anak kecil hari ini, kira-kira siapa duluan yang mau om makan ya,, hmm Om lapar nih." Ucap Pram dengan suara di beratkan persis orang jahat.
Keempat anak itu berlarian sambil tertawa, Pram mengejarnya dan mereka berlima berlarian di kolam. Hingga anak-anak itu dipanggil ibu mereka. Dan pram kembali ke Mimi yang asik tertawa menyaksikan pemandangan itu. dia sungguh berpikir bahwa pram adalah lelaki yang luar biasa. Menghadapi kejadian seperti itu dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin kalau Mimi sedang sendiri dia akan sangat merasa sedih. Kecil-kecil sudah pintar membully! Pikir Mimi.
"Lo enggak marah dikatain badut?" Mimi melihat napas Pram yang tersengal namun tak melunturkan senyum di wajahnya.
"Kenapa musti marah, badut kan lucu."
"Elo yang lucu." Mau tak mau Mimi ikut tersenyum. Dia merasa nyaman berada di dekat Pram, namun entah kenapa tidak ada debaran yang berarti, dia merasa nyaman selayaknya berada dekat sahabatnya. Setidaknya untuk saat ini, entah nanti?
"Ke kolam ombak yuk, di pinggirnya aja, hayuk." Pram menarik tangan Mimi untuk berdiri dan mereka berjalan keluar kolam menuju kolam lainnya, kali ini tanpa bergandengan tangan. Mimi memandang kolam besar di hadapannya, belum ada ombaknya jadi terlihat seperti kolam biasa. Sementara Pram menyewa ban tunggal, alias ban dengan satu lubang, karena disini ada juga ban dengan dua lubang.
Tak berapa lama ombaknya mulai terlihat, persis seperti di pantai hanya saja air disini sangat jernih.
"Ke tengah yuk Mi," Mimi memegang baju Pram dengan keras sambil menggeleng.
"Gak apa-apa, naik ini coba."
"Enggak ah gue kan berat entar bannya malah tenggelam."
"Ngaco lo, tuh liat lebih gemuk dari elo, nyantai aja diatas ban." Tunjuk Pram ke seorang wanita yang memang ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari Mimi, bahkan terlihat dia sangat menikmati duduk diatas ban dengan anaknya, sementara suaminya yang mendorong-dorong ban tersebut sambil tertawa. Membuat hati Mimi menghangat.
Mimi pun mencoba naik ke ban dan mengangkat kakinya, jadi hanya bokongnya saja yang ada di ban.
"Lo lepas gue, besok mati lo!" Ancam Mimi membuat Pram mengangkat kedua jarinya ke atas.
"Gue janji." Jawab Pram sambil mendorong Mimi ke tengah. Mereka menikmati tubuh yang terayun ombak. Pram terus saja berceloteh membuat Mimi melupakan ketakutannya akan air dan kolam renang. Karena memang kolam disini tidak seperti kolam renang bergaya klasik yang berbentuk persegi panjang, seperti dahulu. Disini semua kolamnya berbentuk macam-macam karena memang diciptakan buat wisata.
Pram mendorong tubuh Mimi ke kolam bagian lain, namanya kolam arus. Kolam tersebut sangat panjang dan juga airnya mengalir itu yang disebut arus, jadi meskipun tidak didorong sebenarnya orang yang berada di atas ban akan bergerak mengikuti arah air.
"Gimana Mi?"
"Apanya?"
"Masih takut?"
"Hmmm enggak terlalu sih, asal jangan turun aja badan gue kesitu." Tunjuk Mimi pada air di bawahnya yang jika dia berdiri mungkin tingginya sekitar pinggang atau dadanya.
Setelah satu putaran dan mereka kembali ke kolam ombak, karena ternyata kolam arus itu bermuara di kolam ombak tadi. Pram mendorong Mimi ke pinggir dan Mimi pun turun dari ban. Perut mereka sudah lapar, merekapun memutuskan untuk memesan makanan lalu lanjut menjelajah kolam lainnya.
Pram mengajak Mimi naik ke perosotan tinggi namun Mimi menolak dengan tegas, dia hanya mengabadikan gambar Pram yang meluncur persis ban mobil truk gandeng karena kecepatannya diatas rata-rata mungkin karena tubuhnya yang gempal juga. Bahkan Pram mencoba lagi sampai dua kali.
Setelah itu mereka memutuskan untuk pulang, Mimi terlihat sangat senang, setidaknya dia tak terlalu takut lagi dengan air di kolam sekarang. Entahlah kalau melihat kolam renang biasa?
***
Sepulangnya dari Ocean Park, Mimi langsung tidur di kamar, sepertinya dia sangat kelelahan tak hanya fisik tapi juga mental karena hari ini dia sudah mulai mengalahkan ketakutannya yang selama belasan tahun ini menghantui kehidupannya.
Radit yang baru datang dengan sepeda motornya langsung meletakkan pakaian basah renangnya ke bak pakaian kotor, ya tadi sebenarnya dia sangat khawatir dengan Mimi makanya dia mengajak, Shela kekasihnya untuk membuntuti Mimi di kolam.
Radit masuk ke kamar Mimi, nafas Mimi terdengar teratur. Radit duduk di pinggir ranjang Mimi dan mengusap sayang kepala adik perempuannya itu. Dia memang khawatir tapi ya begitulah kakak laki-laki tak akan menunjukkan rasa khawatirnya, namun akan bertindak diam-diam untuk melindungi adiknya.
Hari ini dia juga melihat ketika Mimi ketakutan dan berjongkok, dia sudah hampir berlari kalau saja Shela tidak menarik tangannya. Karena Shela melihat Pram yang juga sudah berlari dan memeluk Mimi untuk menenangkannya.
Dia juga ada ketika anak-anak kecil itu dengan lantangnya menyebut adiknya badut. Dia kesal tapi dia tak bisa berbuat banyak karena ternyata Pram punya cara berbeda menghadapi mereka.
Hanya saja kekesalannya tak mudah hilang, maka ketika orangtua si anak sedang lengah, Radit dengan jahilnya mendorong si anak yang sedang bermain di ayunan, sehingga ayunannya mengayun dengan cukup kencang dan berlari setelahnya, setelah si anak dibuat cukup ketakutan.
Meskipun mendapat hadiah cubitan maut dari Shela karena keisengannya, tapi Radit puas sudah melampiaskan dendamnya. *Tidak patut ditiru ya*
Pernah dulu ketika Mimi SMP dan dibully karena tubuh Mimi yang cukup gempal, ditambah dia belum tinggi kala itu, sehingga makin terlihat bulat.
Radit yang sudah SMA menyaksikan sendiri ketika anak-anak laki-laki itu meledek Mimi sepulang sekolah. Setelah Mimi jauh dari kerumunan anak SMP itu Radit langsung ngamuk, dipukul satu-satu anak laki-laki yang meledek Mimi, diapun mengancam anak itu untuk tak meledek Mimi lagi. Membuat mereka lari tunggang langgang ketakutan bahkan ada diantaranya yang pipis di celana saking takutnya.
Yah begitulah cara Radit melindungi Mimi. Sayang, namun tak mau diketahui.
Radit keluar dari kamar Mimi dan membiarkan adik yang disayanginya itu istirahat. Dia merasa bangga pada Mimi yang telah keluar dari traumanya selama ini.
***
Pagi hari ini Mimi terbangun dengan tubuh yang terasa segar, tidurnya nyenyak sekali malam tadi.
Hanya saja dia terkejut mendapati dirinya di cermin, kulitnya menghitam efek berenang kemarin yang tanpa mengenakan sun block. Dia pun merutuki nasibnya dan buru-buru ke kamar mandi.
Setelah selesai sholat subuh, dia segera mengenakan masker di wajahnya. Tak hanya itu bahkan masker bengkoang yang seharusnya digunakan untuk wajah dia gunakan juga untuk tangan dan kakinya yang kentara sekali terlihat belang.
Mimi mendiamkan masker itu sambil duduk di depan kipas angin yang menyala, agar cepat kering.
Tak terasa waktu berlalu selama satu jam, dia yang harusnya mengenakan masker selama dua puluh sampai tiga puluh menit itupun ketiduran sehingga molor jadi satu jam. Biarlah siapa tahu jadi lebih putih.
Mimi mulai mengeletekkan masker itu dari wajahnya lanjut ke tangan dan kaki hasilnya lumayan lah kulitnya tidak sehitam tadi, setidaknya itulah yang ada di benak Mimi, entah pengaruh atau tidak?
Setelah berpakaian rapih Mimi pun bersiap berangkat kerja, namun hal yang tak diduganya terjadi. Zaldy! Ya lelaki itu sudah mengenakan jaket rapih dan menunggu Mimi di depan rumah, bahkan dia tak turun dari motornya sama sekali.
Mimi pikir setelah kemarin dia tak membelikannya sepatu, lelaki itu akan menjauhinya. Tapi rupanya tidak, lelaki itu masih setia mengantar Mimi kerja.
Mimi menowel bahu Zaldy, karena sepertinya lelaki itu tak menyadari kalau Mimi sudah ada disampingnya. Zaldy mencopot salah satu earphone dari telinga dan tersenyum ke arah Mimi sambil menyerahkan helm.
"Sudah siap Princessnya aku?" Zaldy tersenyum riang seolah pertengkaran kemarin tak pernah terjadi. Mimi hanya mengangguk dan naik di boncengan motornya. Dia pun mengambil earphone yang terlepas tadi dan mengenakannya di telinga sendiri. Rupanya pagi ini Zaldy sedang menyetel radio dari stasiun radio Petra Fm (Baca Alea: Author) host pun mulai berceloteh seiring motor Zaldy yang melaju membelah jalan. Baik Mimi maupun Zaldy lebih memilih diam mendengar celotehan pembawa acara tersebut.
"Hai Gaess, bagaimana lagu tadi? Enak kan? Kali ini gue mau puterin lagu yang yah cukup jadul sih kalian yang remaja tahun dua ribuan pasti pernah dong nonton Ada Apa Dengan Cinta, iyaa film yang gue bintangin. Huwekk hahhaa, Dian Sastro kali ah gue. Kali ini sambil bernostalgia kita dengerin lagu dari Melly Goeslaw yang berjudul dimana malumu? So buat kalian wanita-wanita di dunia ini, think smart yaa jangan mau dikadalin sama buaya! Upsss.. pokoknya laki-laki matre dan suka cari-cari kesempatan sebaiknya buruan deh di tendang kelaut... this is Melly Goeslaw with Dimana malumu enjoy it."
Entah perasaan Mimi saja, atau memang Zaldy yang terlihat menegang sehingga tubuhnya terasa kaku saat tangan Mimi yang berada di perutnya mencengkram jaketnya. Motorpun melaju lebih cepat seiring hentakan musik yang memutar lagu bertema cowok matre itu.
Dalam hati Mimi pun ikut bernyanyi ,
'dimana malumu, setiap kali, kau ajak berkencan...
aku yang bayar,,,
Dimana malumu? Tak sesuai...
Dengan wajah itu,,, tak ada uang...'
Dan Mimipun mengenang kilasan balik selama berpacaran dengan Zaldy, hampir selama itu Zaldy bersikap bak parasit padanya. Tak terasa Mimi menyeringai, menertawakan kebodohannya selama ini. sebegitu bodohkah dia sehingga tidak sadar apa yang sudah lelaki itu lakukan selama ini padanya?
Tapi... Mimi mengingat lagi tentang perasaannya pada Zaldy, cinta itu.. masih ada meski tak sekuat dulu. Entah kenapa dia merasa masih bisa menerima Zaldy, dia masih bisa memberikan kesempatan kedua pada lelaki itu.
Karena baginya setiap manusia bisa berubah, dan mungkin kini waktunya Zaldy berubah, tidak instan tapi Mimi yakin kalau suatu saat Zaldy tak akan memanfaatkannya lagi. Karena itu mulai sekarang, Mimi akan lebih tegas terhadap lelaki itu.
Mimi akan lebih erat, menggenggam dompetnya agar tidak dibocori lelaki yang katanya mencintainya itu.
'semangat Mi!' Mimi menyemangati diri sendiri sambil mengepal kedua tangannya.
***
bersambung,,