"Mami ...! Mami ganggu banget, deh!" kesal Erlan kepada ibunya.
"Erlan! Kamu apain Mitha? Kamu, ini! Jangan lakukan apa pun lagi kepadanya!" tegur sang ibu.
"Aku hanya menciumnya, Mi!" bela, Erlan.
"Itu sama saja kamu telah menyentuhnya. Kamu tidak boleh menyentuh Mitha lagi sebelum kalian resmi menjadi suami dan istri!" tegas sang ibu, lagi.
"Apa-apaan sih, Mami! Peraturan dari mana tuh?" Jelas saja Erlan tidak mau. Karena baginya, tubuh Mitha bagai mainan baru yang sangat berguna untuk menjinakkan alat tempurnya, jika sedang dalam mode mengamuk.
"Peraturan dari Mami dan seluruh Keluarga besar Levin. Sana kamu, ke luar dari sini!" Erlan pun terpaksa keluar dari kamar mandi itu dengan muka penuh amarah.
Bagaimana tidak, hasratnya tak tersalurkan saat ini.
Sesampai di dalam kamar, sang Oma berkata,
"Lan, lihat itu bajumu telah basah. Kamu ganti dulu. Karena setelah kamu dan Mitha sarapan, Keluarga Levin akan melakukan konferensi pers untuk mengumumkan hari pernikahan kalian." tutur sang Oma.
"Iya, Oma." ucapnya.
Di dalam kamar itu, telah tersedia berbagai jenis makanan mewah yang di letakkan di beberapa troli makanan dan siap untuk disantap oleh keduanya.
"Oma ke luar sebentar melihat persiapan konferensi pers. Jangan lupa, ganti bajumu dengan pakaian yang baru."
"Iya, Oma." jawabnya lagi. Lalu Erlan melirik paper bag yang ada di atas ranjang. Dia pun melangkah menuju ranjang dan mulai membuka paper bag itu.
Erlan mulai mengganti pakaiannya dengan pakaian yang baru.
Lalu Erlan penasaran dengan isi koper yang ada di sudut ruangan itu.
Dia pun melangkah meraih koper itu dan mulai membuka isinya.
"What? Mami dan Oma sampai membelikan beberapa baju baru untuknya?" serunya kaget, saat melihat isi di dalam koper itu.
"Jangan-jangan ini semua rencana Papi untuk menjebakku agar menikah secepatnya! Bisa saja mereka bekerja sama dengan Si jalang itu!" Erlan tiba-tiba mulai curiga dengan keluarganya.
"Aku harus menyelidiki ini!" tuturnya dalam hati.
Mitha lalu ke luar dari dalam kamar mandi, dengan hanya memakai kimono. Dia berjalan sambil dipapah oleh Nyonya Anisa karena kakinya yang masih lemas dan inti tubuhnya yang sangat sakit.
"Mitha, apakah kamu yakin bisa melangkah?" tanya Mami Anisa, lembut.
"Bi ... bisa kok, Mi." ucapnya terbata.
Erlan juga melihat saat Mitha sedang dipapah oleh sang ibu.
"What? Sampai separah itu rupanya? Dia sampai tidak bisa jalan? Ha-ha-ha! Sungguh menarik!" ucapnya dalam hati, sambil senyum-senyum sendiri.
"Lan ... tolong kamu ke luar dulu sebentar saja. Mitha mau ganti baju." ucap sang ibu.
"Yaelah, Mi. Aku kan sudah tahu semua bentuk dan lekuk tubuhnya. Jadi untuk apa aku ke luar dari kamar ini?" ucap Erlan tidak suka.
"Erlan! Ke luar Mami bilang!" Nyonya Anisa menjadi marah kepada putranya.
"Nggak ah! Lagian aku bisa duduk di sofa sambil membelakanginya. Dia juga sudah tahu semua bentuk tubuhku. Bahkan gadis itu juga sudah merasai bagaimana maha dahsyatnya senjata pamungkasku!" tuturnya membanggakan diri.
"Erlan! Omonganmu itu! Tetap tidak bisa. Kamu harus ke luar dari kamar ini. Kalian belum terikat dalam satu ikatan pernikahan. Yang terjadi tadi malam, cukup menjadi pengalaman buruk dan tidak patut untuk diulangi lagi." tegas sang mami.
"Tapi aku kan lapar, Mi. Kapan lagi aku makannya, jika aku ke luar dari kamar sekarang?" Erlan tidak putus asa untuk mencari alasan agar dia tetap tinggal di dalam kamar itu, dan bisa mengintip sedikit lekukan tubuh Mitha yang seksi itu.
"Mami bilang keluar! Ya kamu harus ke uar! Kalau tidak sampai kapan pun, kamu tidak akan bisa makan! Ayo pilih mana kamu?" cecar sang ibu yang geram dengan tingkah anaknya itu.
Sementara Mitha hanya bisa bingung sendiri mendengar perdebatan ibu dan anak itu.
"Mitha, kamu duduk dulu. Sepertinya Erlan harus dikerasin, baru mau mendengar."
ujar sang calon ibu mertua.
"I-ya, Mi." Lalu Mitha pun duduk di tepi ranjang sesuai perintah Nyonya Anisa.
Tiba-tiba perut Erlan keroncongan pertanda dia mulai kelaparan. Kepalanya juga mulai sakit karena hasratnya yang belum tuntas pagi ini.
Nyonya Anisa lalu berjalan menuju ke arah pintu kamar dan membukanya lebar-lebar.
"Lan, ayo kamu segera ke luar dari kamar ini!" ketus sang mami sambil menatap tajam ke arah anaknya.
"Iya deh, aku ke luar!" ujarnya lesu, lalu beranjak dari sofa.
Erlan lalu melirik ke arah Mitha yang juga menatap ke arahnya.
"Dasar jalang! Awas saja kamu! Tunggu pembalasanku! Aku tidak akan membiarkanmu lepas!" tegasnya penuh amarah.
"Erlan! Kamu jangan kasar begitu sama Mitha!" kesal sang mami.
"Terserah!" Erlan lalu ke luar dari kamar itu dan membanting pintunya dengan keras.
Ada raut ketakutan yang mulai muncul di wajah Mitha.
"Mitha ... kamu maklum ya, sama sifat anak mami itu? Memang dia terbilang sangat keras kepala. Semoga kamu betah ya, menghadapi sifatnya."
"I ... iya, Mami." ucap Mitha terbata.
"Ya sudah, kamu ganti baju dulu. Mami mau menyusun sarapan kalian di atas meja. Kalau kamu kesulitan memakai dressnya. Kamu tinggal panggil Mami." serunya lagi. Lalu mulai melangkah menuju troli makanan itu dan mulai menyusunnya di atas meja.
Mitha segera membuka paper bag pemberian Mami Anisa. Alangkah terkejutnya dirinya saat melihat isi di dalam paper bag itu. Semuanya berisi pakaian, lengkap dengan underwear untuknya.
"Hiks. Keluarga ini sangat baik kepadaku. Tapi kenapa? Seharusnya mereka memarahiku karena telah melakukan sesuatu yang buruk dengan salah satu anggota keluarga mereka. Tapi ini kok malah kebalikannya?" Mitha menjadi bertanya-tanya di dalam hatinya.
Tak berapa lama Mitha telah selesai berpakaian. Dia juga sudah mengoles wajahnya dengan make up tipis, yang semuanya telah disediakan oleh Keluarga Levin.
"Mitha ... apakah kamu sudah selesai berdandan?" tanya Mami Anisa.
"Su ... sudah, Mi." jawabnya.
Mendengar jawaban gadis itu, Nyonya Anisa lalu melangkah menuju ranjang.
"Wah Mitha, kamu sangat cantik." pujinya kepada Mitha.
"Gadis ini ternyata sangat cantik." tutur Nyonya Anisa dalam hatinya.
Waktu sarapan pun tiba,
Ternyata, Mitha dengan inisiatifnya sendiri menyendoki nasi di piring Erlan. Dia melayani pria itu di meja makan dengan sangat telaten.
"I ... ini, nasi untukmu, Mas." ucapnya lalu menyodorkan sepiring nasi dan beberapa lauk untuk pria itu.
Erlan menerimanya tanpa berkata-kata satu kata pun. Selain karena kelaparan, dia juga sedang merasa terpesona dengan penampilan Mitha yang sangat memukau.
Keduanya pun makan dalam diam. Namun beberapa kali Erlan terlihat mencuri-curi pandang ke arah Mitha. Untuk sekedar melihat wajahnya yang terus menunduk. Sangat terasa aura ketakutan di wajah cantiknya.
"Sial! Ternyata Si Jalang ini cantik juga!" gumamnya dalam hati. Erlan seakan tak percaya jika dia adalah gadis yang sama yang tadi malam, bermain panas bersamanya di atas ranjang.
"Nisa ... coba lihat itu. Dari tadi Erlan mencuri-curi pandang melihat ke arah Mitha." bisik Oma Rini.
"Iya, Oma. Sepertinya begitu. Aku sangat yakin, jika Erlan cepat atau lambat pasti akan menyukai Mitha." Perasaan Nyonya Anisa, sangat yakin akan hal itu.