Bersamaan dengan itu, Erlan ke luar dari kamar mandi dengan bertelanjang d**a. Sementara pakaian bagian bawahnya telah dia pakai.
Erlan sedang asyik bersiul-siul ria saat ini. Seolah-olah dirinya tidak memiliki beban apa pun.
Setelah pertempuran ranjang yang dia lakukan tadi malam, tubuhnya terasa sangat segar hari ini.
Tiba-tiba saja d**a bidangnya menghujam penglihatan Mitha. Begitu banyak hasil cakaran kukunya yang menghiasi d**a dan punggung pria itu.
"Apakah itu semua bekas kukuku?" Mitha segera mengalihkan pandangannya darinya, saat pemuda itu melangkah menuju cermin yang ada di dekat ranjang.
"Aduh ... perih!'
Erlan meringis sakit akibat bekas cakaran kuku Mitha di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi badannya sudah mulai segar kembali setelah berendam lama di dalam bathtub.
Sang mami dan sang oma melihat ke arah d**a Erlan yang penuh dengan bekas cakaran. Mereka pun jadi senyum-senyum sendiri.
"Pasti terjadi pertempuran sengit tadi malam." pikir keduanya.
"Erlan, kamu sudah selesai mandinya?" tanya sang ibu.
"Sudah dong, Mi. Aku baru merasa segar sekarang!" tutur Erlan.
"Dadamu, kenapa, tuh? Kok bisa memerah begitu?" tanya sang Oma, penasaran.
"Oh dadaku menjadi seperti ini, karena tadi malam ada kucing betina yang mencakar seluruh tubuhku, sesuka hatinya!" seru Erlan sambil menatap tajam ke arah Mitha yang terlihat menunduk.
"Kamu ini, masa menyebut Mitha sebagai kucing, sih? Dia ini calon menantu Mami. Calon istrimu!" tegas Nyonya Anisa.
"Cih! Dasar jalang! Aku akan mencari bukti jika kamu yang menjebakku! Tunggu saja!" ketus Erlan.
"Erlan! Omongan mu! Yang sopan kamu kalau bicara! Mami tidak pernah mengajarimu untuk berkata kasar kepada wanita!"
"Terserah, deh! EGP!" ketusnya lagi.
"Mitha .... kamu jangan masukin dalam hati, ya ... semua omongan Erlan?" ucap Nyonya Anisa, kepada gadis itu.
"I ... Iya, Mi." jawabnya takut.
"Erlan, sini Oma bantu obati luka-lukamu. kebetulan Oma bawa cream untuk luka lecet." Erlan mengikuti saja perkataan sang Oma. Dia pun duduk di sofa. Lalu Oma Rini mulai mengolesi cream di bekas cakaran kuku gadis itu, di sekujur tubuh cucunya.
"Wah-wah sepertinya tadi malam, diantara kalian terjadi peperangan sengit, rupanya, ya?" goda Oma Rini kepada keduanya.
"Apaan sih Oma ngomongnya? Tadi malam itu, aku dibawah pengaruh obat, Oma. Aku tidak bisa menggunakan akal sehat ku. Jika aku tidak dicekoki obat perangsang itu, aku mana sudi menyentuhnya! Dia bukan tipeku!" tutur Erlan tajam, sambil menatap Mitha.
"Erlan! Jaga bicaramu!" Kedua wanita yang sama-sama penting di dalam hidupnya itu, serentak berkata dan menatap tajam ke arahnya, karena berbicara sembarangan tentang calon menantu Keluarga Levin.
Betapa sakitnya hati Mitha, mendengarkan perkataan Erlan yang menusuk itu. Namun saat ini, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Nah, sudah selesai. Kamu bisa menggunakan bajumu." ucap sang Oma, kepada cucunya.
Lalu Erlan pun segera mengenakan pakaiannya.
"Terus perempuan itu bagaimana, Mi?" tunjuknya malas kepada Mitha.
"Erlan! Kamu jangan ketus begitu! Mulai saat ini, Mitha sudah menjadi tanggung jawab Keluarga Levin. Terutama kamu, Erlan." seru sang mami.
"Terserah deh! EGP!" jawabnya lalu hendak ke luar dari kamar itu.
"Kamu mau ke mana, Erlan?" Cegah sang oma.
"Cari makan dong, Oma. Aku lapar banget nih, sekarang!"
"Terus, kamu akan meninggalkan Mitha sendirian setelah apa yang telah kamu lakukan kepadanya? Dasar kamu tak bertanggung jawab!" kesal Oma Rini.
"Jadi, aku harus ngapain ke dia, Oma?" Erlan mulai terkesan cuek dengan keberadaan gadis itu.
"Erlan! Dia itu masih telanjang! Tubuhnya hanya ditutupi selimut. Semua itu karna ulahmu! Bahkan saat ini, untuk duduk pun Mitha tidak bisa! Kamu ini, tolong berempati sedikit lah kepadanya!" Oma Rini malah semakin marah kepada cucunya.
"Erlan jadilah betanggung jawab. Sejauh apa pun kamu ingin berlari, kamu harus kembali kepada Mitha. Karena kamulah yang telah merenggut kesuciannya!" Kali ini Nyonya Anisa juga menatap tajam ke arah putranya dengan penuh rasa marah.
"Deg!" Tiba-tiba Erlan menjadi ingat bagaimana dia menggempur tubuh lemah Mitha sepanjang malam. Sampai gadis itu ketiduran pun, dirinya masih tetap menaikinya.
Seketika timbul rasa kasihan di hatinya.
"Baiklah, Mi, Oma. Apa yang harus ku lakukan kepadanya, saat ini?" tanya Erlan kepada kedua wanita yang paling dirinya sayangi itu.
"Mitha kan tidak bisa melangkah, tolong kamu angkat tubuhnya ke dalam kamar mandi." tutur sang Oma.
"Tapi sebentar dulu, Mami mau mengisi air di dalam bathtub dengar air hangat." Setelah menyediakan semuanya, Nyonya Anisa berkata lagi,
"Lan ... kamu bisa mengangkat tubuh Mitha sekarang."
"Beres, Mi!" Lalu Erlan melangkah mendekati ranjang. Sementara Mitha mulai sibuk menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut.
"Cih! Apa yang Lo mau tutupi? Gue sudah melihat semua lekuk tubuhmu! Jangan sok suci!" ketusnya.
"Erlan! Bersikaplah manis! Mitha calon istrimu!" teriak sang Oma.
"Iya, Oma. Aku hanya bercanda." serunya lagi.
Lalu dengan kasar Erlan mulai mengangkat tubuh Mitha ke udara dan membawanya ke dalam kamar mandi.
Erlan kemudian menutup rapat-rapat pintu kamar mandi itu. Sepertinya dia memiliki maksud lain terhadap Mitha saat ini.
Sementara Mitha tidak tahu, sudah semalu apa dia saat ini. Kulit tangan Erlan bersentuhan langsung dengan punggungnya. Bahkan kedua gundukan miliknya menempel penuh di d**a bidang milik pria itu.
Tiba-tiba saja. Alat tempur Erlan yang ada di balik celananya, mulai bangun.
"Sial! Bukankah pengaruh obat perangsang itu telah usai. Tapi kenapa senjata ku masih saja tegak berdiri?" tanyanya dalam hati.
"Lepaskan selimut itu, aku akan meletakkan tubuhmu di dalam bathub." perintahnya.
"Ta ... tapi, Mas?" ucapnya ragu-ragu.
"Kenapa, hah? Apa yang Lo takuti? Jawab! Dasar jalang!" bentak Erlan.
"A ... aku malu, Mas. Tolong jangan menyebutku jalang lagi," lirih Mitha sedih.
Akan tetapi Erlan sama sekali tidak menggubris perkataan Mitha.
"Aku hitung sampai tiga, jika kamu tidak membuka selimut itu dari tubuhmu. Aku akan mencampakkannmu ke dalam bathtub!" ancam Erlan.
"Satu, dua, ti ..." Namun belum sempat Erlan menyebut sampai di angka tiga, selimut terjatuh di lantai.
"Pemandangan indah tubuh Mitha terpampang nyata, di depan mata Erlan saat ini. Bahkan, beberapa tanda kepemilikan yang dia telah semaikan di kulit tubuh gadis itu, masih sangat jelas.
Erlan segera mencoba menetralisir hawa panas yang mulai kembali melingkupinya.
Namun tidak bisa. Dia terlihat menelan ludahnya beberapa kali.
"Mas Erlan, bisa kah kamu nenurunkanku sekarang?" serunya, takut.
"Ah ... iya." Suara Erlan tiba-tiba mulai lembut. Dia pun menurunkan tubuh Mitha secara perlahan ke dalam batthub.
Hangatnya air dalam bathtub itu, membuat kulit tubuh gadis itu menjadi segar kembali.
"Apakah kamu bisa mandi sendiri? Jika tidak bisa, aku akan membantu memandikanmu!" tawarnya lembut. Saat ini Erlan sedang menatap lapar ke arahnya.
Namun dengan cepat, Mitha segera menutupi kedua bukit kembarnya dengan kedua tangannya. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya.
Mitha tidak mau mengulang peristiwa tadi malam yang benar-benar diluar akal sehatnya.
Apalagi saat ini, Erlan mulai mendekatkan tubuhnya dengan Mitha yang sedang berendam di dalam bathub.
Tanpa Mitha duga, dengan cepat Erlan meraih tengkuknya dan mulai melumat bibirnya sesuka hati pria itu. Tangan Erlan juga mulai asyik meremas dua gundukan miliknya.
Mitha mencoba untuk berontak, namun tenaganya kalah kuat dengan tenaga Erlan yang bagaikan kuda liar yang berlarian di hutan belantara.
Untung saja pintu kamar mandi di buka dari luar.
Secara spontan, Erlan menghentikan kegiatan panasnya itu.
Lalu Mitha segera membelakangi Erlan dengan napas masih terengah-engah akibat ulah lelaki itu kepadanya.
"Erlan! Apa yang telah kamu lakukan?" teriak Nyonya Anisa.
"Mami! Mami ngapain masuk, sih?" kesalnya kepada sang ibu.
"Erlan, kamu kok menyentuh Mitha, lagi? Apa kurang cukup yang kamu lakukan kepadanya tadi malam?" hardik Mami Anisa kepada Erlan.