Aku duduk menunduk dengan hati yang takut. Aku tak berani menatap wajah Mbak Rahman yang tampak marah dan kecewa. Di sebelahku ada Mbak Yusa yang juga lebih banyak diam sambil melipat tangannya. Wajah Mbak Yusa merah padam seperti sedang menanggung malu. Mulutnya juga cemberut seolah tak sungkan kalau Mbak Rahman sedang mengamatinya. “Ini memang saat yang tepat untuk Dek Yusa kalau memang mau mencoreng nama baik kesatuan kita,” sindir Mbak Rahman pelan tapi menusuk. “Izin Mbak, saya hanya memberi pelajaran pada junior saja,” balasnya tak mau kalah. Dasar keras kepala! “Rupanya Dek Yusa tidak mengindahkan wejangan saya kemarin ya? Bukannya saya sudah bilang kalau jangan terlalu kaku, jangan terlalu berkuasa, apalagi pada anggota baru. Dek, bukankah saya sudah bilang kalau pan